Rabu, 28 Maret 2012

Rumahku, Surga dan Nerakaku



Sambil terseyum kuperhatikan tubuhku yang terpantul di cermin. Malam ini aku terlihat cantik dengan daster yang berwarna pink, tanpa menggunakan BH dan celana dalam. Bentuk dadaku yang berukuran 36 B tercetak jelas di balik daster dengan putingnya yang menonjol. Sebelumnya perkenankan aku memperkenalkan diri, namaku Dhea Nita, biasa dipanggil Dhea, usiaku baru 21 tahun, sedangkan nama suamiku Roy usia 32 tahun, seorang pengusaha sukses, ia jarang sekali di rumah karena sibuk dengan pekerjaannya sehingga sebagai istri muda yang baru memulai kehidupan rumah tangga setahun yang lalu seringkali merasa kesepian. Memang terkadang aku sedikit menyesal memilih menikah terlalu awal, aku meninggalkan bangku kuliah dan karena menikah dengannya karena cintaku padanya. Ibuku juga cenderung lebih mendorongku agar menikah saja dengan Mas Roy yang telah mapan itu daripada meneruskan kuliah.

“sudahlah sayang, cermin itu bisa retak kalau kamu terlalu lama berdiri di situ!“ sahut suamiku sambil memeluk pinggangku dengan erat dan mencium lembut pipiku, “malam ini kamu terlihat sangat cantik bidadariku”

Aku tersipu malu mendengar pujiannya. Perlahan lidahnya yang hangat dan basah itu mulai menjalar ke leherku mempermainkan birahiku

“Mas bener-bener beruntung memiliki istri secantik kamu sayang, “ sslluuppss….. ssllluuppss!”

“Mas gombal ah….. hhhmm!!” jawabku sambil menahan napas saat lidah itu menyapu daun telingaku

Jari-jarinya mulai menyusup ke balik dasterku, perlahan jari itu menyentuh belahan vaginaku dan sedikit menggelitik klitorisku,

“Mas geli ahk, ohhkk….” desahku menahan nikmat

“geli apa geli? “ suamiku semakin bernapsu memainkan kewanitaanku,

“geli mas tapi mau“ kataku dengan nada yang manja sehingga dengan semangat 45 Mas Roy mendorong tubuhku ke kasur,

“Mas dah ga tahan nih sayang!” dengan buru-buru dia melepaskan celana dalamnya dan langsung menindih tubuhku.

Penis suamiku memang tidak terlalu besar dan gemuk hanya berukuran 12 cm dan diameter 3. Aku terseyum genit di depan suami ku menunggu apa yang akan dia lakukan terhadap tubuhku,

“Kamu bener-bener cantik sayang” rayunya lalu memagut bibirku.



Kini bibir kami beradu, lidah kami saling membelit rasanya begitu nikmat sekali, jarinya tak henti-hentinya mengelus setiap inci bibir vaginaku, sekali-sekali jari itu menusuk pelan ke ronggga vaginaku

“OoHhkk…. aaHhkkkK…mas, enak mas terus enak banget mas, Oohhkk…. Hhmm!!” rintihan ku menjadi-jadi saat aku merasa ada benda tumpul memaksa masuk ke vaginaku, dengan lembut jari-jarinya memainkan puting susuku,

“Oohhkkk….yyeeaaHhkk…. hhhmmm…… sssssss…..ohh… enak mas, ayo mas dipercepat, plisss!!” pintaku sambil menghentak-hentakkan pinggulku, wajahnya begitu puas melihatku sudah terbuai oleh nafsu,

“sayang…oohkk… “ penisnya yang keras terasa bergetar di dalam vaginaku, “ sayangnya saat itu aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi

“OooooHHHhkkk……Crreettsss…crroottsss…vaginaku terasa panas oleh lahar suamiku yang menyemprot di dalam sana,

“mmuuaaacckkhh…terima kasih sayang “ katanya sambil mencium keningku

Terus terang aku sedikit kesal karena belum mencapai puncaksementara ia sudah mendapat enaknya. Ccppookk, dengan sangat lembut dia melepas penisnya yang sudah loyo dari vaginaku lalu rebah di sebelahku. Cukup lama kami terdiam dalam keheningan malam, dasterku kini acak-acakan akibat persetubuhan kami tadi, deru nafas kami yang masih naik turun dapat terdengar.

“sayang!” katanya sambil menatap mukaku dengan serius, tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya

“Iya Mas, ada apa?” kulihat raut mukanya begitu serius, aku terseyum, dengan lembut Mas roy mengusap rambutku yang panjang,

“Besok rencananya mas mau pergi lagi,” kata-kata itu sangat sering aku dengar, jadi tidak lagi membuat ku kaget, biasanya paling lama dia pergi 1 bulan,

“ga papa kok mas, kalau itu urusan kantor, kan mas bekerja juga untuk kita” kataku sambil mengelus wajahnya,

“tapi kali ini beda” selama beberapa detik suamiku terdiam sebelum kembali melanjutkan, “Mas, hhmm… mau keluar negeri ada urusan penting, mungkin dengan waktu lama mas baru pulang lagi,”

Kata-kata itu membuat tubuhku terasa lemas, bagaimana tidak, satu bulan tanpanya saja aku sudah rindu setengah mati, rindu akan cinta dan belaiannya, sekarang aku akan melewati hari-hari tanpa dirinya untuk jangka waktu yang tidak tentu. Cukup lama kami berpandangan, aku bingung harus ngomong apa lagi. Memang aku senang juga karena usaha suamiku semakin lancar, tapi di sisi lain aku takut kesepian,

“Ya sudahlah mas, kalau memang tidak ada cara lain” kataku dengan pasrah,

Dia terseyum sekali lagi dia mencium keningku dan dilanjutkan dengan bercinta tapi lagi-lagi ronde kali ini aku masih belum merasa puas. Ketika kami telah tergolek telanjang di balik selimut setelah orgasme tiba-tiba aku melihat bayangan hitam yang melintas di depan kamarku yang kebetulan tidak tertutup rapat. Saat itu Mas Roy telah tertidur sehingga aku urung membangunkannya dan aku sendiri juga mulai ngantuk, dalam hati aku berharap semoga yang lewat tadi bukan mengintip kami.



*************

Sudah 2 bulan aku di tinggal suamiku, jujur saja aku sangat kesepian tidak ada lagi belaian-belaian lembut darinya. Tapi kesepianku sedikit ditutupi oleh orang-orang yang selalu ada di sekelilingku, di belakang rumah ku ada sebuah kos-kosan sederhana yang memang sengaja kami buat agar rumah terlihat ramai. Dan aku juga memiliki tiga pembantu di rumahku, yang pertama Pak Budi dia bekerja sebagai tukang kebun di rumahku, usianya 50 tahun, rambutnya sudah setengah beruban dan bertubuh tinggi, sisa-sisa keperkasaannya ketika muda masih ...

...terlihat dari otot-otot lengannya yang padat, beliau merupakan pria yang paling tua di rumah ini dan sudah saya anggap sebagai orang tua saya sendiri, orangnya sangat kalem dan perhatian sekali terhadap keluarga kami; yang kedua Pak Joko usianya 38 tahun sebagai sopir pribadiku dan salah satu orang kepercayaan suamiku, berkumis tipis dan bibir tebal, orangnya sangat tegas tapi satu yang paling aku tidak suka yaitu matanya yang selalu jelalatan bila memandangi tubuhku; yang ketiga Pak Doni usianya 33 tahun, bekerja sebagai satpam di rumahku, orangnya humoris, sering sekali aku di buat ketawa olehnya, pas sekali dengan tampangnya yang mirip pelawak Komeng tapi dengan rambut dibuat cepak. Sedangkan yang ngekost di rumahku ada 4 orang yaitu Mas Indra dan Mas Agus bekerja di salah satu perusahaan swasta, Adi, seorang mahasiswa yang sedang kuliah di salah satu universitas, dan yang terakhir Ari masih duduk di bangku SMA kelas 2. Di rumah yang besar ini aku tidak memiliki pembantu wanita satupun, walaupun suamiku pernah menyarankan agar aku menyewa pembantu, tapi aku menolaknya dengan alasan apa yang akan aku kerjakan di rumah yang besar ini kalau semuanya dikerjakan sama pembantu, awalnya suamiku agak khawatir aku jatuh sakit akibat terlalu lelah bekerja, tapi akhirnya aku memberikan alasan yang membuatnya sedikit lega. Dan hingga kini memang semua pekerjaan di rumah aku kerjakan sendiri.



