Sabtu, 31 Maret 2012

Alfi dan Lila, Si Dokter Cantik 1

Suatu sore di tempat praktek Dr. Lila

“Tak ada yang perlu engkau kuatirkan, janinmu dalam keadaan sehat” ujar Lila pada Niken.

“Ada baiknya memasuki trismester pertama ini kalian jangan terlalu banyak berhubungan intim dulu agar tak membahayakan janin di dalam kandunganmu ”tambahnya lagi.

Bagi Lila, pasangan Niken dan Donnie adalah merupakan pasangan yang aneh, seperti halnya  Didiet dan Sandra. Mereka semua menjalani kehidupan kamar tidurnya dengan cara yang aneh. Mungkin orang lain menganggap prilaku mereka ‘menyimpang’  ‘abnormal’ atau ‘sakit’. Bahkan Lila juga mengetahui bahwa bayi yang dikandung Niken bukanlah berasal dari Donnie dan siapa bapak biologis sesungguhnya meski terlihat keduanya sangat berbahagia. Namun Lila tetap bersikap profesional dengan menjaga kerahasiaan masalah pasiennya apalagi Niken merupakan sahabat akrabnya sejak SMU dulu.

“La, kapan kamu menyusul aku?” Tanya Niken disaat Lila sedang memeriksa perutnya yang mulai membuncit

“Eng..a.pa?”

“Ah engkau ini.. tentu saja maksudku menikah!”

“me.nikaah?”

“Iya menikah…dan punya anak”

“a..ku..belum memikirkannya Nien”

Lila merasa aneh karena baru pagi tadi ibunya menelpon dirinya juga menanyakan hal sama padanya.

“Kok bengong La?”

“Eh..a…ya” Lila baru tersadar saat Niken menegurnya.

“Kamu melamun memikirkan omonganku tadi ya?”

“He e…tadi ibu memintaku pulang ke kota H beberapa hari. Aku tahu ia pasti ingin membicarakan masalah yang kau katakan barusan”

“Bukankah itu merupakan sebuah niat yang baik kan? Lantas kenapa kamu terlihat murung La? Apakah kau masih juga memikirkan kegagalan hubunganmu dengan Erik dulu?”

Lila menghela napas, tatapannya menerawang ke arah jendela. Kejadian di masa-masa SMU sepuluh tahun yang lalu seolah kembali muncul membayang di kepalanya bagaikan adegan-adegan slide. Erik pemuda tampan, anak seorang pejabat tinggi kota H yang saat itu menjadi tambatan hati Lila. Cinta Lila bersemi layaknya gadis remaja lainnya.

Hingga pada suatu hari Lila tak sengaja memeregoki Erik sedang bercumbu mesra dengan seorang gadis lain di dalam ruang UKS. Gadis itu tak lain adalah Elena juga merupakan seorang gadis yang popular di sekolahnya. Jika dibandingkan dengan Lila jelas Elena unggul dari segi penampilan fisik. Elena seorang anak yang modis dan menonjolkan keindahan tubuhnya buat menarik perhatian kaum lelaki. Dengan rok mininya ia selalu membuat jakun para siswa lelaki naik turun karena berulang-ulang meneguk air liur. Sedangkan Lila lebih mengandalkan kecerdasan otaknya di sekolah.  Sebenarnya Lila lebih cantik dan memiliki bentuk fisik yang lebih baik dari pada Elena namun ia bukanlah type gadis pesolek. Ia adalah  seorang kutu buku yang betah bergelut di laboratorium biologi dan perpustakaan selama berjam-jam, rambut kepang dan kaca mata tebalnya itu menutupi semua kecantikannya. Kepergok berselingkuh bukannya meminta maaf, Erik malah meninggalkan Lila dan lebih memilih Elena yang ‘panas membara’ itu sebagai pacarnya. Betapa hancurnya hati Lila saat itu. Kekecewaan dalam cinta pertamanya terasa begitu menyiksanya. Satu-satunya sahabatnya yang ia percayai sebagai tempat mencurahkan isi hatinya hanyalah Niken. Sejak peristiwa tersebut Lila-pun tak pernah lagi menerima cinta pria lain di hatinya. Ia telah memutuskan telah menutup pintu hatinya rapat-rapat bagi setiap cinta yang datang.

“Entahlah Nien… hatiku masih terasa sakit bila teringat lagi akan peristiwa itu”

“Selama ini kamu terus sibuk meniti kariermu dan kejadian itu sudah lama berlalu. Tak ada salahnya jika sekarang kau berusaha membuka hatimu lagi bagi seorang lelaki, La”

“Aiihhh…Kita lihat saja nanti…yang jelas aku harus memiliki jawaban yang tepat saat bertemu ibu besok”

“O ya La, Kebetulan Alfi juga berada di kota H sejak seminggu yang lalu. Kasihan dia, Ibunya baru meninggal dunia. Mungkin kamu bisa mengajaknya pulang bersamamu ke sini bila urusanmu telah selesai”. Ujar Niken

“Ngga masalah Nien, aku akan menghubunginya setibaku di sana”

**************************

Kota H,

Wanita tua itu terlihat begitu bahagia saat melihat kedatangan putri sulungnya itu. Lila memang seorang putri yang sangat membanggakan buatnya. Cantik, cerdas dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga. Namun yang menjadi kekhawatiran ibu Lila karena sampai dengan saat ini tak terlihat tanda-tanda anak gadisnya itu akan menikah meski usianya merambat ke kepala tiga bahkan setelah adiknya Lidya menyelesaikan kuliahnya dan sudah memperoleh pekerjaan sekalipun. Jangankan memikirkan untuk menikah pacarpun ia tak punya. Lila bukanlah seorang gadis yang tak laku-laku. Penampilan fisik yang indah sempurna serta karier yang baik menjadikan Lila sebagai figure seorang  istri yang sangat diidamkan oleh banyak pria. Sayangnya kegagalan percintaannya dengan Erik menjadikan hatinya dingin bagaikan gunung es. Ketika hendak masuk ke dalam rumah seorang dara yang tak kalah cantik dengannya setengah berlari menyongsongnya. Lidya adiknya memeluk seraya mencium pipinya.

“Cup…Kakak lama sekali tak pulang kami berdua sudah kangen” ujar Lidya.

“Aku sibuk sekali akhir-akhir ini. Setiap kali berencana buat weekend kemari selalu tertunda karena ada saja pasien yang  harus dibantu melahirkan. Bagaimana pekerjaanmu?” tanya Lila kemudian.

“Baik kak. Aku menyukainya.” Lidya bekerja di sebuah Bank di kota ini.

“Syukurlah kalau begitu. Mana ibu?”

“Tuh baru keluar, sejak kemarin ia gelisah memikirkan kakak”

Lila menoleh ke arah pintu di mana seorang wanita tua menatap kedatangannya dengan senyum mengembang. Lila mencium tangan ibunya dan juga pipinya yang sudah berkeriput.

“Istirahatlah dulu nak. Lidya sudah membersihkan kamarmu” ucapnya.

Memang sebenarnya Lila sangat membutuhkan istirahat bukan hanya karena ia baru menyetir sendiri kendaraannya selama tiga jam nonstop dari kota S ke kota H, namun juga istirahat dari kesibukannya sebagai seorang dokter. Tiga bulan belakangan ini dirinya nyaris tak punya waktu buat dirinya sendiri. Paginya ia sudah harus praktek di dua klinik berbeda hingga hampir larut malam di setiap harinya. Paling-paling ia punya waktu istirahat di sela-sela jam makan siangnya. Belum lagi jika harus menolong pasien yang mau melahirkan yang sudah barang tentu tak punya jadwal tetap. Semua itu begitu menguras tenaga dan pikirannya. Ia berharap kesejukan dan ketenangan kota kelahirannya ini paling tidak bisa memberinya suasana yang fresh selama beberapa hari sebelum kembali bergelut dengan pekerjaan rutinnya.

“La , ibu mungkin telah mengganggu aktivitasmu, namun ada yang harus ibu bicarakan denganmu dan tidak bisa melalui telepon.” ujar ibu Lila saat mereka duduk berdua di beranda rumah sambil minum teh menjelang sore.

“Ngga papa kok bu, di klinik ada seorang dokter lain yang biasa menggantikanku.” ujar Lila sambil menghirup tehnya.

“La “ sang bunga nampaknya langsung menuju ke pokok pembicaraan

“Ya bu, ” Lila meletakan cangkir tehnya. Lila merasa ia mulai masuk ke bagian yang tidak ia sukai selama ini namun ia tak ingin terlihat gusar dan gelisah di depan ibunya.

“Barangkali kau sudah maklum apa yang ingin ibu bicarakan padamu? Ibu hanya ingin menanyakan tentang hubunganmu dengan Robert”

Robert adalah seorang dokter muda seperti halnya Lila ia juga memiliki karier yang cukup cemerlang. Dua bulan yang lalu ibu Lila berniat menjodohkan Lila dengan pemuda  yang merupakan putra temannya itu.

“Kami memutuskan untuk ber..teman bu”

“Hanya sekedar teman nak? Kenapa? Ada yang salah dengannya? Ibu lihat ia seorang pemuda sopan, sukses dan bahkan…sangat tampan” tanya ibunya. Ia  bingung type pria macam apa  yang mampu menggetarkan hati putrinya ini. Berkali-kali ia berusaha menjodohkan Lila pada seorang pemuda. Namun ada saja alasan Lila untuk menghindar dan menolak.

“Entahlah…Lila hanya tak merasa tertarik padanya” jawab Lila sekenanya.

“Haihhhh….ibu sudah tak tahu harus berbuat apa agar kau cepat bertemu jodohmu nak” ujar ibu Lila sambil menghela napas.

“Bu, bukannya Lila tak memikirkan hal tersebut namun Lila masih ingin sendiri dan fokus pada pekerjaan dan karier dulu saat ini.. Lila mau cari uang yang banyak buat membahagiakan ibu”

Memang semenjak ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu. Ibu Lila terpaksa membating tulang dengan menerima upah jahitan demi menghidupi dirinya dan  kedua putrinya saat itu. Terutama Lila yang tengah kuliah di Fakultas Kedokteran sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit.  Setelah berhasil menamatkan kuliahnya dengan waktu yang cepat dan dengan nilai yang sangat baik. Lila sempat membuka praktek lalu melanjutkan program spesialisnya. Dan Sekarang setelah menyelesaikannya Lila-pun mengambil alih tugas ibunya sebagai tulang punggung keluarga. Beberapa bulan menjadi dokter pengganti bagi seorang dokter yang lebih senior pun di jalaninya. Perlahan semakin banyak pasien yang merasa cocok berobat padanya. Hingga akhirnya ia diminta oleh klinik tempatnya bekerja menjadi dokter utama di sana menggantikan seniornya yang memasuki usia pensiun.