********

“Bener-bener hari yang melelahkan banget hari ini!“ gerutuku dalam hati sambil menjemur satu persatu pakaianku di tempat jemuran yang berada di bagian belakang, di depan kamar pembantu dan anak-anak kost. Bagaimana tidak capek seharian aku membersihkan rumah, belum lagi mencuci pakaian yang sudah menumpuk

“Wah, ibu jam segini baru selesai nyuci ya?“ sapa mas Indra sambil melepas sepatunya, tampaknya ia baru pulang dari kerja,

“iya nih mas, pakaianku dah numpuk banget soalnya“ kataku sambil menunduk untuk mengambil cucian dari baskom, saat aku menunduk, terlihat kedua bola mata mas Indra tertuju ke belahan dadaku yang kebetulan saat itu aku menggunakan baju kaos longgar dan celana pendek,

“Tumben mas pulang cepet, kan biasanya ampe malam,” aku sedikit risih saat bola mata itu mengikuti gerakan tubuhku, tapi aku tetap pura-pura tidak menyadarinya,

“iya nih bu, abis dah kangen pengen liat Ibu” katanya sambil cengengesan, aku tersenyum saja mendengar perkataannya, karena aku menganggap itu hanya sebagai gurauan saja, “gak kok bu, hari ini emang ga ada lembur, ya…. Jadi cepet deh pulangnya“ lanjutnya.

Lagi-lagi mata itu tertuju ke bagian dadaku ketika aku menunduk untuk mengambil celana dalam ku yang berwarna biru langit. Cukup lama aku menunduk, aku sangat yakin kalau mata itu sangat menikmati pemandangan indah ini. Rasa risih itu kini berganti senang karena berhasil mengerjai Mas Indra.



**************

Kejadian tadi siang masih terus membayangi otakku, entah kenapa setiap mengingat kejadian tersebut vaginaku terasa basah dan gatal sekali. Aku duduk santai di teras rumah sambil memandangi langit yang mulai gelap, sedangkan Pak Budi sibuk dengan tanaman di pekarangan, begitu juga Pak Doni yang lagi sibuk menutup pagar rumah. Dengan santai aku melangkah mendekati Pak Budi yang sedang menyiram tanaman.

“Sore Pak “ sapaku sambil tersenyum, kata suamiku senyumku bener-bener menggoda,

Saat ini aku menggunakan baju kaos biasa dan rok selutut berwarna merah sepadu dengan celana dalam ku dan BH ku. Aku duduk di samping Pak Joko yang lagi asyik menyiram bunga,

“Sore Non, eh Non kok duduk di situ?” tanyanya saat menyadari aku duduk di sampinya, “ntar roknya kotor loh Non”

“ah ga papa Pak, kalau kotor kan bisa dicuci, ya ga” Pak Budi terseyum dan duduk di sampingku

Perasaanku terasa damai saat melihat bunga-bunga yang ada didepan ku dan lagi-lagi aku teringat dengan suamiku, karena suamiku lah yang paling senang dengan bunga-bunga ini.

“Kenapa Non? kok diam?” tegur Pak Budi, sambil duduk di sampingku, aku tersyum, “ Non merasa kesepian ya? “ aku mengangguk pelan,

“sudahlah Non, jangan terlalu dipikirkan, kan masih ada Bapak?” katanya yang terus berusaha menghiburku, perlahan kusandarkan kepalaku ke dadanya, dengan lembut jari-jari Pak joko mengelus rambutku dengan lembut,

“Ternyata bunga- bunga ini lebih beruntung di banding Non” tiba-tiba Pak Budi mendekati kami sambil teseyum dengan khasnya,

“Ma….maksud bapak apa?“ kataku dengan nada yang tinggi,

“coba Non lihat, bunga ini setiap harinya selalu di siram, malahaaaan…. Dua kali sehari, sedangkan Non?“ kata-katanya mulai lancang.

Aku berusaha bangkit, dan rasanya ingin sekali aku menampar mukanya, tapi itu tidak mungkin karena tangan pak Budi menahan pundakku dengan kuat sehingga aku tak dapat bergerak, dengan santainya Pak Joko duduk di sampingku. Aku menatapnya dengan marah, berani sekali mereka berbuat begitu, mentang-mentang suamiku sedang tidak ada.



Tiba-tiba aku sangat kaget karena merasa ada sesuatu yang sangat hangat menjalar ke pahaku,

“kasian sama memek Non, sudah lama sekali tidak pernah disiram” jari-jarinya terus menjelajahi pahaku yang mulus, aku tidak dapat berbuat apa-apa cuman bisa menutup kakiku rapat-rapat..

“Heh…jangan kurang ajar ya!“ kataku dengan geram, “Pak apa-apaan ini, lepaskan aku!” kataku meronta dan memohon ke pada Pak Budi, tapi permohonanku percuma, karena dengan sigap ia malahan membuka pahaku agar Pak Joko bisa leluasa memandangi dan mengerjai vaginaku yang masih terbungkus celana dalam berwarna merah,

“Non ga boleh marah-marah seperti itu, apa yang di katakan Joko itu bener, kasian sama Non yang dah lama ga di siram,” kata si tukang kebun sambil meremas-remas payudaraku,

Apa yang dikatakan mereka benar, sudah lama aku tida merasakan belaian laki-laki ...

...seperti ini, aku kangen suamiku, walaupun Mas Roy selama ini tidak dapat memuaskanku,

“Sudahlah Non, jangan pura-pura lagi, Non sudah gatel kan itu buktinya cd Non sudah basah banget,” kata-kata itu membuat gendang telingaku terasa mau pecah, ingin sekali rasanya aku merobek-robek mulutnya,

“Jaga sikapmu ya atau kamu mau saya pecat!“ ancamku sambil memasang wajah yang garang walaupun aku agak terangsang,

“Yang memutuskan dipecat apa diterima itu kan suami non, dan kekuasaan itu sekarang sudah diserahkan ke saya, jadi Non gak bisa seenaknya mecat Joko tanpa seijin saya” sahut Pak Budi sambil terus meremas-remas payudaraku dengan kasar,

“Sudahlah Pak lebih baik sekarang kita bawa saja si ibu seksi ini ke postnya Doni, saya udah ga tahan ni“ kata Pak Joko sambil berusaha menggendong saya,



Sesampai di post, aku melihat Pak Doni terseyum puas saat melihatku tengah meronta dan memaki digendong oleh kedua pembantuku yang lain, perlahan Pak Budi menidurkan aku di kasur,

“Pak plisss, jangan Pak aku hikss,,,,hiks…. Aku kan sudah bapak anggap anak Pak“ kataku memelas, namu Pak doni sudah duduk di atas kepalaku sambil memegang tanganku,

“cup…cup….” tangannya yang kasar, mengahapus air mataku yang mulai membasahi pipiku, “tenang Bapak pasti melepaskanmu sayang, tapi nanti ya,”

Perlahan tangan Pak Budi mulai mengelus-elus pahaku,

“kaki mu putih sekali sayang, Bapak suka,”

Aku hanya dapat memejamkan mata, menikmati sentuhan-sentuhan Pak Budi yang sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri, aku benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan mereka terhadapku, kurang baik apa kami terhadap mereka sehingga tega berbuat senista ini.

“ha..ha…. tampaknya dia menikmati pak” kata Pak Doni, sambil meremas-remas payudaraku dengan kasar,

“tidak… lepaskan pak, kumohon!” Aku kembali berontak, walaupun usahaku akan sia-sia saja,

Mmuuaacckk…satu ciuman mendarat di bibirku, dengan ganas Pak Budi melumat bibirku yang tipis dengan bibirnya yang tebal, dengan begitu kasar lidahnya terus berusaha membelit lidahku.