“Sayangku …selama ini Ibu sudah cukup bahagia melihat kalian anak-anak ibu tumbuh dewasa dan berhasil dalam hidupnya namun rasanya kebahagian ibu belumlah lengkap ibu sudah semakin tua, sebelum ibu pergi ibu mau melihatmu menemukan seorang suami yang baik dan memberi ibu seorang cucu yang lucu. sekian lama ibu menanti namun hal tersebut tak kunjung datang. Sebenarnya apa lagi yang kamu tunggu, nak?.Bukankah saat ini kamu sudah memiliki semuanya, materi berlimpah,.karier yang baik…”

“Lila hanya belum menemukan lelaki yang cocok bu”

“Apakah ini karena…Erik” tanya ibunya. Lila diam tak menjawab pertanyaan yang satu itu.

“Ibu mengerti perasaanmu nak. Namun tidak semua pria itu berkelakuan buruk, contohnya ayahmu. Ia seorang suami dan ayah yang baik, pengertian dan penuh kasih sayang terhadap keluarga. Tak baik berlarut-larut membiarkan satu kegagalan menghalangi hidup dan kebahagianmu. Ada banyak pangeran tampan dan baik hati di luar sana yang menantimu” ujar ibunya.

Lila tahu banyak sekali kebenaran di dalam kata-kata sang bunda barusan. Selama ini jauh di dasar jiwanya ia selalu dilanda kegelisahan yang ia sendiri tak tahu penyebabnya. Tabiatnya yang keras kepala dan ingin mempertahankan prinsip hidupnya bukannya mendatangkan ketenangan bagi hatinya. Tak dapat dipungkiri jika jiwanya yang gersang itu sebetulnya sangat membutuhkan hangatnya cinta dari lawan jenisnya. Namun di sisi lain ia kapok buat dikhianati.

“Mungkin Lila akan pikirkan hal itu nanti bu, namun untuk Lila harus menunda dulu hal itu mumpung karierku sedang baik saat ini. aku kuatir setelah menikah belum tentu suamiku mengijinkan aku bekerja bu” jawabnya masih bersikukuh mempertahankan prinsipnya.

“Tapi nak kau tak mungkin terus-terusan melajang tetap saja pada akhirnya kita harus mengikuti kodrat kita sebagai wanita… menikah… .melahir anak”

“Bagaimana dengan Lidya bu, aku tak keberatan bila Lidya telah bertemu jodohnya lebih dulu dari aku bu” Lila sudah kehabisan kata untuk menghindari kejaran ibunya.

Wanita tua itu akhirnya terhenyak lemah. Ia sadar sulit sekali membujuk Lila buat menikah.

“Nak…Lidya adikmu tak mungkin melakukan hal itu nak, ia sangat menghargaimu sebagai yang lebih tua.”

Lila membisu.

“Baiklah … ibu tak ingin memaksakan kehendak ibu padamu …” ujar ibu Lila dengan suara bergetar sementara mata tuanya itu mulai meneteskan air mata.

Lila kaget.  Ia tak menyangka pembicaraan mereka kali ini telah membuat ibunya sedemikian kecewanya. Ia buru-buru memegang jemari tua ibu dan menciumnya. Tapi tangis penuh kesedihan ibunya sudah tak terbendung lagi.

“Bu..ibuu.”

“mungkin… sudah menjadi suratan buat ibu bila bakal melihat putri-putri ibu tak menikah sampai tiba waktunya ibu harus pergi” ujarnya lagi diantara isaknya.

“Buuu jangan berkata begituu…Lilaa tak bermaksud menyusahkan ibuu…Lila akann menuruti mauu ibu asalkan ibu tak sedih lagi ya bu” bujuknya sambil meletakkan kepalanya di pangkuan sang bunda. Air matanya pun meleleh tumpah. Ia begitu menyayangi ibunya. Ia takut sekali bila membuat ibunya sedih apalagi sampai menangis karenanya.

Wanita tuapun itu membelai rambutnya lembut.



Sementara itu di sebuah rumah kontrakan.
Sriti

Sriti

Pagi itu Alfi terlihat sedang dalam mengumuli seorang wanita cantik. Pantat bulatnya berayun cepat penuh dengan gairah membara. Wanita itu tak lain adalah Sriti, seorang mantan PSK tercantik dari lokalisasi X teman sekamar dan sejawat ibunya Alfi dulu. Tubuhnya yang sintal ditambah wajah yang manis menjadikannya rebutan para pelanggan tempat tersebut selama beberapa tahun. Meski kulit tubuh gadis itu tak seputih kulit Sandra maupun Niken namun wanita itu terlihat sangat ayu dengan kulit kuning langsat. Sejak berada di kota H, Alfi seakan menemukan lagi cinta pertamanya. Ia merengek-rengek minta persetubuhan pada wanita yang bertahun-tahun ia rindukan ini. Walau pada awalnya sempat menolak namun akhirnya Sriti mau menuruti keinginan anak itu. Sriti juga tak dapat mengingkari jika ia sebenarnya rindu akan belaian seorang lelaki. Sekian lama Ia memang  tak pernah lagi merasakan sebuah persetubuhan semenjak ia meninggalkan dunia hitam dua tahun yang lalu. Tak tanggung-tanggung hari ini ia mendapatkan penis Alfi yang sudah tumbuh sedemikian besarnya. Belum pernah ia melayani pelanggan yang memiliki alat vital sebesar milik anak ini. Mulanya Sriti agak kaget melihat pertumbuhan kemaluan Alfi yang sangat pesat tersebut. Pastilah sangat menyakitkan buat Sandra dan yang lain saat mereka di perawani oleh anak ini dulu pikir Sriti. Ia sungguh tak menyangka akibat  perbuatannya dulu itu telah menjadikan  Alfi seorang kuda jantan kecil. Clek..clek…clek..clek.. suara itu mencul akibat kocokan-kocokan Alfi pada vagina Sriti.

“Ouhhh…Fiiiiiii” rintih Sriti.

Ia tak tahu entah sampai kapan Alfi akan menyetubuhinya. Meski sudah tiga jam-an melakukan itu namun bocah itu tak kunjung merasa puas. Alfi berusaha keras bertahan agar tak berejakulasi di vagina wanita yang dulu mengenalkannya pada seks buat pertama kali dan sekaligus merengut keperjakaannya itu. Ia tak ingin membuat Sriti hamil. Ia sadar bila ia hanya akan menambah kesusahan bagi kehidupan Sriti. Lima menit berselang Alfi merasakan penisnya diremas kuat-kuat oleh otot-otot kemaluan gadisnya itu. Ia tahu Sriti telah kembali memperoleh orgasmenya. Entah ia tak mengitung berapa kali Sriti mengalaminya. Yang jelas ia harus bertahan dalam hisapan dahsyat itu setidaknya setengah menitan bila tak ingin kebobolan.

“Sayanggggg….kakak dapettt lagiiii!” pekik Sriti lirih.

Ploppp! Akhirnya penis Alfi terlepas dari vagina Sriti tanpa berejakulasi.

“Kurang enak ya Fi? Memek kakak ngga seenak punya kak Sandra-mu ya?” tanyanya merajuk melihat Alfi belum juga berejakulasi.

“Siapa bilang. Punya kakak legit banget, peret dan ngisep kuat kok”

“Tuh buktinya kamu ngga keluar-keluar”

“Kakak sayang, Alfi ngga mau kakak hamil. Biar Alfi muncrat di mulut kakak saja”

Sriti mengambil posisi berbaring menyamping sehingga penis Alfi menghadap ke wajahnya.

“Ihhh…Besar banget sih!…” gumam Sriti gemas pada benda berkulup itu.

“Ohh..kakaaakkk” desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh batang kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh mulut kekasihnya itu. Sriti menghisap, mencucup, dan melakukan semua gerakan yang ia ketahui semasa ia menjadi pelacur dulu.Hanya dalam hitungan detik Alfi pasti bakal muncrat dibuatnya. Dan benar saja…

“Arckkkkk…. Ka.kaaakkkk!!!” pekik Alfi, bola matanya terbalik ke atas, penisnya berdenyut-denyut keras dan dari ujung lubang pipisnya melejit lendir-lendir kental menghantam kerongkongan Sriti. Sriti menelan semuanya tanpa sisa hingga pada tetes terakhir.

“Apa? mau Lagi?” Tanya Sriti pada Alfi ketika anak itu sudah akan menindihnya lagi.

“He e kak lagi”

“Sudahan dulu ah, punya kakak nyeri. Lagian bukankah hari ini kamu ada janji buat ketemu dengan dokter Lila?”

“Iya kak tapi jam sebelasan kan masih lama. Alfi  masih pingiiiin bangettt..”ujar Alfi sambil menunci posisi pinggul Sriti yang montok.

Sriti berusaha mengerakan pinggulnya namun tetap gagal menghindari agar hujaman Alfi. Penis besar anak itu seakan bermata dan tak pernah meleset menemukan sasarannya dan kembali bersarang di dalam bekapan vaginanya yang legit.

“Ouhhh….Fiiii….Dasar kamu ngga ada puas-puasnya”

********************************

Siang harinya Alfi janjian bertemu dengan Lila di sebuah mal. Alfi nyaris tak mengenali Lila jika tak disapa duluan oleh gadis itu. Alfi terperangah tak menyangka Lila sedemikian cantiknya bila sedang tak memakai atribut dokternya. Tak ada kaca mata tebal yang selalu nangkring di hidungnya, Rambutnya tergerai indah, dan bentuk tubuh gadis itupun begitu indah terbalut oleh sebuah gaun hitam ketat yang menonjolkan semua sisi kefemininnya. Selama ini Alfi hanya bertemu dengan Lila di ruang praktek.

“Fi, aku berencana pulang ke kota S beberapa hari lagi. Niken berpesan padaku buat mengajakmu pulang bersama.. Mereka ingin kamu ada di sana saat Nadine melahirkan minggu-minggu depan. Kuharap masa berkabungmupun sudah selesai”

“Iya kak…Alfi nurut apa kata mereka, Lagian Alfi juga sudah satu minggu tak sekolah”

“Di mana kamu tinggal Fi?”

“Alfi numpang menginap di rumah kontrakannya kak Sriti”

“O..Sriti juga tinggal di kota ini?”  Lila teringat pada mantan primadona lokalisasi X di kota S temannya ibu Alfi.

“Iya kak, Sejak dua tahun lalu ibu bersama dengan Kak Sriti memutuskan untuk  pindah ke sini buat memulai kehidupan baru yang lebih bersih. Ibu dan Kak Sriti bekerja di sebuah motel namun hanya sebagai receptionist mereka tak mau lagi melakukan pekerjaan mereka dulu. Kasihan ibu ia tak mempunyai keahlian apapun sehingga hanya mampu bekerja seperti itu. Dan yang paling Alfi sesali karena ibu sudah pergi sebelum Alfi jadi orang dan bisa memberikan apa-apa baginya”

Lila melihat Alfi begitu tegar menghadapi musibah yang menimpanya. Anak ini telah tumbuh menjadi pribadi yang tegar dan mandiri seiring kedewasaannya. Lila sangat menghargai orang-orang yang melawan kesulitan hidup ini dengan kerja keras, mereka yang membangun hidup dalam kepahitan nasif seperti halnya Alfi beserta ibunya dan juga Sriti. Betapapun ini juga mengingatkan ia akan perjuangan ibunya sendiri dalam menghidupi ia dan adiknya.