“Hhmm…..iiihhkkk….oohhkkk!” aku semakin mendesah dan terangsang saat merasa selangkanganku menjadi panas, benda itu terus menggelitik klitorisku yang masih berbungkus celana dalam

“Oohhkk… Pak, stop Pak, jangan diteruskan” aku menggeliatkan tubuhku, menahan gejolak yang selama ini terpendam, tapi jari-jari Pak Doni justru semakin berutal meremas payudaraku,

“gila Non memekmu bener-bener mantap, wanginya itu loh, bikin ga nahan,” komentar Pak Joko sambil mengendusi dan melumat bibir bawahku

“Pak…..OOohhkk!!” tubuhku mengejang, seluruh badanku terasa bergetar akibat serbuan erotis ketiga pria itu, terutama vaginaku yang semakin berdenyut-denyut dijilati lidah Pak Joko dan dihisap-hisap



“Ssrreeeessss….ssrrreess……ssrreeeerrr” cairan cintaku mengucur tanpa tertahankan lagi

Jebol sudah pertahananku yang selama ini kujaga untuk suamiku yang entah ke mana ketika istrinya dinodai pembantu-pembantunya sendiri

“Mas maafkan aku, aku sudah ga kuat lagi menahan gejolak yang ada di diriku mas” jeritku dalam hati, perasaan bersalah pada suamiku dan kenikmatan birahi itu bercampur aduk, air mataku menetes dari sudut mataku, tapi tubuhku menggeliat-geliat.

“Benerkan Non, apa kata saya juga…sudahlah ngaku saja kalau Non itu sudah gatel, ya ga Don?” tanya Pak Joko yang ditanggapi Pak Doni dengan mengangguk bersemangat

“Betol tuh, betol…vagina Non emank udah gatel,” timpal Pak Doni cengengesan

Mukaku memerah mendengar perkataan mereka, sejujurnya aku sangat terangsang mendengar komentar mereka terhadapku. Pak Budi tersenyum menatapku yang terkulai tak berdaya, dengan lembut dia mengelus-elus rambutku dan berusaha membuatku setenang mungkin dan menikmati pemerkosaan ini. Perlahan tangan Pak Budi mulai melepaskan pakaianku satu-persatu, aku sudah pasrah apa yang akan terjadi terhadap diriku, tenagaku sudah habis untuk berontak, tidak perlu waktu lama aku sudah bugil di depan mereka, bangga, horny, malu dan marah itulah yang saat ini aku rasakan

“Uuueeedaann….tubuh Non Dhea seksi abis, bahenol gini“ Pak Doni yang pertama mengomentari tubuhku sambil meremas payudaraku dengan gemas

“Kamu memang sangat cantik sayang, tidak salah suamimu sangat mengkhawatirkanmu,” sambung Pak Budi,

“ha…ha…jadi seperti ini bodinya istri tuan, bener-bener seksi, jadi makin ga tahan, sejak gua intip waktu ngentot dulu jadi sering nyoli ngebayangin Non” komentar Pak joko yang paling membuat telinga dan mukaku tersa panas, ternyata dialah yang dulu mengintip ketika aku sedang memadu kasih dengan Mas Roy dan selama ini ia sudah berpikiran kotor tentang diriku, tahu begitu sudah kupecat dia selagi Mas Roy masih di sini.

Pak Budi sudah bersiap-siap memasukan penisnya ke dalam vaginaku, penisnya tidaklah terlalu besar, hampir sama seperti suamiku,

“Tidak Pak ja…jangan pak ku mohon,” aku memelas sambil berontak-berontak kecil, aku mulai pasrah apa yang akan terjadi terhadapku, aku tidak mungkin lepas.

Perlahan penis itu mulai menembus belahan vaginaku, dengan sekali sentakan penis itu amblas semuanya ke dalam vaginaku diiringi eranganku

“oohhh Pak, cukup Pak, jangan…aku oohhh…mmmm!” suaraku terputus saat Pak Joko melumat bibirku dengan rakus



Pak Budi mulai menggenjot vaginaku dengan cepat tanpa henti, sehingga membuatku kewalahan menerima sodokan-sodokan dari pak Budi. Kira-kira 15 menit Pak Budi menyodok vaginaku, sementara bibirku dilumat Pak Joko yang juga meremas-remas payudaraku dan Pak Doni menggerayangi tubuhku sambil mengecupi pahaku yang jenjang dan mulus.

...“Oohhkk… Bapak sudah ga kuat lagi Non!” erang si tukang kebun sambil menyodok makin keras

“Ccrroott….. ccrroott….aaahhh!!” ia melenguh panjang dan tubuhnya mengejang melepas kenikmatan ragawi ini.

Cairan hangat dan kental memenuhi vaginaku, aku menggigit bibir dan menangis, aku benar-benar telah kotor, bagaimana aku harus menghadapi suamiku nanti, apakah aku masih punya muka untuk itu?

“Gi mana Pak enak gak?“ tanya Pak Doni sambil mengelus rambut panjangku, Pak Budi hanya terseyum dan mengacungkan jempolnya

“Sekarang gantian gue ya!“ kata Pak Joko sambil berbaring di sampingku, “ Don tolong, dudukin Non Dhea ke atas kontol gue, cepetan dah ga tahan nih pengen ngerasain memek peretnya”

“Ja… jangan Pak, kumohon lepaskan saya” aku semakin ketakutan melihat ukuran penis Pak joko yang lebih besar 17 cm berdiameter 4, kepalah penisnyanya terlihat hitam mengkilat, lebih hitam dari warna kulitnya,

“ayolah sayang, rasanya pasti enak kok“

“Betol tuh…betol, rasanya pasti enak loh Non“ timpal pak Doni dengan gaya bicara mirip Made Suro, salah satu pelawak di Republik Mimpi itu, sambil terseyum puas,

Dengan dibantu si satpam yang sesekali meremas payudaraku, aku mulai menduduki penis Pak Joko, sopir pribadiku. Kugenggam benda itu dan kuarahkan ke vaginaku.

“Aaakkhh!!” aku melenguh dengan kepala menengadah saat ke kepala penis itu membelah bibir vaginaku, perlahan tapi pasti penis itu terbenam seluruhnya dalam vaginaku.



“oohhkk, Pak sakit, jangan kasar-kasar yah Pak” rintihku saat Pak Joko mulai menyentakkan pinggulnya ke atas

“Santai Non, nanti juga enak kok, memeknya keset banget nih, oohhkk…. Non terus Non, enak sekali” Pak Joko memerintahkan agar aku bergerak naik-turun sambil meraih payudara kiriku dan meremasnya.

“Non akan kita bikin hamil, ha…ha…ha!” sahut Pak Budi lalu memagut bibirku, air mataku kembali membasahi pipiku

“Tidak!! Tidak!! aku tidak mau hamil dari orang-orang seperti kalian!!” jeritku bercucuran air mata.

“Kenapa ngga Non? Kita kan ngebantu supaya suami kamu bahagia sayang, kasian sama suamimu dari dulu selalu mendambakan seorang anak” sambungnya yang membuat hatiku semakin sakit menerima penghinaan ini,

“OhKk Pak tidak, aku… aku uda ga kuat lagi pak…. OOhhh!!” aku tidak tahan lagi dengan orgasme yang segera akan tiba, kemaluanku berdenyut-denyut dan nafasku juga semakin tak terakur, akhirnya aku mengejang menyambut gelombang orgasme berikutnya, kali ini lebih nikmat dari sebelumnya, lebih dahsyat dari yang kudapat bersama Mas Roy, penis Pak Joko masih keras dan menyodok-nyodok vaginaku, sungguh perkasa.

“Wah… Non Dhea keluar lagi oy!“ kata Pak Doni kegirangan, sementara tubuhku yang semakin lemas ambruk ke pelukan Pak Joko, sopirku

“Ha…ha…gimana Non, nikmat kan entotan saya dibandingkan sama suami Non yang ga ada apa-apanya, ha…ha!!“ katanya dengan bangga

Aku hanya bisa diam mendengar pelecehan mereka, perlahan aku meresa ada sentuhan hangat yang menjalar di sekitar lubang anus,

“Hhmm….” cuma kata-kata itu yang keluar dari bibirku saat sentuhan itu semakin menjadi-jadi di lubang anusku.

“Sayang, tolongin Bapak ya, Bapak udah kepingin lagi nih“ kata Pak Budi sambil menyodorkan penisnya di depan bibirku,



“Jangan Pak…saya nggak mau, tolong jangan“ suaraku sedikit bergetar, terhadap Mas Roy saja aku tidak pernah melakukan oral seks karena bagiku menjijikkan, apalagi kalau harus mengoral penis hitam keriput itu, belum lagi bau keringatnya yang tidak sedap.

“Alah…jangan pura-pura suci Non, sono cepatan kulum tuh penis tua, kasian dah ngaceng dari tadi” sambung Pak Joko sambil menggenjot tubuhku semakin kuat,

“Ta…tapi, ohhkk… saya belum pernah Pak…Uuhhkkk!!” protesku langsung tersendat karena Pak Budi menjejali penisnya dengan paksa ke dalam mulutku yang membuka karena mendesah.

“sudah ayo, goyangnya lebih cepet!” kata Pak Joko sambil menghentakan penisnya lebih dalam,

“Sluuppss….. slslluuppss…..mmmm!” dengan terpaksa aku mengulum penis Pak Budi.

“Waduh…waduh kalian curang nih, masa gue cuman nonton doang, ga asyik ah“ kata Pak Doni yang memang dari tadi hanya memainkan anusku sambil meraba-raba tubuhku saja.

“Udah Don jangan marah, kan masih ada satu lobang lagi yang nganggur, iya ga Non” kata Pak Budi, aku diam saja sambil sesegukan karena mulutku sedang mengulum penis Pak Budi.

“Betul… betul itu juga pasti enak!” secepat kilat Pak Doni melepaskan celana seragam dan celana dalamnya, kini hanya mengenakan baju satpam saja,

“jangan…jangan Pak saya mohon jangan yang itu, itu pasti sakit sekali” kataku memohon dan berlinang air mata, tapi ia tidak peduli ataupun kasihan, perlahan belahan pantatku dibuka lebar-lebar, benda tumpul itu terasa panas saat menyentuh anusku,

“Pak sakiitt….jangan terusin Pak!” jeritku saat kepala penis itu membelah anusku, rasanya sangat sakit sekali karena ukuran penis Pak Doni lebih besar dari Pak Budi dan Pak Joko

Perlahan kepala penis itu terbenam di dalam anusku. Dan sekali sentakan semua batang penis itu terbenam semua di dalam anusku, aku hanya dapat berteriak sekencang-kencangnya tanpa menghiraukan sekelilingku,

“Pak ampun Pak, Hikss…Hiks… sakit pak, sakit banget!” rasa sakit itu rasanya tidak tertahankan sehingga penis pak Budi terlepas dari bibirku,

“Sabar ya sayang bentar lagi pasti enak kok, percaya deh sama Bapak ya“ Pak Budi ternyata sedikit pengertian, dia tidak lagi menyuruhku untuk mengulum penisnya, tapi ia tetap ...

...menahan tanganku yang menggenggam batang kemaluannya itu agar tetap mengocoknya.



Sekitar sepuluh menit kemudian, tiba-tiba Pak Joko mengerang dan memuncratkan laharnya ke dalam rahimku, disusul tidak lama lemudian Pak Budi juga orgasme di depan mukaku. Spermanya yang beraroma tajam dan kental itu muncrat membasahi wajahku. Terakhir Pak Doni juga menyusul kedua temannya 3 menit kemudian dengan memuntahkan spermanya di dalam anusku. Maka lengkap sudah penderitaanku hari ini.

“Kamu benar-benar bisa memuaskan Bapak sayang, lain kali kayak gini lagi ya” kata Pak Budi sambil menggosok-gosokkan penisnya ke wajahku,

“Gak nyangka gue hari ini mendapat rejeki nomplok, kapan-kapan kita main lagi ya Non, ketagihan nih saya sama memek Non, hahaha!!” dengan kasar Pak Joko mencabut penisnya dari vaginaku

“Betol itu….betol…memek Non Dhea enak banget, bikin saya ketagihan coy, hehehe!” sambung Pak Doni yang tidak kalah puasnya

Mereka bertiga tertawa-tawa dan melecehkanku yang terbaring lemas di dipan pos satpam. Tubuhku penuh dengan keringat dan ceceran sperma mereka, vagina dan anusku pun masih terasa sakit akibat sodokan-sodokan penis mereka tadi. Ini baru awal aku menjadi budak seks mereka, entah apa lagi yang akan terjadi hari-hari selanjutnya. Di kamar mandi di dalam shower box, aku meringkuk sambil menangis merenungi nasibku sementara air hangat terus mengucur membasahi tubuhku yang telah ternoda dan memenuhi box dengan uapnya.


Semenjak kejadian kemarin tubuhku masih terasa sakit, apalagi bagian vagina dan anusku yang kemarin sempat dikerjai habis-habisan oleh ketiga pembantuku. Selesai mandi aku langsung ke belakang rumahku. Pagi ini rumah ku tampak sepi sekali, maklum semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali Ari yang saat ini terbaring lemas karna sakit, sebagai Ibu kost yang baik aku harus merawatnya. Ari anak yang baik, kalem dan rajin, sehingga aku menyayanginya seperti anakku sendiri.

Tok.. tok… pelan-pelan aku mengetuk pintu kamarnya, “Ri, boleh ibu masuk?” tanyaku dengan lemah lembut.

“Iya Bu silakan, masuk aja ga di kunci ko!” suara Ari yang terdengar dari dalam,

Akupun membuka pintu dan melangkah masuk, anak itu terbaring di ranjangnya di bawah selimut.

“Gimana Ri keadaanmu sekarang?” sambil tersenyum aku duduk persis di samping wajahnya, saat itu aku masih menggunakan daster berwarna putih,

“Baik kok Bu udah mendingan” katanya sambil berusaha untuk duduk, tapi dengan cepat aku menahanya,

“Sudahla Ri kamu tiduran aja, lagi sakit gini harus banyak istrahat“ kataku sambil terseyum, dan dia membalas senyumanku, entah kenapa hari ini aku merasa bahagia sekali tidak seperti hari-hari biasanya.

“eh iya Bu, makasih ya Bu“

Aku berdiri melihat sekeliling, isi kamarnya terlihat sangat rapi sekali, berbeda dengan cowok pada umumnya. Mataku tertuju ke bagian tumpukan majalah yang terletak di samping lemarinya, sambil berjalan santai aku mendekati majalah tersebut.

“kamu juga suka baca majalah ya Ri?” Aku sangat kaget saat melihat majalah tersebut, banyak sekali foto-foto cewek yang sedang berbugil ria,

“eh.. hhmm… itu bukan punya saya Bu” jawab Ari dengan terbata-bata, aku menatap mukanya yang sekarang memerah,

“ Semenjak kapan kamu suka mengumpulkan majalah-majalah seperti ini Ri” kataku dengan ketus, seolah-olah ingin marah, padahal aku mulai terangsang melihat isi dalam majalah-majalah tersebut.



Aku semakin kaget saat melihat benda yang sangat aku kenal ada di dalam tumpukan majalah tersebut, aku semakin deg-degan, dan napasku semakin tidak teratur, perlahan aku kembali mendekati Ari dan duduk di sampingnya,

“Ari, kamu kok diam, semenjak kapan kamu suka baca-baca yang seperti ini?” mukanya semakin pucat, bingung harus berkata apa,

“itu… itu… bukan…pu..punya Ari Bu, tapi punya temen Ari, iya punya temen Ari” katanya dengan penuh keraguan, rasanya ingin sekali aku tertawa melihat wajahnya yang ketakutan,

“oohh begitu, tapi kalau ini,” aku menunjukan celana dalamku yang berwarna pink, mukanya semakin pucat saja, aku yakin dia pasti sangat malu sekali karena ketahuan belangnya

“punya temen juga” sambungku sambil tersenyum penuh kemenangan, Ari hanya diam saja,

“Pantesan selama ini celana dalam Ibu sering hilang ga taunya kamu ya yang ambil“

Entah kenapa aku merasa bangga dengan apa yang aku miliki. Ternyata anak pendiam seperti Ari saja tidak sanggup untuk menolak kecantikanku,

“maaf Bu, Hmm… Ari ngaku salah, Ari janji ga bakal melakukan itu lagi, maafin Ari ya Bu” mukanya terlihat sangat memelas, rasa takut bener-benar menghantuinya,

Tapi aku kaget melihat perubahan terhadap dirinya, bagian boxsernya sedikit mengembung, mukanya yang tadi pucat pasi kini merah merona seperti tomat, aku sadar ternyata bagian dalam dasterku keliahatan, kini aku yang dibuat bingung. Jantungku terasa berdetak kencang, napasku semakin susah di atur. Saat membayangkan celana dalamku dilihat jelas oleh anak yang masih seumur jagung, tapi aku tetap berusaha tenang, tanganku sedikit gemetar saat mengompres kepalanya,

“Ibu harap ini yang terakhir kalinya Ibu liat majalah-majalah ini ya,”

“eh iya Bu, Ari janji,” aku yakin sekali, Ari pasti bisa menyadari kalau vaginaku sudah sangat basah.