“Kakak turut prihatin atas musibah yang menimpa dirimu Fi, yang penting sekarang kamu harus rajin belajar dan bertekat untuk menjadi orang yang berhasil kelak”

“Makasih ya kak”

“Fi, kamu pasti belum makan siang kan?”

“Eng..Iya kak”

“Bagus kalau begitu kita makan di resto itu ya?”

“Eng.. terima kasih kak tapi biar Alfi makan di rumah saja”

“Loh..kenapa Fi, aku masih pingin ngobrol sama kamu sambil makan siang bersama”

“baiklah jika demikian”

Saat makan siang bersama, Alfi  dengan sabar meladeni Lila ngobrol. Perbedaan umur dan tingkat intelejensi yang jauh tak membuat pembicaraan mereka jadi tidak nyambung karena Alfi berbicara apa adanya. Anak itu begitu polos, jujur dan apa adanya juga dalam menuturkan kisah hidupnya. Tapi omonganya tak pernah menyerempet ke hal-hal yang tabu.. Lila-pun dengan perhatian mendengarkannya. Terkadang secara tidak sengaja cerita Alfi berakhir dengan kelucuan-kelucuan dan membuat Lila tertawa geli. Entah kapan terakhir ia makan siang atau malam bersama seorang lelaki. Mungkin lima atau enam bulan yang lalu. Iapun tak ingat pasti. Kala itu ia sempat makan malam bersama seorang lelaki. Acara makan malam yang kaku itu berakhir begitu saja tanpa ada kelanjutannya. Hal sama selalu terjadi pada setiap pria lain yang di sodorkan ibunya sebagai calon suaminya. Bahkan Robert pemuda terakhir itu hanya sempat datang bertamu dua kali tanpa di suguhi Lila air minum. Entah apakah karena sang dewa asmara yang sudah putus asa menarik busur buat membidikan panah asmara ke hati Lila ataukah memang karena memang hati gadis itu sangat keras dan dingin bagaikan sebuah bukit es. Yang jelas satu persatu para lelaki yang coba mendekatinya mundur dengan sendirinya karena gagal mencairkan kebekuan di hati Lila. Namun tidak dengan makan siang kali ini. Bersama Alfi, Lila merasakan kenyamanan dan  kegembiraan. Paling tidak ia bisa melupakan sejenak kegundahan hatinya terhadap permintaan sang bunda padanya kemarin sore. Obrolannya dengan Alfi seakan mampu melepaskan sedikit beban hatinya selama ini.

“Sudah lama kamu tak datang ke klinik Fi, sebaiknya kamu rajin memeriksakan kesehatanmu” ujar Lila.

“Ke..napa Alfi harus sering diperiksa kak. Alfi kan tidak sakit?” ujar Alfi kecut jika harus datang ke sana.

Dari dulu Alfi memang takut sekali dengan jarum suntik, apalagi setiap kali bertemu Lila selalu memberinya suntikan.Selain itu ia juga tetap merasa malu bila terpaksa harus menunjukan batang kemaluannya buat diperiksa oleh Lila, walaupun benda miliknya itu sering di pegang-pegang dan diemut oleh banyak wanita.

“Bukankah tadi kamu mengatakan jika selama tiga hari dalam tiap minggunya kamu tinggal bersama Kak Niken-mu, lalu empat hari sisanya bersama Kak Sandramu kan?”

“I..ya kak”

“Nah. mengingat aktivitas seksu..eng…. itu yang sangat sering itu, paling tidak setiap bulan kamu harus memeriksakan diri”

“Ya kak tapi… bolehkan jika sekarang kita ngga ngomongin soal itu kak?”

“Hi..hi..memangnya  kamu takut ya Fi?” Tanya Lila.

“Iyalah, habismya kakak selalu nyuntik kalau ketemu, kan sakit!”

Lila tertawa geli mendengar ketakutan Alfi. Lila sudah mengenal Alfi sejak dua tahun yang lalu. Meski secara fisik Alfi terlihat tak berbeda dengan  anak lain seusianya namun anak ini telah banyak mengalami peristiwa yang dasyat dalam hidupnya. Hubungan mereka sebagai dokter dan pasien membuat Lila mengikuti pertumbuhan Alfi menuju kedewasaannya. Selama ini Lila tak pernah menerima pasien pria. Itu hanya karena mendiang ibu Alfi adalah salah satu pasiennya. Terkadang wanita malang itu terpaksa mengajak serta Alfi buat di periksa kesehatan terutama bagian alat kelaminnya. Ibunya tak dapat menjaga pergaulan Alfi di dalam lingkungan kotor seperti di lokalisasi X sehingga telah ikut menyeret putra satu-satunya ke dalam jurang kenistaan di usia yang masih sangat muda. Ketika Alfi diadopsi oleh pasangan Sandra dan Diditpun, Lila-pun dapat mengetahui semua kejanggalan yang terjadi dalam hubungan suami istri itu meski mereka tak pernah secara langsung mengatakannya padanya. Hingga akhirnya Niken sahabat terbaiknya pun ikut masuk dalam kehidupan Alfi.

Bagi Alfi sendiri, Lila merupakan figure yang patut dikagumi. Betapa tidak selama ini Alfi hanya mengenal para wanita di lokalisasi X yang hanya menjadi alat pemuas nafsu bagi kaum lelaki saja. Setelah bertemu Lila, barulah ia tahu ternyata ada juga wanita yang demikian pandai dan hebat melebihi kemampuan kebanyakan  kaum lelaki. Ia merasa sangat segan terhadap wanita satu ini. Lila tak seperti wanita lain kebanyakan yang ia kenal. Gadis itu sangat tegas dan sangat….dingin. Tapi hari ini Alfi melihat sisi yang berbeda pada Lila. Entah mengapa hatinya bergetar aneh seperti saat ia bertemu dengan Niken dulu. Meski demikian Alfi tak ingin berpikiran macam-macam terhadap Lila.

“Lila! Kamu? “ sapa seseorang tiba-tiba di tengah-tengah kegembiraan itu

“E..rik?” desis Lila ketika mengenali siapa yang menyapanya itu. Lila masih bengong dari duduknya.

Entah mengapa ada rasa perih di hatinya memandang pemuda itu. Apalagi saat itu Erik datang bersama seorang wanita dengan dandanan mencolok. Blouse ketat, rok mini, dan make up menor ala artis sinetron. Erik tak menyangka ia bakal bertemu lagi dengan  Lila, gadis yang pernah ia sakiti hatinya dahulu. ia bahkan terperangah melihat penampilan Lila sekarang. Tak pernah terbayangkan olehnya gadis itu menjadi sangat mengoda.. Paras yang sangat cantik dan mempunyai postur tubuh yang indah ukuran 34-27-34 ditunjang  tinggi tubuh yang 170 sentimeter membuatnya lebih nampak bagai seorang model ketimbang dokter. Berkali-kali ia meneguk ludah sambil mengamati tubuh Lila. Lila bukannya senang berjumpa dengan pemuda itu. Ia bertambah muak melihat sikap buaya Erik. Erik yang baru menyadari kebodohannya segera buru-buru memperbaiki sikapnya.

“Ehh…lama tak bertemu, Apa kabarmu La?”

“Baik, bagaimana denganmu Rik?”

“Juga baik, Lalu angin  apa yang membawamu kembali ke kota ini?”

“Aku hanya mampir sebentar menengok ibu dan Lidya”

“Kau pasti sangat sibuk sekali ya, kudengar dari teman-teman kita dulu kau telah menjadi seorang dokter ahli kandungan yang terkenal di kota S. O ya siapa ini? kacungmu kah?” ujar Erik dengan nada agak mengejek.

Lila bertambah tidak senang melihat tingkah laku Erik yang seakan memandang rendah orang lain.

“Hmm.. kenalkan ini Alfi sahabatku, dia orangnya sangat baik padaku tak seperti kebanyakan lelaki yang kukenal selama ini” sindir Lila

“Kau masih seperti dulu La, tak berubah” ujar Erik. Ia tahu Lila tak begitu senang bertemu dengannya.

“Kamu juga masih seperti dulu, terutama seleramu” ujar Lila. Sambil melirik ke arah wanita di samping Erik.

“Oya ini Monica, Mon kenalkan ini Lila mantanku dulu” ujar Erik semakin tak mengenal sopan santun.

Wajah Lila merah padam. Ingin rasanya ia menanggapi perkataan Erik dengan pedas namun ia cepat-cepat mengendalikan perasaannya. Sungguh rugi meladeni orang semacam Erik. Lebih baik ia lekas pergi dari situ karena pembicaraan mereka  menjadi semakin tidak sehat.

“Kupikir kalian perlu meja, kebetulan kami sudah selesai, silakan dipakai saja”

“Kenapa buru-buru kita bisa ngobrol bareng di sini” ujar Erik terkejut ketika Lila beranjak meninggalkan tempat itu diiringi si Alfi. Nampaknya dia agak menyesal juga dengan ulahnya tadi.

“Mungkin kapan-kapan Rik soalnya kami ada urusan lain, sampai ketemu” ujar Lila berlalu dari sana tanpa menoleh kebelakang lagi. Alfi terkejut saat Lila mengamit tangannya agar berjalan lebih cepat meninggalkan tempat itu

“Siapa pemuda tadi kak?” tanyanya setelah mereka jauh

“Teman kakak sewaktu si SMU dulu” Jawab Lila.

“Ganteng ya kak”

“Buat apa punya tampang tampan tapi tak punya kesetiaan” ujar Lila ketus.

“Iya juga sih”Alfi buru-buru tak meneruskan bicara mengenai topic tersebut  lagi sadar ia jika Lila tak senang mengupasnya lebih lanjut. Dalam hatinya ia dapat menduga pasti ada telah terjadi sesuatu pada hubungan mereka dulu.

“Kak, kita beli es krim di sana yok, kali ini biar Alfi yang traktir” ujarnya berusaha mencairkan suasana hati Lila.

Sepertinya usahanya berhasil. Nampak sunggingan senyum di bibir indah Lila.

***************************

Sore harinya, Lila dikejutkan oleh kedatangan Erik di rumahnya. Saat itu ibunya yang menyambut pemuda itu. Ibu Lila menganggap putusnya jalinan asmara antara putrinya dan Erik merupakan hal yang biasa dikalangan remaja. Oleh karenanya ia tetap menyambut baik kedatangan pemuda itu. Mereka sempat berbincang berdua sebelum ibu Lila masuk ke kamar putrinya. Di dalam kamar Lila terlihat sedang menatap kaca meja rias dengan malas, tak ada lipstick dan polesan bedak buat tamunya yang satu ini.

“Anak perempuan kok tidak dandan padahal kedatangan tamu istimewa”

Lila tetap diam, namun ibunya tahu kegundahan hati putrinya itu.