“semenjak kapan Ari menyimpan celana dalam Ibu“

Tanpa kusadari kepala Ari semakin mendekati selangkanganku, napasnya sangat terasa di bagian vaginaku yang masih terbungkus celana dalam berwarna putih. Semakin lama wajahnya semakin dekat mungkin hanya tinggal beberapa senti saja, hembusan napasnya semakin terasa di pori-pori selangkanganku,

“eh, ta…tapi Ibu ja..ja..jangan marah ya? “ aku diam saja hanya membalasnya dengan usapan lembut di rabutnya yang ikal,

“Semenjak pertama kali Ari kos di sini Bu, soalnya saya diem-diem ngagumin Ibu”

Ohh…aku sudah semakin tidak tahan lagi, seluruh tubuhku terasa panas, ingin rasanya aku memeluk dan mencium setiap inci tubuhnya,

“Ooh gitu, ya sudahlah tapi kamu janji ya, jangan di ulangi lagi?” Ari hanya mengangguk lemah,

“ya sudah Ibu mau ke pasar dulu,” sebelum aku meninggalkannya, dengan sengaja celana dalam itu tidak aku ambil dan kubiarkan saja di samping Ari, anggap saja itu obat buat dirinya agar cepat sembuh.



***********

Hari semakin siang. Saat itu aku hendak memasak tapi aku lupa kalau persediaan di dapur sudah kosong, akhirnya kuputuskan untuk belanja ke supermarket terdekat

“Pak Joko….tolong antar saya ke supermarket ya,”

“Iya Non,” jawabnya dari seberang, selesai bersiap-siap, aku menuju mobilku yang sudah siap di depan rumahku,

“Siang ini non terlihat sangat cantik sekali, he..he… “ aku sedikit risi saat tangannya mencolek pantatku,

“Jangan kurang ajar ya Pak, ini masih siang!” bentakku saat tangannya semakin berani meremas-remas pantatku,

“Galak amat si Non, kemaren keenakan gitu, gimana sih” katanya sambil membuka pintu mobilku di bagian depan, “mulai sekarang Non duduk di samping saya saja ya, he..he…”

Entah setan dari mana aku menuruti kemauannya begitu saja, terus terang aku terangsang membayangkannya walaupun ada rasa marah dalam hati. Perlahan mobilku pun berjalan menuju ...

...supermarket, saat dalam perjalanan tangan Pak Joko tidak henti-hentinya mengelus pahaku yang ditutupi celana jins, ingin sekali aku menamparnya tapi itu tidak mungkin karena saat ini aku dalam kekuasanya, lagipula kalau terlihat orang di luar tentu tidak enak.

“Kok ga pake rok sih Non, saya kan jadi susah pegang-pegangnya Non,” tanyanya kurang ajar, aku cuek saja, tiba-tiba tangannya semakin berani meremas vaginaku dari luar

“Pak…cukup! Jangan keterlaluan gitu dong!” aku menatapnya marah dan tanganku menahan tangannya yang berusaha meremas-remas selangkanganku, mungkin karena takut dengan tatapan galakku, Pak Joko melepaskan juga tangannya dari selangkanganku

Ia terseyum dan mengambil Hp nya, lalu memperlihatkan isi video yang ada di layar Hpnya. Aku sangat kaget sekali saat menyadari di dalam video itu adalah diriku saat diperkosa oleh mereka bertiga, aku melihat diriku sendiri menggelinjang dalam dekapan mereka. Betapa panas wajahku dan malu melihat semua itu.

“Kalau ini kurang ajar gak Non? Gimana coba kalau suami Non tau, he…he….!!” Ejeknya dengan senyum menjijikkan

Tubuhku terasa lemas sekali saat mendengar perkataan Pak Joko,

“Maksud Bapak apa sih!? Apa sih mau kalian!?” kataku dengan lirih, mataku sembab, ingin sekali aku menangis

“Saya tidak bermaksud apa-apa kok Non”

“Bapak mau uang kan? oke saya akan berikan Pak, tapi tolong jangan ganggu saya lagi” kali ini aku sudah tak mampu lagi menahan air mataku



Pak Joko tersenyum puas, ia sepertinya sangat menikmati telah membuatku tunduk hingga menangis di depannya.

“Ah, saya tidak butuh uang kok Non, gaji yang di berikan ke saya itu lebih dari cukup saya hanya membutuh kan memek Non buat puasin saya, ha..ha…”

Tiba-tiba Pak Joko membelokan mobilnya ke tempat yang agak sepi,

“Nah, sekarang Non tau kan tugas Non apa?” katanya sambil tersenyum, lalu ia langsung melumat bibirku, lidahnya menyeruak masuk ke rongga mulutku tanpa dapat kutahan, jari-jarinya mulai bermain di payudaraku, remasannya semakin lama semakin kasar. Tubuhku pun tak mampu lagi menolaknya, darahku berdesir, putingku mengeras, aku mulai terangsang lagi.

“Pak cukup, jangan di teruskan…oohhkk yyeaahh!“ aku merintih saat tangannya menyusup ke dalam kaosku, sekali-kali putingku ditarik rasanya sangat nikmat sekali,

“Ayo Non buka celananya jangan malu-malu, katanya sambil menjilati daun telingaku.

Ia membuka ikat pinggangku dan menurunkan resleting celanaku. Anehnya aku malah membantunya melepaskan celana dan cdku sendiri. Kini bagian bawahku sudah bugil total dan jari-jarinya mulai bermain pada vaginaku yang sudah basah oleh lendirku

“Oohhkk pak, jangan di terusin, saya ga kuat, hhmm….” desahku merasakan jari-jarinya semakin liar mengobok vaginaku,

“Ayo Non kita selesaikan sekarang” katanya sambil membuka resliting celananya dan mengeluarkan penisnya,” sini Non duduk di pangkuan saya “

Tanpa babibu aku menurut saja disuruh menduduki penis Pak Joko yang sudah mengeras. Saat penis itu melesat ke vaginaku rasanya masih terasa sakit sama saat pertama kali Pak Joko menusukku kemarin

“Ooohhhkkk Pak…sakit!“ rintihku ketika semua batang penisnya masuk semua ke dalam rahimku



“Ayo Non digoyang, ohh… yeess… enak Non,” perintahnya padaku

Dengan rasa was-was takut ada orang atau mobil lewat, aku mulai menaik-turunkan tubuhku di pangkuannya. Untungnya daerah kompleks perumahan ini terbilang sepi dan kaca mobilku tidak tembus ke dalam namun kalau dilihat dari depan tentu tetap terlihat aku sedang naik turun pada pangkuan sopirku ini.

“Ssshh….jangan…aahh…jangan Pak!” aku menahan tanganya ketika hendak membuka kaosku, aku tidak ingin orang melintas di luar sana melihat tubuh bugilku.

Syukurlah ia cukup mengerti, sebagai gantinya ia hanya mengangkat bagian depan kaosku yang menghadap ke arahnya beserta cup braku sehingga dengan demikian ia dapat melumat payudaraku sambil menikmati genjotanku.

“Udah Pak cukup aaahhhk…. saya udah ga kuat Pak, lepasin saya Pak jangan perkosa saya lagi, hhmm….” kata-kataku semakin membuat Pak Joko bernapsu,

“Gimana ya Non kalau suami Non tau kalau istrinya saya entot, ha..ha… “ aku semakin terangsang mendengar pelecehan-pelecehan yang terlontar dari mulut sopirku ini

Tiba-tiba tubuhku mengejang, rasanya mau meledak dan akhirnya aku orgasme berbarengan dengan Pak Joko yang juga memuntahkan spermanya ke dalam vaginaku. Tubuhku langsung lemas, rasanya nikmat sekali walau kenikmatan ini kudapat lewat pelecehan.