“Suka atau tidak suka kamu tetap harus menemuinya, tak sopan membiarkan seorang tamu lama-lama  menunggu nak.” kata ibunya lembut

Lila mengangguk lalu keluar dari kamarnya.

“Eng..saya sebenarnya mau mengajak Lila makan malam bu” Erik berusaha berlaku bagai seorang gentleman di hadapan ibu Lila.

“Oh..bagi ibu tak masalah,  semua itu terserah pada Lila, nak”

Sebetulnya Lila enggan meladeni Erik apalagi sampai menjalin hubungan kasih kembali dengan pemuda itu setelah apa yang pernah Erik lakukan di masa pacaran mereka dulu.

Tapi ia tak ingin terlihat berlaku kasar di hadapan ibunya. Apalagi setelah pembicaraan mereka berdua kemarin. Ia akhirnya setuju untuk pergi makan malam bersama Erik hanya buat menyenangkan hati ibunya saja.

*******************************

Sore itu pula nampak Alfi ditemani Sriti jalan-jalan di Mal. Sriti membiarkan Alfi menggandeng tangannya layaknya sepasang kekasih. Ia tak merasa malu pada pengunjung lain. Lusanya Alfi berencana pulang dulu ke kota S jadi sisa hari itu mereka manfaatkan buat bergembira bersama menikmati hingar bingarnya kota H.

“Fii, bukankah itu dr Lila?” Tanya Sriti. Alfi melihat  ke arah  yang ditunjuk oleh Sriti. Memang betul nampak Lila sedang duduk di sebuah cafe sambil menikmati makan malamnya bersama Erik.

“Ya betul kak, ayo kita kesana” ajak Alfi. Namun sebelum ia melangkah Sriti mencegahnya.

“Jangan Fi..sebaiknya kita tak mengganggu mereka”

“Kenapa kak? Kakak malu ketemu kak Lila ya? Ayolah …siapa tahu kita malah ditraktir makan malam oleh mereka”

“Bukan karena masalah itu…”

“Lantas kenapa kak?”

“Lelaki yang bersamanya itu…dia…”

“O itu kak Erik mantan pacarnya kak Lila sewaktu di SMU dulu, orangnya baik kok, sepertinya mereka mau kembali pacaran. Emang ada apa dengannya kak?”

“Dia itu…sering datang ‘ngamar’ di motel tempat kakak bekerja”

“HAaa… kakak yakinn?” ujar Alfi terkejut.

“Fi, Kamu tidak mengenal Erik,  dia itu adalah seorang buaya perempuan, Ia hanya ingin memuaskan napsu semata lalu pergi begitu saja  setelah mendapatkan apa yang ia mau, tak jarang ia berlaku kasar pada wanita yang ia kencani dan mereka di tinggal begitu saja si kamar motel setelah ia kerjai, tidak hanya itu ia bahkan pernah mencoba memaksaku melayaninya”

Alfi termagu setelah mendengar keterangan Sriti barusan. Apakah Lila tak tahu akan semua itu. Namun ia pikir hal itu sangat wajar. Sekian lama  Lila meninggalkan kota H ini sehingga ia tak tahu banyak tentang mantannya itu.

“Sungguh tak disangka ternyata kak Erik seperti itu, kalau begitu Alfi harus segera memperingatkan kak Lila”

“Memang seharusnya demikian namun kita tak bisa begitu saja mengatakannya. bisa-bisa Lila malah marah pada kita, Sebaiknya kau awasi saja sambil menunggu waktu yang tepat buat menjelaskannya”

“Alfi ngga rela wanita sebaik dan  secantik kak Lila jatuh ke tangan lelaki seperti itu kak”

“Hi hi bisa saja bicaramu Fi, emang kamu pinginnya kalau dr. Lila buatmu ya?”

“Akh  kakak, mana berani Alfi macam-macam sama kak Lila. Dia kan orang yang sangat terpelajar kak”

“Loh apa bedanya Lila dengan Sandra dan yang lain, Mereka sama-sama wanita dari keluarga baik-baik, berpendidikan bahkan bersuami, tapi tetap saja mau kamu gituin”

“Dia beda kak. Entahlah yang jelas Alfi sangat segan padanya”

“Ya sudah, baiknya kita segera pergi ke tempat lain biar tidak terlihat oleh mereka” ajak Sriti.

Alfi yakin Lila pasti mampu menjaga diri. Gadis itu tak bakal tergoda oleh rayuan gombal lelaki semacam Erik.

***************************

Sementara itu di dalam café, terlihat Lila dan Erik duduk di sebuah meja di sudut ruangan. Sambil menunggu pesanannya datang, Erik berusaha membuka percakapan. Ia mulai bercerita kesana kemari mengenai bisnisnya yang sukses, perjalannannya ke segala belahan dunia, tentang mobilnya, sampai soal binatang peliharaannya. Lila yang lebih banyak diam  hanya menanggapi omongan Erik dengan dingin. Setelah kehabisan bahan omongan yang semuanya berbau narsis, akhirnya ia mulai terlihat ngegombal.

“Sebetulnya aku mau minta maaf atas semua perkataanku siang tadi La”

“Tak mengapa, aku tak pernah memasukannya di dalam hati”

“Syukurlah jika demikian. Tak hanya itu aku juga ingin meminta maaf atas rusaknya hubungan kita dulu, aku memang bersalah, a..ku ingin kita kembali seperti dulu lagi”

“Apa?..Maaf? Kau baru bisa mengatakan maaf setelah sepuluh tahun aku terpuruk oleh penghianatanmu? Kau benar-benar tak berperasaan Rik!. Jika kamu bermaksud agar hubungan kita kembali seperti dulu, maka jawabanku adalah Tidak!”

“Tapi La paling tidak beri aku kesempatan sekali ini saja, aku ingin membuktikan jika aku serius untuk membina hidup bersama denganmu…aku masih menc..”

Belum selesai ia menggombal Lila telah memotong kalimatnya.

“Maaf Rik! Sekali lagi aku tegaskan bahwa aku tak tertarik membina hubungan asmara denganmu dan aku tak ingin membicarakan soal ini lagi, kita memang tak berjodoh Titik!”

Erik menatap Lila tajam, ia merasa terhina telah ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Pikiran kejinya muncul. Ia tak mungkin melepaskan makluk molek ini begitu saja. Bagaimanapun caranya ia harus mendapatkan Lila. Mungkin mustahil mendapatkan cintanya namun tidak sukar buat mendapatkan tubuhnya.

Erik akhirnya mendapatkan kesempatannya saat Lila pergi ke kamar kecil. Dari saku celananya ia mengeluarkan botol kecil berisi cairan putih bening. Lalu ia tuangkan sedikit ke dalam minuman Lila. Ini adalah obat perangsang dosis tinggi. kemudian ia menambahkan juga bubuk putih yang tak lain adalah obat tidur. Kedua obat tersebut dengan cepat bercampur dengan minuman Lila. Cara ini yang sering Erik lakukan buat menjerat para korbannya apabila perempuan tersebut menolak di ajaknya tidur.

“Ayolah kita makan dulu lalu kuantar kamu pulang” ujarnya berusaha berlaku wajar saat Lila kembali ke kursinya.

Saat dalam perjalanan pulang, Lila mendadak merasakan kepalanya begitu berat. Gadis itu memijit-mijit kepalanya. Namun semakin lama pandangannya semakin kabur hingga akhirnya kepalanya terkulai di sandaran kursi mobil Erik.

“Kau akan tahu akibatnya bila berani menolak keinginanku La” ujar Erik tersenyum menyeringai

*****************************

Motel XX

Nampak Sriti duduk di meja Receptionist, Ia sedang menjalani Sift malam. Alfi baru saja pulang ke rumah kontrakannya setelah mengantarnya kemari. Terdengar deru kendaraan memasuki area parkir. Sriti terkejut melihat siapa tamu yang datang itu. Hatinya jadi was-was ketika mengenali pemilik kendaraan tersebut. Orang itu turun dan menuju ke arahnya.

“Ada kamar kosong, Say?” tanya Erik sambil mengedipkan mata genit.

“A..da mas,…eng…di nomor …dua belas”

Erik lalu kebali ke dalam kendaraan. Benar saja dugaannya Ia melihat Erik keluar dari mobil sambil memapah seorang wanita yang tak lain adalah Lila.

Melihat kondisi Lila yang dipapah berjalan, Sriti yakin Lila dalam keadaan setengah sadar. Erik pasti sudah membiusnya terlebih dahulu seperti korban-korban kebinatangannya  sebelum ini.

Ini gawat aku harus menghubungi Alfi segera, pikir Sriti.

“Fi!..kamu ada dimana saat ini?” tanyanya melalui telepon ke handphone-nya Alfi

“Alfi masih di jalan pulang menuju ke rumah kakak. Ada apa kak kok bicaranya grasa-grusu begitu”

“Kamu harus secepatnya kembali lagi kemari Fi!”

“A..da apa sebenarnya kak?”

“Kak Lila-mu Fi! Dia dibawa si Erik kemari dalam keadaan tak sadar”

“Apaaa?! Aduh gawat kak. Tapi  Alfi butuh waktu beberapa menit buat sampai di sana”

“Ya lekas!..kakak akan berusaha mengulur-ulur waktu hingga kamu tiba di sini”

Alfi tak membuang-buang tempo, ia tak melihat ada ojek atau kendaraan umum lain yang sedang melintas di sekitar situ. Maka ia memutuskan untuk berlari menuju ke motel XX. Jarak yang hanya tinggal dua kilometer itu bukanlah suatu masalah bagi dirinya. Sementara itu di motel XX, Di saat Erik masih berusaha memapah Lila dari tempat parkir ke kamar yang di tawarkannya padanya tadi. Sriti dengan tergesah-gesah menuju ke sebuah kamar lain yang kosong sambil membawa gelas kopinya. Lalu cepat-cepat  ia menumpahkan semua isi gelas itu ke atas kasur. Lalu setelah itu  ia berlari menghampiri Erik yang sudah sampai di depan pintu kamar nomor dua belas.

“Engg…mas Erik…maaf saya tadi salah, ternyata kamar nomor dua belas sudah ada yang ngisi, sebaiknya mas pakai kamar nomor tiga puluh saja”

“Haa? Gimana sih!?! Lain kali yang teliti dong! kan capek dibikin mondar-mandir seperti ini!” ujar Erik kesal.

“I..yaa..mas sekali lagi saya minta maaf. A..nu..baiknya biar saya yang bantuin nolonginnya teman mas” ujar Sriti berusaha mengambil alih memapah.tubuh Lila.

Jarak kamar nomor dua belas  lumayan jauh dari nomor tiga puluh. Sriti berharap usahanya mengulur-ulur waktu berhasil hingga Alfi tiba di sana.

“Ayo yang cepetan!”

“I..ya mas…maaf  soalnya temen mas badannya lebih gede dari saya..hosh..hosh” ujar Sriti terengah-engah.