“Mulai sekarang Non tidak boleh lagi memakai pakaian seperti ini, harus selalu memakai rok mini dan tanktop, yang terakhir Non ga diperbolehin memakai celana dalam dan bh, Non mengerti kan?” aku hanya mengangguk lemas, aku tidak menyangka kalau nasibku akan menjadi seperti ini, menjadi budak para pembantuku sendiri.

Setelah itu, Pak Joko kembali menstarter mobil dan membawaku ke supermarket yang kumaksud. Dalam perjalanan pulang di tengah jalan, ia kembali bersikap kurang ajar. Kali ini aku disuruhnya membuka baju hingga bugil sepanjang perjalanan. Sekali lagi aku menuruti saja apa yang dikehendakinya. Yang paling menegangkan bila ada kendaraan berlawanan arah, aku refleks menutupi dadaku.

“Hehehe…daripada susah-susah nutupin badan mendingan Non sambil sepongin aja kontol saya, kan nunduk jadi ga keliatan” ejeknya.

Benar juga pikirku, dengan demikian aku dapat menunduk walaupun harus mengikuti keinginan mesumnya itu. Akupun menunduk dan membuka celananya, penisnya kukeluarkan dan mulai kuhisapi. Di sebuah daerah yang sepi, Pak Joko menghentikan mobilnya dan kembali aku digarapnya, tidak lama memang, tapi sensasinya sungguh luar biasa. Dia akhirnya orgasme dan menumpahkan spermanya di perutku. Aku baru diperbolehkan memakai kembali bajuku saat sudah dekat rumah.



*************************

Hari itu sudah ...

...malam. Aku masih mengingat-ingat kejadian tadi siang, baru kali ini aku bercinta di dalam mobil, aneh rasanya tapi bagiku pengalaman ini tidak dapat kulupakan begitu saja. Malam ini aku mengenakan gaun tidur yang pendek sehingga memperlihatkan sepasang paha jenjangku yang mulus. Sesuai kata Pak Joko aku tidak diperbolehkan mengenakan celana dalam dan bh. Aku berjalan keluar rumah, saat aku mendekati kamar Adi aku mendengar rintihan-rintihan seorang wanita. Karena penasaran kucoba untuk mengintip di balik kaca yang tidak tertutup rapat itu. Aku sangat kaget saat menyadari di dalam kamar Adi terdapat seorang gadis yang merintih menahan nikmat saat Adi menjilat vaginanya. Entah siapa gadis berparas cantik itu, mungkin pacar, mungkin teman kuliah, atau siapapun, aku baru pernah melihatnya. Aku semakin larut dalam intipanku. Tanpa sadar tanganku mulai menyelusup ke bagian bawah dasterku, kumasukan jari tengahku ke dalam vaginaku yang tidak bercelana dalam. Aku mulai merintih menahan nikmat saat jariku keluar masuk dalam rongga kewanitaanku. Gadis itu semakin menggeliat-geliat seiring lidah Adi yang semakin liar menyapu vaginanya, ditambah lagi cucukan-cucukan jarinya. Tak lama kemudian Adi menindih tubuh gadis itu dan mengarahkan penisnya ke vaginanya. Ia mulai bergerak turun naik di atas tubuh telanjang si gadis, begitu juga jariku yang semakin cepat bergerak keluar masuk vaginaku. Aku seharusnya marah dan menegur mereka karena telah berbuat asusila di kost ini, tapi aku sendiri rasanya tidak berkuasa untuk itu karena akupun telah berbuat sama dengan para pembantuku.

“Hhhhmmm…ehem!” aku kaget setengah mati mendengar suara berdehem dari belakangku, aku segera membalik badanku dan melihat Mas Indra sudah berada di belakangku, entah sejak kapan ia di situ.

“Mampus dah!” pikirku, wajahku jadi tegang karena tertangkap basah dalam keadaan begini

“Lagi ngapain Bu?” tanyanya santai

“Eh ngga saya cuman lagi lewat saja kok, Mas juga belum tidur?” aku mencoba mencari alasan

“Belum ngantuk nih Bu, Ibu sendiri belum tidur nih?” aku mengangguk pelan,

“Jadi ga mas, katanya mau ngajarin saya main internet?“ akhirnya aku menemukan alasan yang tepat, tapi mengapa malah alasan seperti ini, bukankah dengan demikian berarti aku memberi syarat bahwa aku rela digiring ke kamarnya?

“Oh iya boleh Bu, sekarang aja…mumpung saya tidak ada kerjaan”

“Boleh juga tuh” aku mengiyakan dengan sendirinya, sisi liarku menginginkan ia akan memperkosaku di kamarnya.

Sungguh susah dijelaskan memang, sejak perkosaan oleh para pembantuku itu aku selalu menginginkan kenikmatan seksual tidak peduli dengan cara apapun, aku rela melakukannya meskipun harus dilecehkan. Apa sebenarnya yang telah terjadi? Apakah mereka telah memeletku sehingga menjadi gila seks seperti ini? Oh, aku pun tidak tahu, aku hanya bisa menikmatinya saja.



******************

Ketika aku masuk ke kamarnya aku sangat kaget karna melihat temannya yang sedang tiduran sambil memainkan hpnya. Tubuhnya sangat kekar, dadanya dipenuhi bulu-bulu dan tato, tubuh ku terasa merinding melihatnya. Aku juga baru pernah melihat teman Indra yang satu ini.

“Ben… Beno bangun ada Ibu Kos gue nih” Beno seperti takjub melihatku yang berdiri di samping Mas Indra

“Kenalin Bu ini temen kantor saya, namanya Beno, Beno…ini ibu kos gue” aku terseyum dan menyodorkan tanganku,

“Dhea” sahutku memperkenalkan diri

“Wah gak gua sangka Dra…ibu kos lo cantik banget masih muda lagi, gua kira cewek kuliahan yang sama-sama ngekost disini” katanya pada Indra setelah menjabat tanganku.

Aku hanya tersenyum mendengar pujian dari Beno. Kulihat matanya jelalatan memandangi tubuhku yang hanya dibalut gaun tidur yang minim ini. Aku menerka-nerka apakah mereka tahu di balik gaun ini tidak ada pakaian dalam, hal ini membuatku semakin horny saja. Ahh…apakah aku sudah sedemikian gatalnya?

“Silakan duduk Bu!” aku duduk lesehan di depan komputer mas Hendra

Karena rokku pendek jadi sebagian paha mulusku dapat dinikmati oleh Beno dan Mas Indra.

“Bu Dhea mau belajar mainin internet Ben, Lo bisa bantuin kan, “ tanya Indra, Beno hanya mengangguk

Perlahan Beno mendekatiku dan mulai mengajariku. Selama mengajari mata kedua pria itu tidak lepas dari paha dan payudaraku, mereka selalu curi-curi pandang untuk melihat bagian tersebut.

“Gimana Bu udah mulai mengerti kan?“ kata pria bertampang sangar itu sambil mengelus punggungku sehingga aku sedikit merinding,

“Ndra pintu kamarnya ditutup aja, dingin nih, anginnya gede” kata Beno sambil mengedipkan matanya

Mas Indra langsung berdiri dan menutup pintu kamarnya, melihat gelagat mereka aku bukannya menghindar dan mohon diri tapi malah tetap di situ, sepertinya ada suatu kekuatan yang membuatku tetap di situ.

“Di internet kita bisa buka apa saja yang kita suka Bu“ tangan Beno mulai berani mengelus-elus pahaku sedangkan Mas Indra mulai memiijit leherku sehingga aku mulai terangsang,

“be..begitu ya…” kataku terbata-bata menahan gejolak yang ada dalam diriku, perlahan tali daster ku terjatu ke samping,

“Buka flem BF juga bisa Bu“ sambung Indra yang masih mengelus leherku yang jenjang,

“Apa itu BF?” kataku pura-pura tidak mengerti



Beno yang mengerti keinginanku langsung membuka situs BF..

“Ini yang nama nya BF” kata Beno saat dia memutar film BF yang memperlihatkan adegan seorang cewek Asia lagi disetubuhi oleh seorang pria berkulit hitam.