Lalu mereka menuju ke dalam kamar. Saat lampu kamar di hidupkan,

“Loh kok kasurnya masih kotor begini! Wah ini sudah keterlaluan! Managemen tempat ini benar-benar sudah bobrok masa tamu langganan seperti gue di kasih kamar bekas ngentot gini! Kalau begini mendingan gue pindah ke motel lain saja dan jangan harap gue  bakalan mau lagi datang kemari!” ancam Erik. Wajahnya merah padam karena marah dan kesal.

“Aduhhh sekali lagi maaf mas Erik dan jangan pergi dulu …sebentar akan saya ganti sepreynya ya. Ini semua gara-gara si cleaning servicenya pada mudik, Jadinya saya yang kerjai semua” Sriti meletakkan tubuh Lila di sofa, lalu mengambil seprey baru yang bersih dari kantor meninggalkan Erik yang masih menggerutu.

Lima menit kemudian Sriti kembali lalu dengan sigap mengganti seprey tempat tidur tersebut.

“Sudah selesai mas”

“Ini buat kamu…tapi ingat lain hari aku minta ganti rugi waktuku yang terbuang dengan tubuhmu” ujar Erik sambil menyelipkan uang pecahan limapuluh ribuan ke dada Sriti sambil meremas bukit kembar itu.

Sriti kesal atas perlakuan Erik yang tak sopan kepadanya namun ia terpaksa berpura-pura senang sambil tersenyum nakal.

“Selamat malam mas” ujarnya lalu menutup pintu kamar dari luar.

Nampak Alfi tengah berlari ke arahnya. Sriti memberi isyarat kepada anak itu agar tak berisik, lalu mereka berdua menuju ke gudang yang tak jauh dari kamar itu.

“Host….host…host..ba..gai..mana kak? Di..mana.. kak ..Lila?” ujar Alfi terengah-engah. Karena napasnya nyaris putus karena berlari tanpa henti.

“Kau datang tepat pada waktunya, dia ada di kamar bersama Erik. Nah sebelum kita bertindak sekarang kau dengarkan dulu rencana kakak”

Sementara Sriti menjelaskan rencananya pada Alfi. Di dalam kamar nampak Erik tersenyum-senyum menjijikan bagaikan seekor hyena yang siap merencah-rencah  korbannya. Selama ini Erik tak pernah gagal memperdaya korban-korbannya apalagi hingga pada tahap ini. Ia menuangkan air putih dari teko yang di sediakan oleh pihak motel ke dalam sebuah gelas lalu ia mengeluarkan botol kecil berisi cairan obat perangsang yang telah dipakainya sedikit di café tadi. Sisa cairan di dalam botol itu ia tuangkan semua ke dalam gelas. Erik benar-benar memperhitungkan waktu. Ia berniat menggarap tubuh Lila habis-habisan malam ini. Untuk itu ia mempersiapkan obat perangsang tambahan yang akan di berikannya pada Lila ditengah-tengah persetubuhan nanti agar Lila benar-benar takluk padanya hingga pagi hari. Tubuh Lila dipindahkannya dari sofa ke atas kasur. Lalu perlahan ia membuka reutsleting dibagian belakang gadis itu. Lila hanya mampu mengeliat-geliat. Ia sungguh tak berdaya. Obat tidur dari Erik hanya menyisahkan sepuluh persen kesadarannya. Berhasil menarik resleting gaun Lila hingga ujung. Erik terbelalak memandangi keindahan di hadapannya saat itu. Kedua payudara gadis itu seakan mau tumpah dari BH-nya karena begitu montoknya. Jemari Erik gemetaran saat melepas kaitan bra tersebut dari balik tubuh Lila. Bra itu-pun berhasil ia rengut lepas. Dan nampaklah ke dua buah daging putih bersih itu dengan putingnya yang berwarna merah muda. Benda indah ini dahulu yang sempat ia sia-siakan. Dan kini ia beruntung mendapatkannya kembali sebelum ada seorangpun yang menyentuhnya.

Namun baru saja jemarinya hendak menggapai ke dua benda itu, tiba-tiba pesawat telepon di samping tempat tidur berdering.

Riiingggg!!!!

“Haess!! Apa lagi sih!” meski kesal namun ia tetap mengangkat telepon tersebut.“Ya ada apa!”bentaknya. Terdengar suara Sriti di seberang telepon agak gugup.

“A..nu  maaf mengganggu mas…soalnya penting sekali”

“Cepat katakan saja  ada apa!”

“Eng…menurut informasi sebentar lagi ada tim aparat bakal datang melakukan razia kemari mas”

“Apaaa!…”

“Betul mas.. katanya sekitar lima menitan mereka bakal tiba di sini, sudah dulu ya mas saya mau ngasih tahu tamu yang lainnya” ujar Sriti memutus pembicaraan.

“SIALLL!!!…Keparatttt !!!” pekik Erik berang, Mengapa ia begitu sial hari ini. Dengan susah payah ia menjebak Lila sejak tadi sore dan ia hanya tinggal menyetubuhinya saja tapi semuanya menjadi kacau balau. Erik tak mau mengambil resiko berlama-lama. Secepat mungkin ia harus kabur dari tempat itu sebelum aparat datang . Untung saja ia belum melepas pakaiannya. Rasanya ia tak punya waktu buat membawa serta Lila bersamanya. Akhirnya ia putuskan untuk meninggalkan gadis itu begitu saja.Lalu bergegas lari keluar dari kamar. Sriti dan Alfi memandangi mobil Erik yang berlalu dari motel dengan meninggalkan kepulan debu.

“Berhasil Fi! Kamu panggil dulu Taxi di depan sementara aku akan merapikan dr Lila terlebih dahulu”.

Sriti dengan sigap memasang kembali gaun Lila yang terbuka sebagian. Namun ia tak sempat memakaikan bra Lila hanya gaunnya yang ia rapikan.

“Kak, taxinya sudah datang, loh ada apa dengan kak Lila?” Alfi melihat kondisi Lila dalam keadaan setengah sadar dalam pegangan Sriti.

“Ia tadi pasti dicekokin obat tidur sama Erik, sebaiknya kasih dulu dia minum air putih biar dia agak segaran sedikit”ujar Sriti.

Alfi melihat sebuah gelas sudah terisi penuh air di atas meja. Kebetulan pikirnya. Namun ia tak sadar kalau itu adalah air yang sudah di campuri oleh Erik dengan obat perangsang.

Alfi lalu meminumkan isi gelas itu ke Lila. Lila-pun meminumnya hingga habis setengah gelas.

“Ayo cepat kau bawa dia kabur dari sini aku kuatir Erik kembali lagi ke mari, kamu bawa kak Lila-mu pulang dan ini uang buat bayar taxinya”

“Sebentar kak, Alfi haus sekali karena tadi harus berlari kemari” Lalu Alfi meminum sisa air di gelas tadi sampai habis tandas.

Kemudian mereka memapah tubuh Lila ke dalam Taxi. Lalu pergi meninggalkan motel tersebut.

*********************************

Sesampainya di rumah Lila, Alfi dengan susah payah memapah Lila  hingga sampai di teras rumah. Jelas tidak mudah membantu orang yang memang lebih tinggi dan lebih berat dari dirinya itu sendirian. Tubuh Lila sementara di baringkannya di atas kursi lalu ia menuju ke arah pintu utama. Berulang-ulang ia mengetuk pintu namun tak ada seorangpun yang datang membukakannya. Hingga sepuluh menit berlalu tetap tak ada yang keluar. Tanpa bermaksud lancang ia  lalu memutuskan membuka tas Lila. Satu persatu isinya ia keluarkan dari dalam tas, Dompet, kosmetik, Alfi juga melihat segerombolan anak kunci yang di ikat menjadi satu. Hingga akhirnya ia menemukan apa yang ia cari yaitu  HP gadis itu. ia berharap siapa tahu ia bisa menelpon seseorang buat dimintai bantuan. Namun ia melihat sebuah pesan pendek pada Hp tersebut.

“La kamu tinggal sendiri dulu di rumah, malam ini ibu dan Lidya menginap selama dua hari di tempat bu De mu yang sedang sakit”

Alfi baru mengerti bahwa ia harus berusaha masuk ke dalam rumah dengan menggunakan kunci milik Lila. Lama juga ia mencocok-cocokan tiap anak kunci ke lubang pintu depan. Hingga akhirnya ia berhasil. Lalu ia kembali membantu Lila berdiri dan memapahnya masuk ke dalam rumah hingga di sebuah kamar tidur. ia baringkan tubuh Lila di atas kasur. Setelah itu ia bergegas kembali ke arah depan buat mengunci pagar dan pintu ruang tamu. Setelah semuanya beres ia justru bingung harus mengerjakan apa lagi. Yang jelas Ia tak mungkin meninggalkan Lila sendirian dalam keadaan tak sadarkan diri seperti ini. Ia justru kuatir jika Erik tiba-tiba datang kemari dan pasti membuat keadaannya kembali menjadi runyam seperti tadi. Alfipun akhirnya memutuskan untuk tetap di sana menunggu  sampai  Lila bangun. Rasa letih membuat ia menyandarkan dirinya di kaki tempat tidur di samping tubuh Lila. Berkali-kali ia menoleh ke arah Lila yang terbaring di sebelahnya. Wajah gadis itu  terlihat begitu cantik dan menawan. Lekuk-lekuk tubuh yang sintal itu menonjolkan segala sisi kewanitaannya yang dapat mengguncang iman setiap pria yang menatapnya.

Alfi merasakan ada perasaan aneh bergejolak sejak di dalam taxi tadi. Entah kenapa birahinya tiba-tiba naik begitu cepat apalagi ketika tadi ia memapah dan bersentuhan dengan tubuh gadis itu. padahal selama ini ia tak pernah berani berpikir untuk berbuat macam-macam terhadap Lila.
Alfi

Alfi

Aarggg.. Alfi binggung ada apa dengan dirinya? Mengapa gairahnya mendadak menjadi beberapa kali lipat lebih tinggi dari biasanya? Sebesar-besarnya hasratnya untuk berhubungan intim tak pernah membuat dirinya sampai tak terkendali seperti sekarang ini. Di saat kegelisahan tengah melanda hatinya, tiba-tiba sebuah tangan halus merangkul lehernya dari belakang. Ternyata Lila dalam tidurnya juga sedang merasakan kegelisahan dan secara tak sengaja meraih leher Alfi. Alfi menoleh perlahan. Wajah Lila begitu dekat dengan wajahnya hingga hangat napas Lila dapat ia rasakan di pipinya. Bibir Gadis itu begitu merekah nampak terbuka sedikit seakan-akan  meminta untuk di kecup.

Harum tubuh dan kehalusan kulit Lila membuat dadanya semakin berdebar-debar kencang dan peluhpun mengucur deras keluar dari pori-porinya seiring napasnya yang memburu. Dan semakin lama hasrat itu semakin menyesakan dadanya.

“Tidakk! Aku tak boleh melakukan hal itu! Aku tak ada bedanya dengan Erik jika sampai menodai kak Lila!” Jerit Alfi dalam hati.

Dulu ia telah menodai Dian dalam situasi nyaris sama dengan saat ini. Dimana saat itu Dian sedang terlelap dan ia sendiri dalam kondisi terangsang hebat. Ia bertekat tak akan pernah mengulangi kesalahan itu lagi. Namun obat perangsang dosis tinggi milik Erik yang tak sengaja terminum olehnya itu sudah terlanjur bereaksi dan menjalar dengan cepat keseluruh syaraf-syaraf  kelaki-lakiannya. Jelas sia-sia saja ia berusaha melawan rasa itu. Tahu-tahu  ia menemukan fakta kalau tititnya sudah dalam keadaan mengejang kaku. Alfi jelas tak kuasa mengendalikan dirinya lagi. Wajahnya perlahan semakin mendekat ke wajah Lila hingga bibirnya bersentuhan dengan bibir lembut gadis itu. Lalu ia pun melumatnya. Bak tersengat oleh aliran listrik tegangan tinggi Lila membuka matanya. Pada saat itu tubuhnya tengah dipenuhi oleh gairah tinggi akibat pengaruh dari obat perangsang berdosis tinggi telah membuat nalurinya mengambil alih seluruh kesadarannya. Sesaat kemudian matanya terkatup lagi. Menit demi menit lumatan bibir mereka seakan tak pernah terlepas lagi. Lila membuka mulutnya lebih lebar membiarkan lidah Alfi masuk menjelajahi rongga mulutnya. Mulanya ia hanya merintih-rintih membiarkan lidah Alfi menari-nari kesana kemari namun tak membutuhkan waktu lama buat ia bisa memahami seni bercumbu itu dan akhirnya iapun mulai mampu  membalas lumatan bibir dan permainan panas lidah Alfi sehingga menjadikan ciuman itu menjadi sangat bergairah dan menyenangkan. Entah bagaimana ia bisa begitu pandai berciuman padahal ia belum pernah sekalipun melakukan hal itu sebelumnya. Meski dengan napas tersengal-sengal keduanya tetap saling melumat satu sama lain.

Lengan Lila merangkul dan mendekap tubuh Alfi semakin erat. Gadis itu seakan tak mau melepaskan lagi pelukannya. Sambil melakukan ciuman dan cumbuan pada Lila. Jemari tangan Alfi juga tak tinggal diam, meraba dan menjelajah ke sana kemari ke seluruh bagian sensitive tubuh Lila. Ini pertama kalinya bagi Lila membiarkan tubuhnya dijamah oleh seorang lelaki. Dulu semasa pacaran, Erik masih terlalu hijau dan tak pernah berani melakukannya. Alam kesadaraannya yang tersisa sedikit itu telah dikuasai secara penuh oleh gairah aneh yang menjalar ke setiap syaraf-syaraf di seluruh tubuhnya. Pengaruh obat perangsang itu menjadikan tubuhnya begitu sensitive terhadap setiap sentuhan Alfi.

“Fiiihh……Ohhh” Lila merintih lemah ketika jemari Alfi mengapai dan berusaha menarik reustleting gaunnya.

Ingin rasanya ia mengatakan kata ‘jangan’ namun tak mampu ia ucapkan. Ia sadar apa yang hendak anak itu lakukan pada dirinya saat itu namun demikian ia tak mampu menolak semua perlakuan dari Alfi untuk menggaulinya. Obat perangsang Erik yang memang mempunyai daya rangsang sangat tinggi itu benar-benar telah menguasai akal dan pikiran sehatnya. Bahkan kepandaian dan kekerasan hatinyapun selama ini telah sirna entah kemana untuk saat ini. Tinggalah yang tersisa hanyalah nalurinya sebagai makhluk hidup yang dipenuhi oleh napsu birahi dan gairah buat bercinta. Lalu perlahan-lahan gaunnya tertanggal dari tubuhnya hingga hanya tersisa satu carik kain yang masih melekat di tubuh Lila, yaitu sebuah celana dalam berenda-renda berwarna putih. Benda itu ketat membukus gundukan bukit kecil pada selangkangannya dengan bulu-bulu hitam yang membayang di situ. Dulu Alfi sempat penasaran membayangkan bagaimana bentuk tubuh Lila bila tak ditutupi oleh pakaian putih dokternya. Dan kini ia dapat dengan jelas melihat segala keindahan milik gadis itu. Sungguh tak pernah ia sadari selama ini jika wanita yang sering kali ia temui saat mengantar para wanita-wanitanya ternyata semolek ini. Meski Alfi telah sering melihat berupa-rupa tubuh indah dari para wanitanya, namun hatinya tetap bergetar menatap tubuh seorang gadis dewasa yang telah mengembang dengan sempurna di hadapannya itu. Kulitnya begitu putih bersih terawat dan tak nampak ada noda sedikitpun. Perut yang ramping serta pinggul yang bulat merupakan idaman setiap lelaki tak terkecuali dirinya. Dan yang paling mengagumkan adalah dua buah payudara Lila yang montok namun kencang dan indah dihiasi oleh puting berwarna merah muda di bagian puncaknya.

Setiap pria pasti tahu secara naluri bagaimana bermain dengan bagian tubuh yang ini tapi tidak banyak yang tahu bagaimana semestinya memperlakukan payudara seorang perempuan. Tidak demikian halnya dengan Alfi, ia begitu mengerti jika payudara adalah bagian yang sangat peka terhadap rangsangan dan tahu bagaimana menyenangkan setiap pasangan wanitanya lewat benda ini. Setiap wanita yang tidur dengannya memiliki bentuk tubuh dan payudara berbeda tapi mereka semua paling suka bila Alfi mengakhiri permainan di bagian itu dengan menyusu bagai seorang bayi pada payudara kirinya. Alfi mulai membelai-belai payudara indah itu Lalu melakukan gerakan melingkar dengan tangan di payudara dengan lembut dari bagian ujung payudara hingga dasar payudara. Kemudian kembali dari lingkaran besar hingga mengecil terus ke arah puting tanpa menyentuh putingnya. Ia sengaja tak menyentuh bagian itu untuk meningkatkan rasa penasaran dan nafsu Lila, lalu dengan keseluruhan jemarinya Alfi yang meraup bukit kembar itu. Dan Kemudian meremas-remasnya secara lembut.

“Oughhhhh….engggggg…”Lila mendesah dan merintih sementara tubuhnya meliuk-liuk dan mengelinjang keenakan hingga seprey di bawah tindihan tubuhnya menjadi kusut tak karuan. Pada saat itu Lila sudah tidak bisa lagi menahan remasan dan kenakalan jemari Alfi.

Alfi melihat puting payudara Lila berdiri, lalu menghentikan remasannya ia tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya…dan.

Hap…. bibirnya  menangkap putting susu sebelah kanan Lila lalu mengisapnya lembut.

“Argggg…Fiiiiiiiih” Lila terpekik tersengat oleh kenikmatan yang baru pertama kali ini ia rasakan. Matanya sempat terbeliak sebelum kembali terkatup. Garis-garis di keningnya berkrenyit  menahan rasa  nikmat itu.

Puas mengulum putting susu sebelah kanan bibir Alfi lalu berpindah ke putting sebelah kiri. Mulanya bibirnya menghisap dengan lembut sambil sesekali memutar-mutar lidahnya lalu semakin kuat seakan ingin memerah keluar air susu dari benda itu. Lalu semakin lama semakin kuat sehingga putting payudara Lila semakin keras mengacung.

“Eeenggggggg……” gadis itu terus merintih-rintih.

Ia semakin terbakar  oleh gairahnya yang meledak-ladak Dan ketika Alfi tak lagi melepaskan hisapannya pada puting payudara kirinya. Kedua tangan Lila menekan wajah anak itu hingga makin terbenam di bungkahan lembut dadanya dan berharap Alfi tak segera menyudahinya. Alfi tergesah-gesah melepas satu persatu pakaiannya hingga dirinya benar-benar bugil. Tititnya yang sangat besar dan panjang itu sudah dalam keadaan ereksi. Benda itu terlihat begitu mencolok karena ukurannya tak seimbang dengan tubuh kerempeng Alfi. Tanpa banyak kesulitan dengan ke dua tangannya Alfi perlahan menurunkan celana dalam Lila yang sudah sangat basah hingga benar-benar terlepas dari pergelangan kaki. Alfi melepaskan hisapannya pada puting payudara Lila dan menggeser posisi tubuhnya ke arah bawah sambil membuka lebar kedua paha Lila. Lila terkejut dan berusaha merapatkan kedua pahanya yang mulus. Namun terlambat  Alfi telah lebih dulu menyusupkan kepalanya masuk diantar kedua kaki jenjang dan mulusnya itu hingga wajah anak itu berada tepat di depan vaginanya. Di hadapannya hanya beberapa sentimeter dari wajahnya kini sudah terbentang sebuah taman surgawi dunia. Sosok indah vagina seorang gadis cantik. Bukit  kemaluan yang penuh ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menyebar hingga ke bawah bagian pusarnya. Bau harum yang terhirup oleh penciumannya yang menandakan jika Lila  selalu merawat dan menjaga kebersihan organ kewanitaannya itu. Liangnya nampak telah membasah oleh cairan bening yang merembes keluar karena gairah pemiliknya yang sudah tak terbendung. Alfi menjulurkan lidahnya dan perlahan mendekat pada belahan vagina Lila. Dan ketika ujung lidahnya yang runcing bersentuhan dengan benda cantik itu, Lila kembali tersentak.

“Oghhhhhh…. …”rintihnya dikala ia merasakan rasa nikmat yang begitu menyengat mengiringi rasa geli dan gatal pada organ intimnya.

Sebuah kenikmatan yang baru pertama kali ini ia alami dan membuatnya hanya mampu merintih-rintih. ia merasa sudah tak lagi mampu menahan desakan birahinya sendiri ketika lidah Alfi tak hanya menjilati bagian permukaan saja namun menyelinap masuk ke dalam vaginanya.

Jemari-jemarinya meraih seprey dan meremasnya seiring nikmat yang di rasakannya melanda organ intimnya.  Semua yang terjadi ini adalah pengalaman yang pertama bagi Lila. Tak ada seorang lelakipun yang pernah melakukan hal itu padanya karena selama ini ia selalu berhasil menjaga dirinya dari jamahan setiap lelaki.

Clek..clek…clekk..clek, tiba-tiba Alfi menghentikan jilatannya sejenak. Ketika Ia memandangi belahan cantik di hadapannya itu timbul rasa penasarannya, ia ingin tahu apakah Lila masih perawan atau tidak. Lalu dengan jemarinya ia bibir membuka bibir vagina Lila sehingga Ia dapat melihat sebuah selaput tipis yang menutupi bagian dalam vagina gadis itu.  Benda yang sangat di agungkan oleh seorang wanita sebagai lambang kesuciannya itu ternyata masih utuh memagari liang vagina Lila.

“Uhh ternyata kak.Lila memang masih perawan ting ting”, ujar Alfi dalam hati.

Baru kali ini ia melihat bagaimana sesungguhnya bentuk dan posisi keperawanan seorang gadis. Hanya sekitar tiga atau empat senti dari permukaan bibir kemaluannya. Setelah puas terhadap apa yang ingin ia ketahui. Alfi  kembali melakukan jilatan pada kewanitaan Lila. Gerakan lidahnya kali ini semakin jauh menjelajah ke dalam sehingga liang sempit itupun bereaksi berkedut-kedut seakan menghisap lidahnya. Hingga akhirnya lidahnya berhasil menemukan klitoris Lila. Lalu ia menghisap benda mungil yang sangat sensitif dan dipenuhi dengan ujung-ujung syaraf kenikmatan itu dengan penuh kelembutan. Cairan bening semakin banyak memancar dari dalam vagina Lila sehingga mulut Alfi belepotan.. Nampaknya Lila telah  sampai dipuncak kegairahannya. Sebagai seorang gadis suci yang belum pernah merasakan kenikmatan dalam berhubungan intim, jelas ia tak mampu berlama-lama dirangsang sedemikian rupa. Kenikmatan itu sudah tak lagi tertahankan. Diiringi lengking pekikan, Lila pun akhirnya mencapai orgasme untuk yang pertama kalinya seumur hidupnya.

“Aarggghhhhhhhhhhh !!!!!!”  saat itu terjadi Lila mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya seakan ia ingin lidah Alfi terbenam ke dalam liang senggamanya jauh lebih dalam lagi. Seluruh organ tubuhnya mengalami kekejangan terutama pada organ intimnya. Nikmat itu meletup-letup  diiringi dengan keluarnya cairan bening secara alami dari dalam liang senggamanya. Selama ini ia hanya tahu kata orgasme itu secara teoritis dari buku buku kesehatan yang ia baca selama di bangku kuliah dulu. Kini ia telah merasakan sendiri orgasme yang sesungguhnya. Ia terkesima mendapati rasa nikmat itu sangat luar biasa dan sungguh tak terlukiskan. Setelah lewat satu menitan pinggul Lila kembali terhempas ke kasur. Tampak napas Lila masih tersengal-sengal. Sekujur tubuhnyapun telah basah oleh keringat. Kedua matanya terpejam meresapi sisa-sisa  kenikmatan yang baru saja melandanya. Sebuah pertanyaan melintas di benaknya, akan ia membiarkan anak ini melakukan hal yang lebih jauh lagi dari ini? meski merasa hal itu sungguh tabu dan tidak bermoral, tetapi daya tarik buat melakukan asmara terlarang itu begitu menggoda dan tak terbantahkan. Tanpa disadari tubuhnya mengharapkan Alfi terus menjamahnya untuk membawanya pada sebuah titik akhir puncak kenikmatan. Hanya satu langkah lagi buat Alfi menuntaskan permainan cinta ini. Wajahnya meninggalkan vagina Lila dalam keadaan basah. Lalu tubuhnya naik ke atas tubuh sintal gadis itu dan menindihnya. Lila sudah terbaring pasrah dengan kedua pahanya yang membuka lebar memperlihatkan vaginanya yang memerah dan sedikit terangkat pertanda rangsangan yang ia rasakan sudah memuncak. Ini merupakan tanda bagi Alfi harus segera “memasuki” nya. Namun Alfi tak kunjung melakukan penetrasi. Titit besarnya hanya ia letakan di atas permukaan vagina Lila. Sejenak ia masih diliputi kebimbangan bahkan terpikir untuk mengurungkan niatnya meniduri Lila. Tetapi belaian lembut tangan Lila pada dadanya menepis segala keraguannya itu. ia sungguh tak mampu melawan hasrat dan gairahnya. Tak ada hal lain di dunia ini yang ia lebih diinginkan dari persetubuhan ini. Ia pun merasakan jika Lila juga sangat menginginkan hal ini terjadi. Alfi berpikir ia mungkin bisa ia bercinta tanpa harus merusak kegadisan Lila dengan hanya memasukan kepala tititnya saja ke dalam liang senggama Lila layaknya melakukan petting bersama Niken dulu.

Lalu ia genggam batang penisnya yang sudah menegang penuh dan diarahkan tepat di bibir vagina Lila. Ia terlebih dahulu menyapu kepala penisnya ke atas dan bawah di sepanjang bibir cantik itu. Setelah  terlihat cairan yang merembes semakin banyak keluar dari celah vagina Lila, barulah ia menekan batang kemaluannya masuk.

Srtttt  …..Lepp…bibir vagina Lila terbelah dan kepala penis Alfi mulai menghilang ke balik bibir vagina itu.

“Aawwwwwww fiiiii….saa..kittt” rintih Lila kesakitan. Jemari nya turun dari dada ke perut Alfi berusaha mencegah anak itu memasukinya lebih jauh.

“Kak..oh… Ugghh..”vagina gadis ini rapat sekali batin Alfi.

Kulit kulup yang membungkus ujung penisnya tertarik kebelakang dan membuat kepala bulat penisnya bersentuhan langsung dengan kelembutan vagina gadis itu  Sehingga menimbulkan rasa nikmat yang lebih kuat ketimbang saat bagian itu tertutup kulup. Ia memang harus bersikap sabar untuk melakukan penetrasi lebih dalam ke vagina Lila walau kondisinya yang sudah sangat terangsang dan menginginkan tititnya di balut secara penuh oleh daging cinta gadis itu. Beberapa saat kemudian ketika otot-otot vaginanya mulai rileks. Lila merasakan kenikmatan sedikit demi sedikit perlahan muncul dan menindih rasa sakit tadi. Menyadari akan hal itu, Alfipun mulai lagi menekan tititnya agar masuk lebih dalam. Ia lakukan hal itu dengan selembut mungkin agar tak  terlalu menyakiti gadisnya itu.  Lila pun tak tinggal diam, secara naluriah ia membuka pahanya lebih lebar untuk memberi ruang bagi Alfi memasuki dirinya. Ia merasakan nikmat yang perlahan menjalar di mulut vaginanya Kenikmatan yang begitu mempersona. Srttttt…batang penisnya yang hitam besar itu melesak lagi sedikit dan kali ini ujung penis Alfi membentur sebuah dinding tipis dan menahan laju kepala penisnya untuk masuk lebih dalam. Alfi tahu ia telah sampai pada dinding kesucian Lila.

“Ougghhhhh…k..kkkaak…” desis Alfi merasakan tititnya dicengram kuat oleh  otot-otot vagina Lila. Nikmatnya jangan ditanya. Kuluman vagina sempit si cantik itu membuat ia harus berjuang keras menahan rasa ingin berejakulasi.

Perlahan ia menarik tititnya lalu didorongnya lagi masuk sedalam tadi. Saat melakukan itu, Ia berusaha agar tautan kemaluan mereka yang cuma sedikit itu tak sampai terlepas. Nyaris tak ada ruang buatnya melakukan gerakan ngentot secara nyaman. Alfi hanya berhasil membuat beberapa kali gerakan mundur dan maju itupun tak berjalan dengan lancar karena mulut vagina Lila masih terlalu sempit. Bahkan kocokan itu sempat terhenti  ketika tititnya tiba-tiba terlepas dari vagina Lila. Lepp…penis Alfi kembali menancap.

“Oughhhh….Fiiihh” rintihan nikmat Lila-pun  kembali terdengar.

Meskipun percintaan itu berlangsung demikian, namun  itu sudah cukup menyenangkan bagi Lila. Kedua kaki jenjangnya melingkar pada pinggul Alfi dan menekan pantat anak itu ke arah tubuhnya. Sambil mengayunkan pinggulnya, Alfi membenamkan kembali bibirnya ke bibir Lila melanjutkan ciuman mereka tadi. Lilapun membuka mulutnya lebar-lebar lalu membalas setiap hisapan bibir Alfi. Tapi Alfi telah keliru jika berpikir ia mampu melakukan peting dalam hingga persetubuhan itu berakhir. Kondisi dirinya yang tengah dipengaruhi obat perangsang sungguh sangat berbeda saat di kala ia dan Niken dulu pertama kali bercinta. Lambat laun bocah itu semakin tak terkendali. Kocokannyapun semakin cepat dan tak teratur sehingga lebih sering penisnya terlepas ketimbang di dalam vagina Lila. Hal itu semakin membuatnya tak sabaran dan tak terkendali. Keadaan itu diperburuk pula oleh perlakuan dari Lila yang merespon setiap sentuhan Alfi dengan tak kalah panasnya karena ia justru meminum obat perangsang dalam dosis yang jauh lebih banyak dari Alfi. Gadis itu mengoyang pinggulnya di saat penis Alfi terdorong masuk lalu menghentakannya ke arah yang berlawanan saat Alfi menarik penisnya. Nikmat yang ditimbulkannya sungguh sangat memabukan Alfi.

“Awww..kakkk enakkk ” Alfi terpekik tertahan. Ia tak menduga Lila merespon setiap gerakannya secara dasyat.

Alfi kini telah sampai pada batas kemampuannya buat bertahan. Nalurinya mengatakan ia harus menjebol keperawanan gadis itu sekarang. Ia tak tahan lagi buat merasakan kuluman vagina Lila secara utuh pada tititnya bukannya lagi peting yang menyebalkan seperti ini. Ia bisa gila bila tak ngentot saat ini juga.

“Kak Lila maafkann Alfii” bisiknya lirih sambil menghujamkan tititnya kuat-kuat. Sekali sentak seluruh batang penisnya yang gemuk itu masuk menerobos ke dalam vagina Lila dan  akhirnya terbenam seluruhnya hingga ujungnya menyentuh mulut rahim gadis itu.

“Aaawwww!!… …Saakkiiiittt !!…sakittt” Lila tersentak sambil menjerit kesakitan saat merasakan selaput daranya dipaksa merenggang sampai batas maksimal hingga akhirnya terkoyak disertai rasa sakit dan linu amat sangat.

Darah pun terlihat meleleh keluar dari belahan vaginanya membasahi seprey putih di bawah pantatnya. Rasa sakit membuat vagina Lila secara spontan mencengram kemaluan Alfi yang baru masuk itu.

“Oughhhh….sempiiiit bangeeet” desah Alfi sambil menggigit bibirnya sendiri. Nikmatnya sungguh tak terkira. Semua syaraf-syaraf yang berada di kepala penisnya merasakan gatal geli tak tertahankan sehingga ia tak dapat mengendalikan desakan kuat buat berejakulasi. Kedua tangannya menyusup ke belakang punggung Lila dan memeluk pinggang gadis itu erat-erat. Sementara pantatnya bergerak naik turun beberapa kali mengocok kontol besarnya dengan cepat dan kuat ke liang perawan itu. Alfi benar-benar sudah tak terkendali. Saat itu ia sudah tak perduli pada Lila yang sangat kesakitan akibat ulahnya. Jelas vagina gadis itu masih sedemikian sempitnya buat ia hajar seperti itu.

“Awwwww…ee..nakkkkk” Alfi terpekik ketika kontolnya berdenyut-denyut keras memuncratkan air maninya keluar menghantam deras rahim Lila.

Crooottt…Croottt..crottt…Crroootttttt! Sebagian besar cairan kental yang syarat dengan benih-benih subur itu meluncur masuk ke rahim Lila. Sebuah rahim seorang wanita dewasa yang sehat, subur dan siap buat dibuahi oleh benih-benih cinta Alfi. Lima belas pancutan dasyat diiringi nikmat tiada taranya akhirnya mampu sedikit meredakan amukan birahi Alfi. Ia baru tersadar akan kekasarannya barusan ketika melihat Lila  terisak-isak karena kesakitan. Batang kemaluannya memang kebesaran buat dijejalkan penuh sekaligus ke liang perawan yang sempit itu.

Bingung harus melalukan apa buat mengurangi sakit gadisnya ini Alfi lalu mengecupi jentik-jentik keringat di kening gadis itu. Ia lakukan  dengan penuh kelembutan. Kecupannya  beralih ke mata basah gadis itu hingga ke cuping telinga yang menimbuklan rasa geli bagi Lila, Lalu pindah  ke seputar leher hingga akhirnya kembali menyusu pada payudara kiri Lila.Lila-pun merasa agak nyaman oleh perlakuan mesrah anak itu. Rasa sakitnya berangsur-angsur berkurang dan menjelma menjadi rasa nikmat yang aneh. Setelah beberapa menit Alfi memesrai Lila tanpa melakukan gerakan kocokan sedikitpun, barulah ia mengerakan penisnya selembut  mungkin berusaha agar organ cinta Lila perlahan-lahan lebih meregang sedikit demi sedikit menyesuaikan diri dengan ukuran penisnya yang besar itu. Kini tubuh kecil dan kurus Alfi sudah dalam keadaan melekat erat dengan sempurna dengan tubuh sintal Lila. Tangan bocah itu menyusup kebelakang punggung sementara jemarinya meremas bongkahan padat pantat Lila. Sedangkan Lila mendekap leher Alfi dengan kedua tangannya sedangkan kaki indahnya yang panjang melingkar pada pinggul anak itu lalu menekan ke arahnya. Bibir mereka-pun bertaut saling mengecup menghisap silih berganti menambah panasnya hubungan intim itu. butir-butir keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya. Bahkan terlihat Alfi tak lagi ragu menghentakan penisnya yang besar itu dengan cepat. Semakin lama semakin cepat.

“Awwww!!…Fiiii” rintih Lila yang masih tetap merasakan kesakitan pada selangkangannya.

Namun sedikit demi sedikit perih itu semakin lenyap tertindih oleh rasa kenikmatan yang semakin menjadi-jadi. Napasnya sampai  tersengal-sengal Ia tak menyangka jika nikmatnya yang ditimbulkan oleh titit besar Alfi akan sedasyat itu. Semua syaraf-syaraf lembut di dalam vaginanya merespon daging asing yang memasukinya itu dengan cengraman yang kuat. Sepuluh menit kemudian Alfi merasakan pelukan Lila semakin mendekap dan pinggul nya bergerak dengan liar. Ia tahu gadis itu bakal mendapat kembali orgasmenya. Lalu ia semakin mempercepat ayunan pinggulnya dan menghujamkan tititnya sedalam mungkin ia dapat masuk.

Ctap!!..ctapp!!..ctap!!..ctap!!, terdengar bunyi benturan kemaluan mereka

“Fiiiiiiii…. oughhhhhhhhh!!!!!!!…Fiiiiiii!!!” Lila tak dapat menahan pekiknya ketika orgasme itu meletup dari tubuhnya.

Semua otot-otot kewanitaannya berkontraksi berirama dengan sangat cepat dan kuat diikuti  bagian panggul dan rahim. Lalu diakhiri dengan rasa kenikmatan yang dasyat. Ini adalah orgasme kedua yang dialami Lila. Namun jauh berlipat kali lebih nikmat dari yang pertama tadi . Tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pantas saja orang selalu ingin melakukannya lagi dan….. lagi pikir Lila. Pada saat yang sama Alfipun sudah tak dapat menahan ejakulasinya. Liang perawan itu tiba-tiba melumat seluruh organ kelaki-lakiannya dan mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa hingga saat itu juga aliran sperma pada saluran didalam penisnya melaju dengan cepat menerobos hingga keluar melalui lubang kencingnya tanpa bisa dibendung lagi.

Creeett…crooot..croooot…..croooot…

“Aaaaoooooo…kakkk enaaakkkkk!!!”Alfi melolong ketika air maninya bermuncratan untuk kedua kalinya.

Daging kejantannya mengembang mengempis dan menghentak- hentak sambil terus menerus menyemburkan spermanya di dalam vagina gadis itu seakan-akan ia ingin mengosongkan seluruh isi testisnya. Orgasme yang begitu kuat membuyarkan kesadaran Lila untuk beberapa saat. Ia bagai melayang tanpa batas di atas gumpalan awan dan memberikannya  rasa yang nyaman dalam pelukan erat Alfi. Meski sama-sama baru saja mengalami orgasme baik Alfi maupun Lila tetap saling mendekap satu sama lain. Pengaruh dasyat obat perangsang itu tak juga kunjung pudar mengukung keduanya. Alfi semakin liar mengumuli gadis itu seakan tak ingin menyudahi kenikmatan itu. Begitupun Lila yang baru kali itu merasakan nikmatnya persetubuhan Kenikmatan itu begitu memabukan bagai candu membuatnya  rela terus menerus dicabuli oleh anak itu.

Persetubuhan itu berlangsung lagi bagai tiada akhir hingga jam tiga dini hari. Keduanya baru berhenti setelah mengalami orgasme demi orgasme dan titit perkasa Alfi-pun tak dapat lagi memancarkan air mani. Akhirnya keduanya jatuh terlelap dalam keletihan dan kepuasan. Di malam sunyi dan dingin itu, di atas tempat tidurnya sendiri, Lila telah kehilangan kesuciannya.

********************************

Kesokan harinya

Menjelang tengah hari, Lila baru menggeliat bangun dari tidur lelapnya. Namun alangkah  kagetnya ia mendapati sosok tubuh lelaki yang tak lain adalah Alfi sedang terlentang di sebelahnya di atas tempat tidurnya tanpa mengunakan busana sama sekali. Ia bertambah panic saat melihat tubuhnya sendiripun dalam keadaan telanjang bulat seperti halnya anak itu. Gadis itu berusaha menutupi ketelanjangannya itu dengan selimut dan mencoba bangkit dari tempat tidur namun keletihan masih mendera semua otot dan persendian nya sehingga ia tak mampu buat berdiri. Ketika kesadarannya berangsur-angsur pulih dan Ia-pun dapat mengingat-ingat semua kejadian semalam. Ia yakin apa yang menimpa dirinya bukanlah sebuah mimpi. Rasa sakit pada selangkangannya juga sangatlah nyata. Dan noda darah di atas seprey juga menjadi bukti bahwa hal itu benar-benar telah terjadi dan Ia kini memang telah ternoda!

“Ohh tidak ….mengapa hal ini terjadi menimpa diriku? Huu..huu.hu” tangisnya meledak tak terbendung lagi.

Apa yang dipertahankannya selama ini telah terengut  paksa oleh seorang bocah lelaki yang belum cukup umur itu. Tak hanya itu Alfi bahkan berejakulasi berkali-kali di dalam vaginanya tanpa pengaman. Membuatnya bakal menghadapi situasi yang sama dengan Niken tempo hari. Alfi yang juga baru terjaga  menemukan kondisinya dalam keadaan telanjang bulat bersama Lila di atas ranjang gadis itu. Ingatan serta kesadarannya berangsur pulih sehingga ia dapat mengingat dengan jelas kejadian semalam.

“K..kakk?” ucap Alfi bingung melihat Lila menangis.

Tiba-tiba Lila mengangkat wajahnya dan menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh kebencian pada matanya yang basah oleh air mata.

“Kkkau!! Sungguh tega melakukan perbuatan nista itu pada diriku!” ujar Lila  bercampur dengan  isak tangisnya.

“Kakakkk..maa..afkan Alfi…Alfi tak sengajaa..” ujar Alfi lirih bingung akan sikap Lila bukankah tadi malam Lila cenderung  membiarkan ia melakukan hal itu bahkan gadis itu sangat menikmati persetubuhan itu tetapi mengapa pagi ini ia terlihat begitu marah.

“Anak Jahanamm!! Kau masih berdalih setelah apa yang kau lakukan padaku. Ka..liann lelaki semuanya sama sajaa!.hu.hu.huu..” ujar Lila dengan suara meninggi lalu mendekap wajahnya dengan kedua telapak tangannya menumpahkan seluruh tangisnya di situ.

Alfi agak ketakutan melihat reaksi keras jelas-jelas Lila yang tak menerima perbuatannya itu. Ia berusaha mendekat untuk meredakan tangis gadis itu.

Jemarinya menyentuh dan mengelus-elus lengan Lila yang berkulit halus. Srrrttt..Lila merasakan dorongan aliran aneh seperti yang ia rasakan tadi malam kembali merasukinya melalui sentuhan bocah itu. Namun akal sehatnya lebih unggul dan memenangkan pertarungan kali ini.

“Jangan mendekat!!!Pergiii!!!! Pergiii!!!!” pekik Lila histeris sambil melemparkan barang-barang yang berada di dekatnya seperti jam weaker dan gantungan kunci ke arah Alfi. Alfi belingsatan namun ia tak berusaha menghindar ataupun melindungi wajahnya. Beberapa benda keras sempat mampir ke wajahnya namun Ia rela menerima kemarahan Lila saat itu padanya. Dengan rasa sedih anak itu memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Ia masih sempat menoleh ke arah Lila saat berada di depan pintu.

“Kakk…Alfi sungguh menyesal hal ini terjadi..” ucapnya lirih diliputi perasaan sesal yang mendalam. Hatinya begitu gundah sehingga tak tahu harus berkata apa lagi.

“Pergiiiiiiiii!!!!!.huu…huu” pekik Lila dalam tangisnya yang sungguh mengundang keibaan.

Alfi tahu Lila tak akan menghiraukan semua penjelasannya. Setelah berpakaian, perlahan ia pergi meninggalkan rumah Lila.

2 komentar:

  1. sms gw ya 087861599670
    with desi

    BalasHapus
  2. Butuh Bandar Online terpercaya ?
    Yuk join aja menjadi member Di TogelPelangi

    Menyediakan permainan ;
    Togel
    Live dd48red blue

    serta memberikan prediksi terakurat

    DISKON Pemasangan :
    4D ; 66%
    3D : 59%
    2D : 29%

    Support 4 Bank terbaik :
    BCA
    MANDIRI
    BNI
    BRI

    Hot Promosi Jackpot Super Lucky
    Promo New Member
    Komisi Referal 1%

    Daftar sekarang bos : www.togelpelangi.com/daftar

    Info dan contact :

    BBM D8E23B5C
    LINE togelpelangi
    No telp.dan W.a +85581569708

    Silahkan bos



    BalasHapus