“Auuu…“ dengan sengaja aku berteriak, “jorok ah Mas, matiin cepat” kataku sambil menutup mukaku pake tanganku,

Saat Beno sibuk dengan komputer, Mas Indra tidak menyia-nyiakan kesempatan, perlahan dasterku ditarik ke atas sehingga rambut vaginaku yang berbulu tipis terlihat jelas olehnya

“Filmnya bagus loh Bu, sayang kalau gak ditonton” kata Beno sambil mengelus-elus paha bagian dalamku

“Iya Bu sayang kalau ga ditonton, apalagi kalau ga dipraktekkan” timpal Mas Indra sambil berusaha memegang tanganku agar aku tidak dapat menutup mataku, kini kedua tanganku sudah dikuasai Mas Indra dengan pura-pura terpaksa aku melihat adegan yang ada di layar monitor. Sementara mereka semakin berani menggerayangi tubuhku. Beno semakin liar mempermainkan selangkanganku, sekali-kali jarinya menggelitik klitorisku yang berhasil ditemukannya. Terkadang kakiku tertutup rapat dan terkadang terbuka lebar, suara-suara desahan mulai keluar dari bibirku. Perlahan dasterku diangkat ke atas melewati kepalaku.

“Ibu tiduran aja ya” bisik Mas Indra di telingaku, aku hanya menurut saja saat Mas Indra merebahkan tubuhku di ranjang.

“Gila Ndra kulit ibu kost lu mulus banget, gue dah gak kuat nih!” dengan gemas Beno langsung meremas payudaraku dengan brutal

“oohhkk… sakit Ben jangan…lepasin!“ erangku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku

“Ga nyangka Gue ternyata Istri mas Roy bisa di pake juga, ha..ha..” tawa Mas Indra

Belum sempat aku memprotes komentar mereka, mulutku sudah tersumpal oleh bibir Mas Indra, dengan ganas lidahnya membelit lidahku. Beno tidak mau kalah dengan rakusnya dia menyedot putingku yang mulai mengeras, sedangkan jari-jarinya sibuk mengocok selangkanganku yang basah oleh lendir cintaku.

“AhhKk…. Hhmm….” rintihan ku menjadi-jadi saat jari tengah Beno bergerak keluar masuk vaginaku,

“Ga nyesel gue kos di tempat Ibu” kata Mas Indra sambil menjilati telingaku.



Dengan cepat Mas Indra melucuti pakaiannya sehingga telanjang bulat begitu juga dengan Beno, aku sangat kaget sekali saat melihat penis Mas Indra tidak terlalu panjang tapi kepala penisnya sangat besar dan berurat, sedang punya Beno ukurannya sangat besar 22 cm dan berdiameter 4-5. Kedua penis ini akan segera mengaduk-aduk vaginaku, membayangkannya saja aku sudah lemas.

“Ayo Bu diisep” kata Beno sambil menyodorkannya ke mulutku, awalnya aku pura-pura menolak tapi akhirnya aku mau juga mengisap penis Beno

“ya… enak Bu terus, isepan ibu gak kalah sama perek yang suka nongkrong di jalan loh ha..ha…”

“Maklumlah, sudah lama dia gak dikasih jatah sama suaminya, ha..ha…” sambung Mas Indra

Mataku langsung melotot ke arah Indra, aku benar-benar merasa terhina dengan perkataan Mas Indra, ada perasaan menyesal dalam hati, tapi sudah terlanjur. Bagaimanapun aku juga menginginkan semua ini terjadi. Tidak lama kemudian Beno mengerang dan disusul orgasmenya yang memenuhi rongga mulutku sehingga dengan terpaksa aku menelan spermanya. Untuk pertama kalinya aku menelan sperma laki-laki,

“Mulutnya aja enak udah enak gini, mana memekknya ya“ kata Beno sambil mendorong-dorong penisnya makin dalam hingga menyentuh tenggorokanku.

“Biar gue duluan yang coba memek perek satu ini” kepala Mas Indra sudah berada di tengah selangkanganku. Vaginaku terasa hangat saat lidahnya menyentuh dinding dalam vaginaku

“Ampun Mas…geli…ahh…enak!!” lidah Mas Indra semakin buas mengisap klitorisku membuat aku menceracau tak karuan

“Ibu suka kan saya giniin, ayo ngaku!”

“Iya Mas. Ohk saya suka sekali….” Mas Indra terseyum puas,

“Hanya sekali saja bu,”

“Ga mas, lebih dari sekali saya OohhKK… suka, hhmm…” kataku terbata-bata, “ayo Ben, payudaraku nganggur nih” kataku sudah tidak malu-malu lagi meminta padanya.



Tanpa buang-buang waktu Beno dengan rakusnya mengisap payudaraku.

“Toked Ibu kenyal banget, bentuknya juga bagus, gue suka, emmm” sahut Beno sambil mengenyot payudara kananku

“memek Ibu juga masih keliatan segar, berwarna pink lagi” Mas Indra dan Beno terus-terusan memuji diriku, malam ini aku benar-benar dibuat melayang ke angkasa

Setelah puas menjilat vaginaku, Mas Indra langsung menindihku, kakiku diangkat ke pundaknya perlahan penisnya membelah vaginaku

“Mas sakit pelan-pelan, kepalah kontol Mas Indra terlalu besar…. Oouu…”

“Bukan kepala kontol saya Bu yang besar emang memek Ibu yang sempit banget, hhhmm…”

Dengan susah payah Mas Indra memaksa masuk penisnya ke vaginaku dan setelah beberapa kali tarik ulur baru kepalanya saja yang masuk

“Susah banget masuknya, memek lonte satu ini seret banget” katanya

“Uda Ndra hajar saja lah, teken yang kuat” kata Beno menyemangati Indra,

Sekali sentakan semua batang kemaluan Indra masuk ke dalam vaginaku, semakin lama sodokannya semakin cepat sehingga menimbulkan irama yang merdu,

“Sakit Ndra, oohh…. Hhmmm… Ndra” tiba-tiba vaginaku terasa berdenyut-denyut, rasanya ada yang mau keluar, tanpa bisa kutahan lagi akhirnya aku orgasme untuk pertama kalinya

“Gimana Bu servicenya Indra enak ga?” tanya Beno sambil mencubit putingku,

“Iya Ben, enak banget, malam ini kalian boleh memainkan saya sepuas kalian…tolong yah puasin saya!” dengan gaya menggoda kuelus pipi Beno, aku semakin tidak sadar apa yang kukatakan yang kutahu hanyalah kenikmatan yang harus dituntaskan.



“Ooohh… Ben gue dah gak kuat lagi, hhhmm….uuhh!” tiba-tiba dengan kasar Mas Indra mencabut penisnya dan mendekatkannya ke mukaku,

Cccrrooott……. Ccrrrooott….penis itu memuncratkan isinya beberapa kali. Mukaku pun penuh dengan sperma Mas Indra yang kental.

“Semalaman gue betah sama ni perek” mereka berdua mentertawakanku,

“Sekarang giliran gue ya Ndra!“ dengan posisi berdiri Beno menggendongku

Kedua tanganku berpegangan dengan lehernya sedangkan kedua kakiku melingkar ke pinggangnya. Dengan ganasnya dia menggenjot vaginaku, rasanya sakit sekali apa lagi ukuran punya Beno jauh lebih besar dibandingkan Indra. Semakin lama rasa sakit itu berganti dengan rasa nikmat, kini ...

...tak ada lagi niat untuk jual mahal karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku mengalahkan akal sehatku. Tidak butuh waktu lama tubuhku kembali mengejang, dan untuk kedua kalinya aku mengalami orgasme,

“Belom apa-apa udah keluar lagi nih lonte”

“ha…ha… gue jadi pengen ngerjain dia lagi nih!” Mas Indra mendekati kami berdua aku tak tahu apa yang akan dia lakukan,

Tiba-tiba aku merasa ada benda tumpul yang memaksa masuk anusku

“Jangan Mas, saya mohon jangan dari situ,” kataku memelas karena aku tahu betul rasanya pasti sangat sakit sekali karena aku pernah melakukannya dengan pembantuku, tapi apa daya kini benda itu mulai memasuki anusku,

“Ben bantuin gue dong, susah nih lobangnya sempit banget!” kata Indra

Pantatku terasa sakit saat Beno membuka paksa belahan pantatku agar kontolnya Mas Indra bisa masuk, dan benar saja perlahan tapi pasti akhirnya masuk juga,

“nngg….uughhkk…” rintihanku tertahan saat Beno mengecup bibirku dengan buas, bibir mungilku di sedot-sedot, jijik sekaligus menggairahkan rasanya,

“Pantatnya enak banget Ben lo mau coba ga?” kata Mas Indra sambil meremas-remas pantatku,

“boleh juga tuh! Abis lu ya!” jawab Beno

“hhmm…. Ben, saya udah gak kuat “ erangku saat air cintaku semakin membanjiri vaginaku yang sedang digenjot Beno.



Tubuhku terasa bergetar, kakiku mengejang saat menikmati orgasmeku sepuas-puasnya. Sodokan-demi sodokan semakin dalam menghujam liang vaginaku,

“Gimana Bu udah puas belom?” kata Beno kepadaku, aku hanya mengaguk lemah jujur saja tubuh ku terasa lemas tidak ada tenaga sedikit pun yang tersisa,

“Tapi saya belom puas loh Bu jadi gimana dong?” tanyanya lagi

Mendengar perkataan Beno aku benar-benar merasa terhina tapi apa daya karena akulah yang memulainya. Kini aku di suruh menungging kaki kananku diangkat dengan sekali sodokan penis itu melesat masuk ke anusku, sakit sekali rasanya bukan hanya di anusku tapi hatiku juga terasa sakit diperlakukan seperti hewan, namun dari pelecehan yang merendahkanku inilah justru kudapatkan kenikmatan yang melebihi kenikmatan bercinta dengan suamiku. Dengan ganas Beno kembali menggenjot anusku, sehingga ketika Beno menarik penisnya seolah anusku tertarik keluar dan pada saat kontol itu menghujam rasanya anus ku serasa dimasuki daging yang keras sehingga terasa sesak sekali.

Tidak butuh lama aku kembali orgasme untuk kesekian kalinya, dan disusul oleh Beno sehingga anusku terasa hangat oleh semburan spermanya. Beno dan Mas Indra terlihat puas melihatku kewalahan menghadapi mereka berdua

“Saya benar-benar tidak menyangka kalau Ibu bisa saya pake seperti ini, Ibu adalah wanita yang paling munafik yang pernah saya kenal”

Telingaku terasa panas mendengar komentar Mas Indra, walaupun apa yang dia katakan itu benar, aku adalah wanita yang munafik baru dua bulan ditinggal suami sudah lima penis yang berhasil memasuki vaginaku

“Ndra please jangan katakan itu lagi, itu tidak pantas…!” aku mencoba membela diri,

“Ha..ha…tidak pantas apanya Bu, bukannya Ibu menikmati sekali tadi itu? Kapan-kapan kita main lagi ya Bu, pantat Ibu bener-bener enak” kata Beno sambil membelai bongkahan pantatku

Posisiku saat itu sedang tengkurap. Aku diam saja tidak mendengarkan celotehan Beno, walaupun aku bilang tidak ujung-ujungnya aku juga pasti akan kembali dikerjai oleh mereka



Dengan susah paya akhirnya aku mampu berdiri namun ketika aku hendak mengambil dasterku tiba-tiba Mas Indra menghalanginya,

“Mas kembalikan dasterku,” aku mulai kesal dengan tingkah laku Mas Indra,

“Wanita sepertimu tidak pantas mengenakan pakaian seperti ini, ya ga Ben” Beno hanya mengangguk saja,

Muak sekali rasanya aku melihat mereka, aku sangat menyesal memberikan tubuhku kepada mereka, ini sudah kelewatan.

“Sudah sana keluar, kami masih ada urusan!” sahut Mas Indra sambil mendorong tubuhku keluar tanpa sempat memakai apapun.

Kini aku tidak dapat lagi menahan air mataku, apa kata penghuni rumah ini kalau sampai ada yang melihat keadaan tubuhku yang tanpa sehelai benang dan dilumuri sperma. Memalukan sekali rasanya, tapi apa daya aku tidak dapat menolak nasibku yang sekarang, api yang kunyalakan itu telah membesar tanpa kendali sehingga membakar diriku sendiri. Untunglah malam itu sudah sepi aku tiba di kamarku setelah berjingkat-jingkat dengan penuh was-was kalau-kalau ada orang yang menemukanku berjalan di koridor tanpa busana. Setelah membasuh diriku di kamar mandi, telepon berbunyi dan aku segera mengangkatnya setelah memakai kaos gombrong dan celana pendek.

“Hai Dhea…gimana kabar? Dah lama gak ketemu ya!” sapa suara di seberang sana.

Penelepon itu adalah Mbak Reni, adik perempuan Mas Roy, seorang janda tanpa anak berusia 28 tahun. Ia baru saja bercerai dari suaminya yang tukang main gila tiga bulan lalu. Ternyata Mas Roy dari luar negeri memintanya agar pindah saja ke sini untuk menemaniku agar tidak kesepian. Kini ia sedang mengkonfirmasi kedatangannya yang katanya besok siang. Oh Mas Roy, kamu benar-benar terlambat, kalau saja ia melakukannya lebih awal tentu tidak masalah. Tapi kini kost ini telah dipenuhi kegilaan karena kegatalanku sendiri, aku telah menjadi budak seks para pembantuku dan juga penghuni kost ini, kalau ada seorang wanita lagi yang datang bukankah itu sama saja berjalan masuk ke sarang srigala? Aku terdiam sesaat bingung harus menjawab apa padanya.

“Dhea…Dhe…kamu masih disitu? Kok ga ada suara??” tanya Mbak Reni.

“Oohhh…iya Mbak…nggak…maksud saya…” tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, “maaf ya Mbak sebentar ada orang” aku menaruh gagang telepon di meja untuk membukakan pintu.



“Hah…Pak Budi? Ngapain malam-malam gini?” aku terhenyak melihat ternyata yang datang tukang kebunku itu.

“Hehehe…mau ketemu Non lah biasa” katanya sambil ...

...menyeringai menjijikkan.

“Nggak Pak, pokoknya nggak!” aku menutup pintu lagi tapi ia menahannya

“Mbak Reni nelepon kan Bu, bilang mau pindah sini nemenin Ibu?” tanyanya, “kenapa Ibu ragu-ragu gitu jawabnya? Saya akan mempersiapkan kamar supaya dia bisa nyaman tinggal disini, kan ini tugas saya Bu, hehehhee!” ia terkekeh-kekeh

Kurang ajar, ternyata ia menguping pembicaraan dari telepon yang pararel dengan yang di ruang tamu. Kini ia mengincar kakak iparku juga.

“Cepat Bu, jawab teleponnya” katanya pelan sambil melihat ke arah gagang telepon, “atau saya yang jawab sambil nyeritain keadaan disini selama Bapak pergi”

Dengan mata melotot marah aku mengambil gagang telepon itu.

“Ehh…iya Mbak Reni…emmm…jadi gimana?” aku meneruskan pembicaraan dengan suara lemas.

“Gimana apa Dhe…aku kan sudah ngepak barang-barangku, tinggal besok berangkat ke tempat kamu, siang kamu di rumah kan? Mbak pake taksi aja jadi ga usah repot-repot!” katanya.

“Ehh…iya…iya Mbak saya tunggu!” kataku.

“Oke, Dhe see you tommorow ya, dadah!” katanya menutup pembicaraan.

Aku menaruh gagang itu pada telepon dan berbalik menatap marah pada Pak Budi, hatiku panas sampai tidak tahu harus ngomong apa lagi. Ia hanya cengengesan sambil berjalan makin mendekatiku. Kuangkat tanganku dan kuayunkan untuk menampar wajahnya, namun ia berhasil menangkap pergelanganku dan langsung mendekap tubuhku. Aku tidak mampu menghindar ketika bibirnya melumat bibirku. Aku pasrah saja ketika aku didorongnya hingga tersungkur di ranjangku, setelah ia membuka kaos dan sarungnya ia segera menyambar tubuhku dan melucuti pakaianku. Malam itu di tengah kemarahan, kegalauan, bercampur kenikmatan aku digarap oleh tukang kebun tuaku itu. Aku masih berpikir apakah kelak Mbak Reni akan bernasib sama denganku menjadi budak seks atau….oohh sudahlah, aku sudah terlalu lelah memikirkan hari esok. Sekarang ini biarlah kunikmati dulu momen-momen bersama tukang kebunku ini.

1 komentar: