Sabtu, 31 Maret 2012

Alfi dan Lila, Si Dokter Cantik 3

Pagi itu Lila terlihat sedang asyik mengemut penis hitam Alfi. Gadis itu tampak begitu menikmati hal itu, dengan mata terpejam jemari lentiknya mencengram bagian pangkal batang sementara mulutnya dipenuhi sepertiga bagian batang termasuk ujungnya yang berkulup. Tak ada kocokan sedikitpun, Lila hanya menghisap kuat sambil mempermainkan lidahnya di sekitar leher penis bocah itu. Rasa manis dan gurih muncul dari mazi Alfi yang selalu keluar setiap saat dari lubang pipisnya tanpa henti

Bila ia bosan mencucup ujung kulupnya yang runcing sesekali ia tarik kulit penutup tersebut ke belakang hingga glans-nya yang bulat bagai sebuah tomat itu nampak sudah memerah. Lalu kembali mengemutnya.

Clek..cek…clek..cek..

“Ouhhh…ka..kakkk” rintih Alfi. Ia tak tahu entah sampai kapan Lila akan mengoralnya. Meski sudah lima belas menitan melakukan itu namun gadis itu tak kunjung merasa puas. Alfi berusaha keras bertahan agar tak berejakulasi di mulut Lila.

Plokk! Ketika akhirnya  penis Alfi terlepas dari bibir Lila.

“Besar banget sih!…” gumamnya sambil meremas gemas benda yang pernah merobek selaput daranya itu.

Lila mengambil posisi berbaring menyamping sehingga tubuh Alfi menghadap ke punggungnya. Lila ingin Alfi memeluknya dari belakang sambil melakukan penetrasi. Sulit bagi seseorang pria melakukan posisi percintaan seperti ini disebabkan pantat sang wanita akan mengganjal tubuhnya sehingga  penisnya tak dapat masuk secara maksimal ke dalam vagina wanitanya. Apalagi bagi pria yang memiliki panjang kemaluan standar-standar saja, bisa-bisa penisnya selalu terlepas saat melakukan gerakan persetubuhan. Namun tidak bagi Alfi. Meski ujung penisnya tak sampai menggapai mulut rahim Lila namun benda itu mampu menancap dengan sempurna dalam posisi itu.

“Oughhhhhhh…sayanggggg” desah Lila ketika kejantanan Alfi telah menyatu dengan kewanitaannya. Jemari Alfi meraih kedua payudara Lila dan meremasnya lembut sambil mengayunkan pinggulnya mundur maju.

Alfi dapat bertahan lama dalam posisi itu karena ia tak terlalu merasa nyaman. Penisnya tertekuk terlalu ekstrim. Kemungkinan penisnya bakalan jadi melengkung bila terlalu sering bersetubuh dengan gaya ini. Tapi Lila begitu menyukainya karena penis Alfi membentur G-spot secara tepat. Bagi Lila ini adalah posisi favoritnya selain posisi doggy.

“ka..kakk sayang…renggangin sedikit dong pahanya, nanti Alfi keburu kalah lagi” desah Alfi. Ia kelabakan menerima jepitan yang terlalu ketat itu. Vagina Lila yang memang masih sangat rapat dan sempit itu semakin sempit akibat kedua pahanya mengatup demikian.

“Se..gini?” ujar Lila sambil melakukan permintaan Alfi barusan.

“He.e” ujar Alfi mulai leluasa mengocok vagina kekasihnya itu.

Lima menit berselang Alfi merasakan penisnya diremas kuat-kuat oleh otot-otot kemaluan gadisnya itu. Ia tahu Lila telah memperoleh orgasmenya. Alfi harus bertahan dalam hisapan dasyat itu setidaknya setengah menitan bila tak ingin kebobolan.

“Sayanggggg….kakak dapettt!” pekik Lila lirih.

“Sekarang giliranmu kekasih” ujar Lila sambil terletang. Ia tersenyum melihat wajah Alfi sudah sedemikian pucatnya. Biasanya seorang wanita tak ingin teman prianya terlalu cepat berejakulasi karena takut percintaan mereka bakal terhenti setelah itu. Namun tidak demikian dengan Lila, ia tahu Alfi mampu berejakulasi berulang kali tanpa membuat penisnya menjadi lembik. Para wanita paling suka akan sensasi di saat penis seorang pria berkedat-kedut  memuncratkan sperma di dalam vaginanya demikian halnya dengan Lila.

“Ohh..kakaaakkk” desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh batang kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh vagina indah kekasihnya itu. Hanya dalam hitungan detik ia pasti bakal runtuh oleh kemolekan Lila.

“Mun.cratttin sayanggg” pinta Lila tak sabar. Otot-otot kewanitaannya mengunci setiap gerakan penis Alfi.

“Arckkkkk…. Ka.kaaakkkk!!!” pekik Alfi. Penisnya berdenyut keras dan dari ujung lubang pipisnya melejit lendir-lendir kental menghantam dasar vagina Lila. Mata Alfi terpejam menikmati setiap denyut kenikmatan tersebut hingga selesai.

Alfi menemui kenyataan bahwa Lila mampu mengimbangi hasratnya yang menggebu-gebu di tempat tidur. Gadis ini ternyata mempunyai hasrat seks yang besar bahkan jauh melebihi gadis-gadisnya yang lain. Menjelang jam tiga pagi-pun Lila masih membelitkan kedua kakinya dipinggul Alfi. Sudah lebih satu bulan ini sejak hubungan keduanya mendapat restu dari ibu Lila.mereka bersetubuh tanpa mengenal waktu. Pagi siang malam. Ibu Lila bukanlah orang yang kolot meski ia berasal dari generasi yang mempertahankan kekolotan norma dan adat. Ia maklum putri sulungnya itu baru mengecap keindahan menjadi makluk yang berpasangan. Wanita tua itu tak pernah mengganggu kemesraan keduanya ataupun merasa keberatan terhadap jadwal keseharian Lila yang berantakan. Mereka berdua hanya terlihat keluar dari kamar jam sepuluh pagi buat makan siang dan jam tiga dini hari buat makan malam. Selebihnya mereka habiskan bersama di kamar tidur Lila. Namun hubungan asmara keduanya bukan sama sekali tak memiliki rintangan. Lidya, adik Lila, sampai saat ini ia benar-benar tak mengerti mengapa kakak perempuannya yang selama ini sangat ia banggakan itu sampai melakukan prilaku yang sangat sulit diterima oleh akal sehatnya. Betapa tidak, sang kakak yang tak hanya demikian cantik dan berotak cemerlang bahkan memiliki karier yang sukses itu menjatuhkan pilihan hatinya pada si Alfi bocah bertampang pas-pasan yang berkulit hitam legam yang belum lagi genap berusia tujuh belas tahun. Bahkan Lidya-pun sudah mengetahui dari ibunya jika saat ini Lila sudah hamil tiga bulan mengandung benih anak itu. Jangankan memikirkan anak itu menyetubuhi kakaknya, membayangkan ia telanjang saja Lidya sudah mau muntah rasanya.

“Bu! Mengapa ibu sepertinya membiarkan hal ini terjadi pada keluarga kita? Tidakkah pernahkah ibu berpikir bagaimana jika hal ini diketahui oleh orang lain terutama keluarga kita?” tanya Lidya gusar.

“Jangan bicara terlalu keras dan kasar begitu nak, tak enak jika terdengar oleh mereka” ujar ibunya mencoba menenangkan putri bungsunya itu.

“Huh! Biar saja mereka tahu!”ujarnya bertambah kesal melihat ibunya masih saja membela sang kakak yang jelas-jelas sangat mengecewakan hatinya.

“Tak baik berkata kasar demikian apalagi sampai menyakiti hati orang lain nak. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Ayo lebih baik kita bicara di beranda biar tak terdengar oleh mereka” ajak ibunya lembut. Dengan wajah masam Lidya mendahului ke teras lalu menghempaskan dirinya di kursi.

“Lidya ingin ibu bertindak demi kehormatan keluarga kita”

“Sayang tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Mereka saling mencintai mengapa ibu harus menghalangi mereka? Apalagi saat ini di dalam rahim kakakmu sudah tumbuh calon cucu ibu yang juga merupakan keponakanmu. Ibu justru bahagia kakakmu akhirnya mau membuka hatinya bagi cinta yang datang“

“Tapi Bu…Lidya malu punya bakal ipar seperti itu. Bukankah ada banyak pria tampan yang pernah kemari selama ini buat melamar kak Lila, lantas mengapa harus memilih anak itu?”

“Sayangku, tahukah kamu bahwa rasa yang dinamakan cinta itu memang aneh dan ajaib nak. Ia terkadang muncul tanpa mengenal perbedaan ras, status social, agama, bahkan umur sekalipun. Jika ia telah menghinggapi hati seorang pria atau wanita maka tak akan ada yang bisa menghalanginya. Dan itu yang terjadi pada kakakmu Lila saat ini.”

“Ahhh walau bagaimanapun Lidya tak sudi punya ipar seperti itu!”

“Apa kamu lebih suka melihat kakakmu hidup merana sendiri tanpa cinta hingga akhir hayatnya?”

Pertanyaan terakhir sang bunda membuat Lidya tak mampu menjawab. Jelas ia tak ingin hal itu terjadi pada Lila. Namun buat menerima kenyataan bahwa ayah dari calon kemenakannya adalah si Alfi tetap sulit ia terima. Untungnya Lila dan Alfi berangkat ke kota S siang itu. Lila sempat menangkap ketidak sukaan Lidya selama beberapa hari terakhir sejak Lidya mengetahui tentang hubungannya dengan Alfi. Namun ia maklum akan sikap Lidya tersebut dan tak mau berlama-lama di kota H agar tak semakin meruncingkan masalah.

****************************

Sesampai mereka di kota S, baik Lila maupun Alfi kembali melakukan rutinitas kegiatan mereka masing-masing. Lila kembali praktek di tempatnya bekerja sedangkan Alfi mulai masuk sekolah setelah beberapa bulan sempat absent. Kemesraan mereka berlanjut di kota ini. Namun setelah beberapa lama bersama Lila tak pernah lagi menyinggung rencananya buat menikah. Hati kecil dan akal sehat  Lila mengatakan jika anak seusia Alfi belum mempunyai kesiapan mental buat melakukan perkawinan. Hal itu tentunya akan membawa dampak yang  besar bagi perkembangan jiwanya. Ia justru kuatir lama-lama Alfi akan mulai terasa terkukung oleh aturan sebuah rumah tangga dan akhirnya bukan tak mungkin membawa dampak kejiwaan seperti stress. Untuk sementara waktu Lila memutuskan membiarkan hubungan tanpa status itu terus berlanjut begitu saja dulu sampai ia merasa Alfi akan siap buat itu. Lila mendapat jatah didatangi Alfi setiap hari jumat dan sabtu. Ia harus rela berbagi dengan yang lain. Kebetulan ia tak praktek hari itu sehingga ia puas mereguk kenikmatan setelah Alfi pulang dari sekolah. Meski sudah memiliki jadwal tetap namun seperti layaknya pasangan pengantin baru baik Lila maupun Alfi sangat membutuhakan frekwensi hubungan intim yang tinggi. Mereka terkadang mencuri-curi waktu bersama di luar jatah mereka. Hal itu sering sekali mereka lakukan walau hanya satu jam-an di saat-saat Lila pulang praktek sore.

“Fi kamu ngga usah jemput kakak, karena hari ini kakak ada rapat rutin bersama pihak menagemen klinik sekaligus acara perkenalan bagi seorang dokter baru” ujar Lila melalui ponsel-nya pada suatu hari.

“Iya kak, Alfi minta izin pulang sekolah mampir dulu ke toko buku dulu”

“he e tapi setelah itu jangan keluyuran kemana-mana ya Fi, kakak tunggu kamu di rumah pukul tiga”

“Iya kak daag” ujar Alfi menutup pembicaraan.

Saat Lila sedang menunggu Riri, perawatnya untuk merapikan ruang prakteknya. Tiba-tiba terdengar suara riuh para perawat di luar, meski hanya sejenak namun cukup mengundang rasa ingin tahu Lila. Tak lama barulah kemudian nampak Riri muncul.

“Apa yang terjadi diluar? Kenapa para perawat berteriak-teriak histeris begitu?”Tanya Lila

“Itu…dok..dokter yang baru itu…eng..anu”

“Kenapa?” Tanya Lila melirik ke arah perawatnya yang ganjen itu.

“Loh bu dokter belum tahu toh kalau dokter yang baru itu cowok dan orangnya cakep sekali mirip sama Vic Zhow.”

“Siapa itu Vic Zhow?”

“itu loh bintang dorama Taiwan, masa bu dokter juga ngga tahu? Aduhhhh…dengkul saya sampai gemetaran menatap senyumannya bu”

Lila menghela napas sambil mengeleng-gelengkan kepala melihat keliaran para suster di sana.

“Ri, Ingat kalian sedang bekerja di sebuah klinik kesehatan yang melayani masyarakat umum. Ulah kalian barusan bisa merusak reputasi klinik kita dan kalau sampai hal ini terdengar oleh pihak managemen kalian bisa dapat masalah” ujar Lila memperingatkan suster Riri.

“Iya dok, maaf” ujar Riri mesem-mesem mendengar teguran Lila sambil buru-buru membereskan peralatan medis Lila.

Sesampai ia di ruang meeting, ternyata yang lain sudah pada hadir termasuk bu Helen pemilik klinik itu. Wanita tua namun anggun itu semeringgah melihat kedatangan Lila.

“Ahh…ini dia Lila, dokter kebanggaan kami, La perkenalkan ini..” ujar Bu Helen sambil menarik tangan seorang pemuda ke arah Lila

“Robert?” ujar Lila lebih dulu sebelum bu Helen menyelesaikan kata-katanya. Ia agak kaget bertemu dengan Robert. Ternyata pemuda ini dokter baru yang membuat heboh para perawat tadi.

“Hi, La, apa kabar?” ujar pemuda tampan itu sopan sambil menjulurkan tangan kepada gadis yang dulu pernah menolak cintanya mentah-mentah.

“Uh..Baik, bagaimana denganmu?” jawab Lila menjabat tangan Robert. Namun ia menghindari pandangan pemuda itu. Ia sedikit tak enak karena ia pernah berlaku ‘kasar’ saat pemuda ini dikenalkan oleh ibunya beberapa bulan yang lalu.

“Baik La” jawab Robert.

Sejenak mereka berdua tak tahu harus berkata apa-apa.Untunglah di sana ada bu Helen.

“Wah..kalian sudang saling mengenal rupanya. Baiklah meski begitu, namun aku harus tetap mengenalkan Robert pada yang lain” ujar  Bu Helen.

Ternyata Robert adalah keponakan  bu Helen. Bu Helen sendiri adalah seorang pengusaha wanita yang mempunyai naluri bisnis yang tajam. klinik ini ia bangun bersama suaminya sejak tiga puluh tahun yang lalu itu. Dan sekarang klinik kecil tersebut telah menjadi sebuah klinik besar dan terkenal yang memiliki kreabilitas yang baik di mata masyarakat serta banyak merekrut dokter-dokter terbaik di kota ini.

Namun sayangnya Helen tak memiliki calon penerus lain kecuali anak dari adiknya ini hal itu juga yang membuat Helen sempat menunda buat meningkatkan status kliniknya menjadi sebuah rumah sakit. Hanya Robert satu-satunya lelaki yang tersisa pada keluarga mereka. Helen dan adiknya sempat kuatir jika Robert tak mau kembali ke tanah air setelah menyelesaikan study-nya di Canada dan tinggal selamanya di tanah air. Apalagi dulu pemuda itu sempat menjalin hubungan yang serius dengan seorang gadis asing teman satu collage-nya di sana. Namun kekuatiran mereka tak terbukti. Meski Ia terlahir sebagai blasteran karena ayahnya warga negara Canada namun akhirnya ia lebih memilih untuk tinggal bersama ibunya di sini.

Robert adalah seorang dokter lulusan terbaik di universitasnya  bahkan program spesialisnya ia tamatkan dengan cepat pula. Prestasi medisnyapun sangat baik meski baru berjalan beberapa tahun namun sudah menarik banyak minat para pemilik klinik maupun rumah sakit besar buat merekrutnya. Tak salah jika Riri mengibaratkan ketampanannya seperti Vic Zhow. Percampuran darah Chinese ibunya dengan wajah dan fostur bule ayahnya  menjadikannya memiliki wajah oreantal yang rupawan dan fostur tubuh ideal sehigga ia digilai oleh banyak gadis. Ia sempat dikenalkan dengan Lila karena ibunya merupakan teman lama ibu Lila. Namun penjajakan yang ia lakukan tak berjalan mulus karena sifat Lila yang sangat kaku dan tertutup tempo hari. Bahkan dua kali mampir  ke rumah Lila ia tak di suguhi Lila air minum layaknya melayani seorang tamu. Meski Lila tak membalas perhatiannya dan memperlakukannya dengan buruk, Robert tak merasa sakit hati terhadap Lila bahkan ia tetap mencari peluang buat mendekati gadis itu. Ia menduga pasti ada sesuatu yang menyebabkan Lila bersikap demikian yang tak hanya kepada dirinya melainkan ke seluruh pemuda yang mencoba mendekatinya. Robert mengagumi Lila. Gadis ini berbeda dengan gadis lain yang pernah ia kenal. Kecantikan Lila membuat hatinya tertambat erat dan sulit untuk dilupakan. Ia lalu banyak mencari tahu tentang diri gadis itu termasuk hal-hal yang berhubungan dengan gadis itu. Sungguh kebetulan Lila bekerja di klinik milik tantenya sendiri yaitu bu Helen. Sehingga ia mempunyai jalan buat berdekatan dengan gadis pujaannya itu. Memang sudah sejak lama tantenya berharap Robert mengantikannya buat menjalankan roda bisnis milik keluarganya itu. Helen sendiri sempat terkejut namun bahagia saat satu-satunya harapan keluarga mereka itu secara mendadak mau bekerja di Kliniknya. padahal sebelum ini ia dan ibu Robert sudah kehabisan akal membujuknya dikarenakan jiwa muda Robert yang masih menggelora dan ingin bebas bertualang ke tempat-tempat eksotis di seluruh pelosok negeri ini. Tentu saja Helen tak tahu jika hal itu terjadi karena adanya Lila di tempat tersebut.

*************************

Alfi duduk di kursi tunggu sambil memegang kantung belanjaannya. Ia sempat membeli tiga bungkus nasi soto sebelum ia ke klinik tadi. Pasien terakhir Lila sudah masuk sejak tadi dan kemungkinan tak lama lagi Lila bakalan selesai menanganinya. Sebenarnya malam ini bukan jadwal baginya ‘mendatangi’ Lila. Sehubungan Sandra dan Didiet berangkat ke kota G maka Lila mendapatkan jatah lebih pada minggu ini. Suasana klinik semakin sepi. Satu persatu para dokter dan perawat pulang hingga hanya tersisa ruangan Lila yang masih aktif melayani pasien. Alfi terperangah saat melihat sesosok tubuh gagah yang berjalan menuruni anak tangga dan melintasi di mana ia duduk. Wuihh..Tampan sekali pikir Alfi. Andai saja ia punya penampilan fisik seperti orang itu. Baru kali ini ia melihat sesosok figure lelaki yang membuatnya sangat terkagum-kagum. Orang itu menghentikan langkahnya di depan pintu ruang praktek Lila. Lalu menoleh ke arahnya sambil tersenyum.

“Hai..kamu pasti Alfi kan?” sapa pemuda itu.

“Loh kok kakak bisa mengenal namaku?” Tanya Alfi heran

“O..aku tahu itu dari suster Riri. Oya kenalkan namaku…Robert atau panggil saja Robbie” ujar Robert menjulurkan tangan.

Tentu saja Alfi cukup tahu siapa Robert.sebelumnya. Alfi menyambut dan hendak menjabatnya. Namun ia terkejut saat dengan sigap Robert merubah cara menjabatnya dengan cara yang tak biasa. Robert menyodorkan tangannya yang terkepal sehingga Alfi juga harus melakukan hal yang sama dan mengadu kepalannya dengan Robert. Lalu diikuti gerakan-gerakan lain. Alfi pernah melihat cara bersalaman gaul ala anak-anak kulit hitam seperti ini di film-film.

“He he rupanya kamu juga tahu banyak cara ini Fi” ujar Robert tertawa. Lalu duduk di samping Alfi.

“Iya kak, Alfi sering lihat di televisi”

“Eh..Fi apa kak Lila-mu masih meladeni pasien?” ujar Robert menyengol perut Alfi dengan sikunya.

“Itu yang terakhir kak” jawab Alfi. Secara naluriah ia menduga Robert pasti ada hati terhadap Lila. Namun anehnya tak terbesit rasa cemburu sedikit pun pada hati Alfi mengetahui hal tersebut. Hanya saja ia pesimis Lila akan mau menanggapi perhatian pemuda itu.

“Eh apa itu yang kau bawa?”

“Uh..cuma nasi soto kak, kupikir kak Lila belum makan malam jadi Alfi bawakan untuknya”

“Kelihatannya enak sekali”ujar pemuda itu seakan berselera sekali.

“Apakah kakak mau kebetulan Alfi bawa lebih”

“Apabila kau tak keberatan Fi, soalnya aku juga belum makan malam”

“Tentu saja. Silakan kakak ambil satu” ujar Alfi menyodorkan satu buah bungkusan soto lengkap bersama nasi kepada Robert.

“Terima kasih Fi, ha ha, berarti malam ini aku bisa tidur tanpa perut kroncongan”

“Loh apakah kakak tidak ada yang memasakan di rumah?” Tanya Alfi heran karena menilai Robert terlalu sembarangan buat ukuran seorang dokter dengan membiarkan perut terlambat buat di isi. Apalagi sampai-sampai sering tidur dengan perut kosong.

“Itu dia masalahnya Fi. Kakak tinggal sendirian di sebuah Apartement. Sehubungan aku selalu pulang jam segini jadi aku agak sungkan makan sendirian di luar. Yah..begitulah nasib seorang bujangan yang ngga laku-laku ha ha”

“Ah masa iya ngga laku-laku kak, kakak kan sangat gagah dan tampan”

“Haihh Fi andai saja kak Lila-mu berpendapat demikian…..” ujar Robert wajahnya terlihat berubah agak murung.

“Eng..kakak suka sama kak Lila?” tanya Alfi tanpa ragu-ragu. Entah mengapa Alfi terasa cepat sekali akrab dengan pemuda ini padahal ia baru saja mengenalnya. Sikapnya yang begitu santun dan gaul cepat mengundang rasa simpatik Alfi padanya. Bahkan ia terlihat tak risih meladeninya ngobrol mengingat perbedaan tak hanya usia namun tingkat pemikiran di antara mereka yang begitu mencolok. Tidak seperti Erik yang langsung memandang rendah dirinya saat pertama kali bertemu dengannya dulu.

“Siapa sih yang tak tertarik padanya Fi? Lila itu kan cantik dan pandai”

“Lantas mengapa kakak tak segera mendekatinya?”

“Fi .. Lila itu ibarat sekuntum bunga indah yang tumbuh di atas sebuah gunung terjal dan penuh dengan rintangan. Buat mendapatkannya perlu usaha dan niat yang sangat keras. Aku tak tahu apakah aku mampu mengatasi rintangan itu”

Alfi merasa Robert merupakan sosok sangat sepadan buat bersanding dengan Lila ketimbang dirinya sendiri. Ia sadar ajakan Lila buat menikah hanya akan menambah penderitaan bagi Lila saja. Tentu saja Lila akan mendapatkan cemoohan dari banyak orang di sekitar mereka. Bahkan bukannya tak mungkin kariernya juga ikut hancur perlahan. Dan Alfi tak ingin hal itu terjadi pada Lila. Hanya saja ia menyayangkan dirinya telah terlanjur menodai Lila dan membuatnya hamil. Entah apakah ada seorang pria yang masih mau menerima keadaan Lila seperti apa adanya.

“Loh kok melamun Fi?”

“Eh a uh tidak apa-apa kak”

“Oya Fi kakak pulang lebih dulu, sampaikan salam buat kak Lila ya”

“Loh ngga ketemu kak Lila dulu kak?”

“Ha ha…ngga deh! entar dia bosan karena melihat tampangku seharian. Terima kasih sekali lagi buat soto-nya Fi” ujar pemuda itu berlalu sambil melambaikan tangan.

***********************

Tak berapa lama kemudian Alfi melihat pasien terakhir Lila sudah pergi meninggalkan ruang praktek. Ia pun lalu masuk ke dalam dimana nampak Lila dibantu Riri sedang membereskan semua peralatan kerjanya. Lila kaget bercampur senang melihat kekasihnya itu datang. Hampir saja ia beraksi berlebihan namun untung saja ia segera teringat jika di situ ada Riri.

“Hi Fi, tumben jemput hari kamis?” sapa Riri padanya. Dulu Riri sering melihat  anak ini ikut bersama Sandra atau Niken datang kesana. Namun ia hanya tahu hubungan Alfi dengan wanita-wanita cantik itu sebagai anak asuh mereka. Bahkan akhir-akhir ini ia sering melihat Alfi menjemput dan menemani Lila pulang  seusai praktek malam.

“Iya kak. Ini Alfi bawakan soto buat makan malam kakak berdua”

“Wah kebetulan saya dan bu dokter belum sempat makan karena sibuk melayani pasien sejak sore”

“Ri jatahku ngga usah di buka, biar saya makannya di rumah saja sekalian”

“Iya nih bu saya juga makannya di rumah saja soalnya teman saya sudah menunggu sejak tadi”

“teman apa pacar?”

“hi hi pacar bu”

“Ya sudah. jika tak ada lagi pekerjaan kamu boleh pulang duluan.” ujar Lila pada Riri.

“Ya bu”

Setelah menyelesaikan tugasnya akhirnya Riri-pun pamit pulang pada mereka berdua. Alfi di tugasi Lila buat mengunci pintu depan klinik karena hanya tinggal mereka berdua di sana dan biasanya mereka terakhir keluar lewat pintu belakang. Lalu ia kembali ke dalam ruang praktek Lila.

“Fi sudah kamu kunci pintu depannya?”

“Sudah kak, baiknya kakak makan saja dulu biar ngga sakit”

“Aku ngga mau makan soto. aku maunya itumu” ujar gadis itu genit menunjuk ke arah selangkangan Alfi.

“Sekarang? Di sini?” Tanya Alfi bengong. Lila mengangguk. Lila terlihat tak sabaran padahal baru tiga hari yang lalu mereka bersama.

“He e kakak mau kamu entot sampai pagi tapi sebelum pulang kakak pingin banget minum itu”pinta Lila manja.

“Baik  kak”

“Naik sini” ujar Lila menepuk kasur yang seding dipakainya memeriksa pasien.

Alfi membuka reutleting dan menurunkan celananya hingga lutut lalu duduk dipinggir ranjang.

Lila menarik kursi dan duduk dihadapan selangkangan Alfi. Tanpa harus membuka celana dalam anak itu terlebih dahulu, cukup dengan mengeluarkan penis Alfi dari samping sehingga ia dapat mengeksploitasi benda berkulup berukuran raksasa itu.

“Hei kamu yang sudah buat aku hamil sebentar lagi kasih cairan cintamu padaku “ ujar Lila berkata-kata pada penis anak itu seakan benda itu dapat di ajak berbicara. Alfi tersenyum geli melihat tingkah laku Lila yang selalu gemas pada daging di dalam genggamannya itu.

Clek..clep…clep..clep…tanpa membuang waktu ia menghisap benda yang sangat ia rindukan selama berhari-hari itu. Alfi membelai rambut gadisnya membiarkan Lila menikmati ‘makan malamnya’. Tak butuh waktu lama buat penis Alfi memancarkan cairan-cairan kental berprotein tinggi itu ke dalam mulut Lila.

“Uhhhhh….kakk…” rintih Alfi dalam kenikmatan. Tak setetespun benih cintanya yang tertumpah semuanya ditelan oleh Lila dengan lahap..

Keduanya begitu larut dalam gairah sehingga lupa akan situasi dan kondisi dan tak memperhatikan kehadiran seseorang yang sejak tadi mengintip dari balik pintu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu berderit. Lila agak kaget dan baru menyadari kalau ternyata ia tadi lupa mengunci pintu ruang prakteknya. Lalu ia bergegas melepas penis Alfi dan segera berlari ke arah pintu tersebut. Uhh… Tak ada seorangpun di luar sana, hanya terlihat lorong kosong. Untung saja tak ada orang lain lagi selain mereka berdua di klinik itu. Mungkin pintu tadi berderit karena tertiup oleh angin bukan di sebabkan oleh seseorang yang mendadak menyelonong masuk pikir Lila. Hanya Lila yang di serahi kunci Klinik ini selain Robert dan bu Helen. Itu karena Lila selalu paling akhir selesai praktek. Bahkan satpampun tak dapat masuk ke dalam. Mereka hanya berjaga di bagian depan luar Klinik.

“Fi kita terusin di rumah aja ya?”

“Iya kak, Alfi juga kuatir kalau-kalau ada orang yang memergoki kita” kata Alfi sambil merapikan celananya. Lila segera mengunci ruangannya dan keluar bersama Alfi melalui pintu depan sekaligus menguncinya dari luar.

****************************

Hari senin terjadi kehebohan baru di klinik tempat Lila praktek. Saat baru tiba sore itu buat praktek ia menjadi binggung melihat sikap orang-orang di sana yang bertingkah tak seperti hari-hari sebelumnya. Pak Satpam bertindak menjadi lebih hormat dan tergesa-gesa membantu membukakan pintu baginya. Beberapa perawat berbisik-bisik melihat ia datang. Secara naluri Lila tahu dirinya yang menjadi bahan pembicaraan mereka.

Bahkan Riri-pun selalu tersenyum-senyum selama di ruang praktek.

“Ri..”

“Iya bu ada apa?”

“Apakah ada yang aneh pada penampilanku diriku hari ini? mengapa semua orang di klinik bertingkah aneh saat melihatku? termasuk kamu”

“A..nuu…ngga ada apa-apa kok bu”

“Kamu jangan bohong padaku Ri. Katakan saja padaku ada apa sebenarnya”

“Eng..Itu bu…kami semua di sini hanya kaget ketika mengetahui kalau ibuu…”ujar Riri terlihat ragu-ragu meneruskan perkataannya.

“Ya?”

“Akan menikah dengan pak Robert dalam waktu dekat”

“A…pa?! Ri si..apaa yang bilang begitu?!” ujar Lila kaget.

“Maaf bu. O..rang-orang bagian administrasi yang bilang. Me..rekaa katanya tahu dari pak Robert sendiri” ujar Riri kuatir melihat perubahan pada wajah Lila yang terlihat gusar.

Apa-apaan ini. Brengsek betul si Robert berani-beraninya bikin gossip murahan mentang-mentang ia keponakan bu Helen pemilik tempat ini ujar Lila dalam hati. Lila bergegas keluar dari ruangan prakteknya lalu naik ke lantai dua menuju ke ruang Direksi. Ia tambah kesal saat melintas beberapa staf di sana mengangguk memberi hormat kepadanya.

Bruak!! Lila mendorong pintu ruangan Robert dan melihat Robert saat itu sedang sibuk dengan setumpuk kertas.

“La? duduk dulu ya, aku minta waktu satu menit buat menyelesaikan ini”

“Tak usah banyak basa-basi!. Sebaiknya kau jelaskan secara jelas dan singkat karena aku tak ada waktu berlama-lama meladenimu. Aku kemari hanya ingin menanyakan maksudmu telah menyebarkan isyu bahwa kita akan segera menikah!”

“Sabar La. sebaiknya kau duduk dulu. Aku akan menjelaskan semuanya padamu”

Ujar Robert setelah mengambil napas ia lalu melanjutkan kalimatnya dengan hati-hati.

“La, ….Aku sudah mengetahui hubunganmu dengan anak itu. bahkan perihal kehamilanmu”

“Hu..bungann  a..paa? Kau jangan berpikiran gila!” ujar Lila kaget sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia sungguh tak mengetahui pasti apa maksud perkataan Robert barusan. Ia berharap Robert hanya menduga-duga dan berniat mempergunakan kalimat pancingan terhadapnya.

“La hari itu….secara tak sengaja aku telah melihat kalian…,  Apabila handphone ku tak tertinggal di ruang kerjaku mungkin aku tak sampai mengetahui hal tersebut dan beruntungnya hanya aku yang di serahi kunci belakang klinik ini sehingga tak ada kemungkinan orang lain yang memergoki kalian”

Wajah Lila memerah bak kepiting rebus. Sungguh tak terkira malunya. Entah bagaimana caranya rasanya ia ingin dirinya lenyap ditelan bumi saat itu juga. Tak di sangka pemuda yang pernah ia tolak mentah-mentah itu justru menyaksikan kecabulan yang ia lakukan dengan Alfi. Sungguh ia menyesal mengapa ia begitu ceroboh dan tak dapat mengendalikan hawa napsunya malam itu.

Pastilah Robert menganggapnya seorang wanita tak bermoral, munafik, cabul, hyperseks, pedophile, dan istilah buruk sejenis lainnya.

“Lantas apa maumu sekarang setelah kau sudah mengetahui semuanya? Sebagai calon pewaris perusahaan ini apakah kau kuatir nama baik Klinik ini bakal tercemar? Jika itu yang kau takutkan, baiklah! Hari ini juga aku akan mengajukan surat pengunduran diriku” ujar Lila ketus.

“Sabar dulu La, Aku tak menginginkan kau berhenti. Klinik ini sangat membutuhkan dirimu. Bukankah kariermu juga menjadi sangat baik selama berada di klinik ini. Lantas mengapa kita harus memutuskan hubungan kerja yang sudah terjalin baik selama ini?”

“Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa maumu sebenarnya Bert!”

“Aku ingin kau menikah denganku La”

“Apakah kau tak mengerti juga jika aku tak tertarik padamu apalagi sampai menikah”

“Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilanmu itu. Cepat atau lambat semua orang akan dapat melihat perutmu yang semakin membuncit tanpa dapat ditutupi oleh bajumu lagi. Menikah denganku adalah solusi yang tepat bagimu” ujar Robert.

Aneh! Pikir Lila mengapa Robert tetap menginginkan dirinya  padahal ia tahu tentang hubungannya dengan Alfi dan juga mengenai kehamilannya.

“Jangan kau pikir dengan demikian kau bisa memaksaku menjadi milikmu sehingga kau dapat melampiasan nafsu-terpendammu padaku. Aku lebih baik mati!”

“La…Lila .mengapa setiap kalimatku kau tanggapi dengan prasangka buruk? Aku tak pernah memaksamu. Aku justru ingin membantu mencarikan solusi bagi masalahmu. Maafkan jika aku telah membuatmu merasa tidak nyaman selama ini. Aku hanya ingin menunjukkan perhatianku padamu. Hanya itu La.”

Lila baru sadar jika ia memang tak melihat Robert berusaha memojokannya ataupun terlihat melecehkannya sejak tadi. Bahkan perkataan pemuda itu benar semuanya. Memang justru ia sendiri yang bertindak terlalu berlebihan.

tak pernah memberi kesempatan buat Robert

“Ta..pii aku tetap tak mau menjadi istrimu” ujar Lila dengan suara tak lagi meninggi.

“Apakah kau memiliki solusi lain La?”

Lila diam. Ia tercenung memikirkan omongan Robert. Ia sadar kariernya sudah di ambang  kehancuran bila orang-orang mengetahui ia hamil tanpa suami. Namun sebagai seorang wanita yang dikenal keras hati memiliki prinsip hidup tentu saja ia tak dapat menerima kenyataan ada orang lain yang mengetahui rahasia pribadinya. Apalagi ini bukan perkara biasa. Ini menyangkut moral dan kreadibilitas dirinya.

“Sebaiknya kau pikirkan saja urusanmu sendiri. Aku tak butuh bantuanmu!” ujar Lila dengan suara kembali meninggi. Lalu ia membalikan tubuhnya  dan berjalan ke arah pintu.

“La, tunggu !Pikirkan dulu saranku barusan!” ujar Robert berusaha mencegah Lila pergi namun sia-sia saja tanpa menoleh lagi gadis itu meninggalkan dirinya sendirian di ruangan itu.

Robert sengaja tak berusaha menyusul Lila karena ia maklum akan perasaan gadis itu saat ini. Benar saja, keesokan harinya Robert mendapati sepucuk surat pengunduran diri dari Lila di atas meja Helen. Beruntung saat itu bibinya belum tiba di kantor maka Robert dengan segera memusnakan surat tersebut.

*******************

Sejak dua hari Lila tak lagi datang ke Klinik. Ia memutuskan menghentikan semua kegiatannya sebagai dokter untuk menenangkan dulu pikiran dan perasaannya. Saat duduk diberanda rumah. Seorang tukang pos datang mengantar sebuah Amplop berukuran sedang yang ternyata berasal dari Robert dan ditujukan pada dirinya. Lila membuka amplop tersebut. Ternyata isinya adalah sebuah kepingan CD dan sepucuk surat. Lila mengambil surat lalu membaca tulisan disana.

“La hanya padamu kupercayakan rahasia hidupku. Setelah kau melihat isi CD yang kukirimkan padamu ini kumohon simpanlah dengan hati-hati agar tak jatuh ketangan orang lain, terimakasih, Robbie”

Lila tak mengerti apa maksud Robert mengirim CD tersebut padanya namun hatinya penasaran ingin melihat isinya. Bukankah di surat Robert menyebut-nyebut soal ‘rahasia’. Lila bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke dalam kamarnya sambil menghidupkan laptopnya. Lalu ia memasukan kepingan CD tersebut kedalam CD-Rom. Lalu muncul sebuah nama File video pada layar berjudul “Special day with Bianca (18-6-2005).AVI. Empat tahun yang lalu, ternyata sebuah rekaman video ‘jadul’. Jemari Lila menyentuh tombol enter pada keyboard. Lalu layar computer menampilkan Windowmediaplayer dengan layar hitam. Tak lama kemudian barulah ada sebuah adegan sebuah tempat tidur pada kamar namun tak terlihat seorangpun di sana. Lila mengira video ini di ambil pada sebuah kamar hotel atau penginapan sejenis itu. Setelah beberapa menit terdengar suara cekikikan tawa seorang wanita. Lalu adegan selanjutnya sudah dapat ditebak oleh Lila. Kini di layar telah nampak seorang wanita berwajah cantik khas asia bersama seorang lelaki. Meski sedikit berbeda dengan penampilannya sekarang karena terlihat agak lebih muda usianya namun Lila dapat mengenali siapa lelaki tersebut yang tak lain adalah …Robert! Robert menjulurkan tangannya ke arah kamera yang terletak tak jauh di samping tempat tidur. Sepertinya ia ingin mendapatkan engle yang tepat agar semua adegan di atas ranjang itu betul-betul terekam dengan sempurna.

Kemudian mereka berciuman dengan hot pada posisi si wanita tersebut dalam tindihan tubuh Robert. Robert begitu agresif meremas-remas dada gadisnya itu. Gila! apa sebetulnya mau si Robert ini. Apa dia mau membuatku cemburu melihat percintaannya dengan gadis lain? Huh tak usahnya! Pikir Lila. Lila sudah berniat akan mematikan komputernya. Namun ada yang membuatnya penasaran. Ia ingin melihat apa yang diandalkan oleh pemuda itu sampai-sampai begitu pede-nya mempertontonkan kemesraannya. Adegan demi adegan mengalir perlahan. Mungkin agak membosankan bagi Lila menonton setiap tahab Foreplay yang dilakukan Robert terhadap gadisnya itu. Apalagi ia tak dapat menangkap pembicaraan mereka disebabkan kualitas audio rekaman yang buruk. Lila menilai Robert tak se’lihai’ Alfi dan kalah dalam banyak hal. Terutama saat pemuda itu mulai mengeluarkan  ‘senjata’-nya.

“Hmm lumayanlah!” bisiknya geli sendiri memandang batang kemaluan milik Robert. Ia menaksir paling banter panjangnya hanya delapan belas senti-an. Meski Robert memiliki darah bule namun miliknya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan milik Alfi.

Teringat akan Alfi entah kenapa belahan vaginanya segera membasah dengan sendirinya.

“Fii dimana kamu, kok belum pulang-pulang sih?” gumamnya sambil melirik ke arah jam.

Lima menit berlalu. Anehnya Robert tak juga kunjung melakukan penetrasi terhadap kekasihnya itu. Lila heran buat apa pemuda itu berlama-lama melakukan pemanasan padahal gadis itu terlihat sudah siap buat dimasuki. Tiba-tiba saja Lila terperanjat menyaksikan adegan yang terjadi selanjutnya. Pada layar terlihat Robert beranjak dari kasur meninggalkan gadis itu dalam keadaan ‘trace’. Lalu… nampak muncul seseorang berkulit gelap entah dari mana datangnya yang tanpa ba-bi-bu langsung mengambil posisi diantara kedua paha gadis itu. Lila dapat melihat orang tersebut adalah seorang anak kecil berperawakan mirip dengan Alfi. Bertubuh kecil kurus berkulit hitam legam dan memiliki sesuatu yang menggantung besar dan panjang pada selangkangannya.

“Ohhh A..paa..yang terja..dii?” ujar Lila hampir-hampir tak percaya dengan apa yang ia saksikan itu.

Jantungnya berdetak kencang dan naluri keintimannya melonjak cepat. Terlihat kamera yang tadinya dalam posisi diam sejak tadi, kini nampak bergerak karena seseorang telah memegangnya. Perlahan kamera itu mendekat ke arah gadis dan bocah tersebut. Ternyata Robert bertindak sebagai juru kamera dan berniat mengambil gambar adegan secara close-up. Kini Lila dapat melihat adegan yang luar biasa di situ. Penis hitam anak itu di gosok-gosokan dari atas dan ke bawah pada permukaan vagina si gadis yang sudah sangat basah. Lalu ujung penis itu membelah bibir vagina gadis itu dan perlahan masuk hingga terbenam seluruhnya. Kini hanya tersisa biji testisnya menutupi engle kamera. Lalu yang terjadi selanjutnya membuat jantung Lila semakin cepat berdetak. Pantat anak itu mengocok cepat bagai sebuah mesin menghajar vagina gadis itu. Lila-pun kini dapat mendengar suara si gadis dengan lebih jelas, jeritan kenikmatannya membaur dengan ucapan-ucapan dalam bahasa yang asing dan tak di mengerti oleh Lila.

Bukan Jepang ataupun China. Entahlah Lila tak tahu. Beberapa kali kamera berpindah-pindah tempat. Terkadang yang di sorot adalah bagian atas dimana terlihat ekspresi wajah sang gadis yang sedang ‘trace’ dalam kenikmatan. Sesekali ia saling melumat bibir dengan si pejantan muda itu. Lalu kamera kembali pindah dan mengambil posisi di antara kedua pasang kaki kedua insan yang sedang memacu kenikmatan dengan gairah tinggi tersebut. Lila memandang setiap adegan demi adegan di layar monitor tanpa berkedip. Dengan penuh kegelisahan melanda sanubari kewanitaannya. Jemari tangan kanannya meninggalkan mouse dan naik perlahan ke arah payudara kirinya lalu secara naluriah mulai meremas lembut miliknya yang selalu menjadi tempat menyusu bagi si Alfi selama ini. Sementara tangan kirinyapun bergerak turun ke arah bagian kewanitaannya dan jemarinya mulai membelai-belai bagian yang masih tertutup oleh celana pendeknya itu.

Lima belas menit kembali berlalu. Terlihat kocokan penis anak itu semakin cepat diiringi oleh pekikak-pekikan silih berganti dari keduanya lalu diakhiri sebuah hujaman jauh kedalam vagina gadis itu. Beberapa kali anak itu mengulangi hujaman jauh itu sebelum akhirnya semua gerakannya betul-betul berhenti. Lila menduga keduanya telah memperoleh orgasme secara berbarengan. Dan…gadis itu… membiarkan bocah itu berejakulasi secara internal di dalam vaginanya. Karena kemudian nampak begitu banyak lendir bercampur dengan buih-buih putih meluber keluar di antara tautan kemaluan mereka. Lama posisi diam itu bertahan hingga akhirnya penis anak itu perlahan di cabut keluar. Adegan selanjutnya terlihat salah satu tangan Robert menjulur lalu dengan jemarinya ia membuka belahan basah itu sehingga menampakan genangan sperma kental bocah tadi di dalam vagina gadisnya. Lalu kamera bergerak ke atas menyorot wajah bocah tadi yang terlihat puas sambil cengengesan. Lalu beralih ke arah penisnya yang berlumuran lendir dan telah meruncing karena kulit kulupnya menguncup menutupi semua glansnya. Terakhir Robert mensyut wajah  gadisnya yang sedang terpejam meresapi sisa-sisa kenikmatan dari persetubuhan yang baru berakhir itu. Barulah Lila dapat memperhatikan secara jelas wajah gadis itu yang memang sangat cantik

“Bianca…คุณสำเร็จความใคร่?”Terdengar suara Robert memanggil namanya berulang-ulang kemudian berbicara dalam bahasa yang tak juga dimengerti Lila.

Terlihat gadis yang dipanggil Bianca itu mengangguk lemah sambil tersenyum.

“กระดอใหญ่” bisiknya di sela-sela napasnya yang masih memburu.

Hingga akhirnya adegan tersebut berakhir. Lila masih terpana di depan layar monitor. Ia benar-benar tak menyangka Robert ternyata mempunyai pengalaman liar seperti yang baru saja ia saksikan barusan. Dan Lila merasakann celana pendeknya sudah demikian basahnya oleh rembesan cairan dari dalam bagian kewanitaannya.

“Kak Lilaaa…..Alfi pulangg!” tiba-tiba terdengar suara Alfi yang baru pulang. Lila bergegas mematikan komputernya.

“Fihhh..ohhh… kok kamu baru pulang sayangg?” Ujar Lila dengan suara terdengar sengau karena nafsu birahi  sedang memuncak menguasai dirinya akibat menonton adegan dalam video tadi.

“Iya tadi Alfi diminta beres-beres di perpustakaan dulu sama Pak guru. Alfi mandi dulu ya kak” ujar Alfi yang baru pulang dari sekolah langsung mandi buat membersihkan badan. Ketika ia keluar dari kamar mandi ia sudah ditunggu oleh Lila  di atas tempat tidur dalam keadaan polos.

“Fi  kakak mau sekarang sayang” pinta Lila tak sabar. Gairahnya sudah tak tertahankan lagi dan butuh penuntasan dari kekasih kecilnya ini.

“Kakak sudah basah sekali?” ujar Alfi heran memperhatikan bibir vagina Lila yang blepotan cairan bening.

“Engg..Alfiiii” rengek Lila makin tak sabaran karena Alfi tak segera menghujamkan daging cintanya yang gemuk itu ke dalam vaginanya.

Clepp….

“Ouhggggg…sayangggg”pekik Lila begitu penis Alfi menyesaki seluruh liang senggamanya hingga ujungnya yang  kulup itu mendesak dasar vaginanya.

Lila langsung mencengram bongkahan pantatnya dengan kesepuluh kukunya dan isyarat tersebut dapat dimengerti oleh Alfi. Lalu Ia menghentakan kemaluannya dengan kuat dan cepat. Cukup dua menit bagi Alfi untuk membuat Lila mencapai orgasme yang sangat kuat. Tubuh sintal cantik itu melengkung  mendekap erat tubuh kecil Alfi yang berkulit hitam kesat. Vaginanya berkontraksi kuat meremas setiap mili penis Alfi yang mendekam di dalamnya. Fase kenikmatan itu berlangsung hingga beberapa detik.

“Kakak? semangat sekali?” ujar Alfi masih agak binggung melihat gairah Lila yang begitu meledak-ledak dan cenderung liar sore ini.

“Fi…. lagiiii” rengek gadis itu. Dan Alfipun kembali menggumulinya untuk memberinya kepuasan tanpa henti hingga hari menjelang malam.

************************

Di sebuah taman kota yang dipenuhi oleh tanaman asri tak jauh dari klinik tempat Lila bekerja. Nampak Lila sedang duduk di sebuah bangku sambil sesekali melirik ke arah arlojinya. Saat ini angka pada arlojinya menunjukan tepat pukul dua belas waktunya  istirahat bagi para pekerja kantoran. Perlahan taman itu mulai di datangi oleh beberapa karyawan dari kantor di sekitar taman itu buat makan siang bagi yang membawa bekal sendiri sambil melepas ketegangan akibat pekerjaan mereka. Memang taman itu sengaja di bangun secara patungan oleh beberapa perusahaan di sana sebagai tempat repressing bagi karyawan mereka. Sekian  lama menunggu Lila melihat Robert berjalan menuju ke arahnya.

“Terima kasih telah mau menemuiku La” ujar Robert lalu duduk pada ujung yang lain dari bangku panjang yang di duduki Lila.

“Ini… Kukembalikan lagi padamu” ujar Lila menyodorkan CD kepada Robert. Pemuda itu dengan agak sungkan menerimanya.

“Seharusnya benda ini kau simpan agar kau punya bukti yang lebih kuat bila aku berani berbuat macam-macam padamu.”

“Tidak perlu. Aku sudah bisa percaya jika kau tidak punya maksud buruk kepadaku”

“Terima kasih telah mempercayaiku, La”

“Apakah kau berharap aku akan merubah pendirianku setelah mengetahui hal tentang dirimu?”

“Bagiku itu soal kedua apakah kau akan menerima cintaku atau tidak. Paling tidak kita bisa mengenal lebih jauh pribadi masing-masing sehingga aku masih mempunyai harapan oleh karena hal tersebut.”

Lila teringat sikapnya dulu yang sangat keterlaluan pada pemuda ini.

“Mengapa kau tak menikahi gadis yang ada di dalam CD itu saja?, kulihat ia begitu cantik dan setidaknya kalian sudah saling mengenal satu sama lain”

“Kejadian di dalam CD Itu terjadi saat aku mengambil study lanjutan-ku di Canada. Nama gadis itu Bianca, seorang gadis blasteran Thailand dan Italy. Kami berkenalan di Collage tempat aku menyelesaikan spesialistku.Hubungan cinta kami sudah berjalan selama tiga tahun sebelum akhirnya kami memutuskan bertunangan dan merencanakan untuk menikah setelah aku di wisuda. Sejak lama Bianca memang meyukai petualangan cinta dengan beberapa pria kasar termasuk dengan anak-anak  dan aku-pun tak pernah keberatan dengan perilakunya itu. Aku justru sangat terobsesi oleh hal itu. Untuk memenuhi hasrat seks-nya yang menggebu-gebu kami sering bertualang ke sana-kemari. Hingga pada suatu ketika di saat liburan, petualangan kami membawa kami ke Thailand tempat ibunya berasal. Tak sulit bagi kami menemukan seorang gigolo seusia Alfi di sana. Para Pimp atau germo di sana harus selalu siap yang menyediakan kebutuhan para turis-turis asing yang aneh-aneh. Mulai dari yang penyuka seks anak bahkan dengan seekor binatang terlatih sekalipun. Bahkan di beberapa tempat ada yang menawarkan paket keintiman selama satu bulan hingga tak jarang para pria asing harus pulang ke negaranya dengan istri dalam keadaan bunting. Bianca mempunyai seorang kekasih kecil bernama Amnuay, ia yang kau saksikan di dalam video itu. Amnuay adalah anak seorang nelayan miskin di pesisir Phang Nga.” ujar Robert panjang lebar menceritakan kisah cintanya.
Bianca

Bianca

“Lantas apa yang terjadi pada hubungan kalian?”

Robert terlihat menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan Lila.

“Satu bulan menjelang pernikahan kami,… sebuah kecelakan mobil merenggut nyawanya. Bersamanya ikut Amnuay yang juga ikut tewas dalam kejadian tragis tersebut. Kala itu Bianca hendak menjemput aku di Bandara Internasional. Yang rencananya kami akan bersenang-senang bertiga di sebuah pantai di Phuket.”

“A..kuu turut berduka Robb” ujar Lila.

“Tiga tahun lebih aku dilanda rasa sepi dan kesedihan. Jelas sulit bagiku menemukan pengganti Bianca. Mungkin orang lain akan jijik melihat perbuatan kami itu, namun tidak bagimu La. Entah mengapa sejak awal berkenalan denganmu aku seakan melihat diri Bianca pada dirimu. Dan bertambah yakin jika naluriku memang tak salah pilih setelah mengetahui hubunganmu dengan Alfi”

“Tapi aku bukan Bianca Bert. Aku dan Alfi saling mencintai dan tak mungkin lagi berpisah. Bahkan akupun sedang hamil saat ini ”

“Aku tak keberatan berada di atara cintamu dan Alfi seperti halnya saat aku berada diantara cinta Bianca dan Amnuay, La. Dan perlu kau ketahui saat meninggal Bianca sedang hamil dua bulan dan aku yakin sekali itu adalah anak si Amnuay  sebab hanya pemuda itu yang Bianca ijinkan menidurinya tanpa mempergunakan kondom. Meski demikian aku tak pernah mempermasalahkan janin di rahim Bianca  berasal dariku atau Amnuay ”

“Entahlah Bert, aku tak dapat memberimu jawaban sekarang. Namun aku ingin kau tak kecewa bila saatnya nanti jawabanku tetap sama.”

“Tak mengapa La, Aku siap menerima kemungkinan terburuk sekalipun. Paling tidak saat ini aku bisa menjadi sahabat kalian berdua. Aihhh….Seandaianya saja …”

“A..pa?.”

“Ya Seandainya pada waktu itu akulah yang berusaha menolongmu dari kekejian Erik bukan Alfi” ujar Robert berandai-andai

“K..kau juga tahu akan kejadian itu?”

“Kejadian tersebut cukup menghebohkan buat  ukuran sebuah kota kecil seperti kota H. Dan aku kebetulan membaca artikelnya dari  surat kabar saat aku mengunjungi ibuku di sana” jelas Robert.

“Oh  begitu…” gumam Lila singkat. Ia merasa sudah sangat jarang berdialog sedemikian panjang dengan seorang pria. Apalagi yang mereka bicarakan bukanlah sebuah topic yang berhubungan dengan pekerjaan.

Ada perasaan nyaman saat berbicara dengan pemuda yang satu ini. Lilapun lega karena pemuda itu mau menjaga rahasianya bersama Alfi. Sungguh di luar dugaannya ternyata Robert adalah sosok yang sangat tegar dan berbudi. Muncul kekaguman Lila pada pemuda ini.

“Oya La, sebaiknya besok kau masuk bekerja seperti biasa agar tak menimbulkan pertanyaan bagi staf lain di sana. Aku berjanji akan memulihkan nama baikmu akibat omonganku di sana. Lalu kita pikirkan cara lain buat mengatasi masalah kehamilanmu” ujar Robert tulus. Lila tahu itu. Secara naluriah ia dapat menangkap ketulusan dari ucapan Robert. Sungguh berbeda sekali sifat pemuda ini dibandingkan dengan Erik pikir Lila.

“Baiklah” ujar gadis itu setelah yakin atas niat baik dari Robert padanya.

“Eng ngomong-ngomong kita makan siang saja dulu”ujar Robert setelah permasalahan di antara mereka sudah beres.

“Hei….kau?”

“Aduhhh….La  jangan curiga duluu….masa kau tak mendengar bunyi keroncongan dari perutku sejak tadi, terserah mau ikut atau tidak yang jelas aku pinjam uangmu dulu karena dompetku tertinggal di klinik hanya buat beli semangkuk bakso di seberang jalan sana …ayo cepat cacing-cacing di perutku sudah tak sabaran” ujar Robert menjulurkan tangan agar Lila segera mengeluarkan uang dari dompetnya.

“Kau tidak takut sakit perut makan sembarangan seperti itu?” tanya Lila sambil menyodorkan pecahan uang lima puluh ribuan keada Robert

“Ketimbang aku pingsan karena kelaparan dan dituduh mau merayu anak gadis orang”

“Bi…ar kita makan saja di resto saja. Kurasa aku juga sudah lapar” ujar Lila agak terbata-bata menarik kembali uang yang disodorkannya barusan dan urung memberikannya pada Robert

“Nah, begitu dong! Aku mau padang-an yang di pojok itu La”

Robert agak berlari ke arah ujung jalan sambil tertawa girang sehingga Lila terpaksa mengayunkan langkahnya agak cepat agar dapat menyusul pemuda itu.

“Bert…jangan  terlalu cepat”

******************

Satu minggu berjalan. Hubungan Lila dan Robert semakin membaik dan akrab. Meski demikian Lila tak pernah memberi kesempatan pada pemuda itu buat melakukan pendekatan lebih dari sekedar teman. Tapi Alfi melihat perubahan besar pada diri Lila. Lila terlihat sering tersenyum-senyum sendiri sambil berulang-ulang membaca sms dari Robert bila sedang di rumah.

“Kak apakah kakak suka pada kak Robert?” Tanya Alfi pada Lila pada suatu hari.

“Eng kok kamu nanya gitu sih Fi”

“Kakak belum jawab lagi”

“Idihh amit-amit ngga la ya” ujar Lila namun wajahnya bersemu merah saat mengatakan itu.”Emang aku terlihat suka padanya Fi?”

“Iya kak buktinya kakak suka banget baca sms kak Robert. Bahkan sampai bermenit-menit diplototin padahal itukan sms yang kemarin-kemarin kan?”

Wajah Lila bertambah merah karena malu karena tebakan Alfi mengena.

“Ngga ah. Kakak cuma sayang sama kamu”

“Kakak ngga bisa bohong kalau kakak suka sama kak Robert”

“Kamu cemburu ya Fi?”ujar Lila berusaha mengalihkan topic pembicaraan.

“Ngga kok kak. Alfi malah senang bila kak Lila bisa menikah sama kak Robert. Dia itu sangat baik dan pantas menerima cinta kakak”

“Kamu mengatakan itu bukan karena kamu mau ingkar janji kan Fi?”

“Ngga kak Sampai kapanpun Alfi siap bertanggung jawab. Tapi Alfi juga siap mengalah demi kebahagian kakak bila telah datang pasangan yang sepadan buat kakak”

“Kamu bisa saja Fi. Kakak cuma ingin kamu yang jadi suami kakak. Kakak tak ingin berspekulasi menerima cinta Robert. Belum tentu ia sepenuhnya menyukaiku apalagi ia sudah tahu semua latar belakang kakak”

Alfi menghela napas. Percuma saat ini membujuk Lila. Ia harus memikirkan jalan lain buat membahagiakan Lila.

****************************

Malam itu di rumah Didiet diadakan pesta kecil menyambut kehamilan Sandra. Pasangan tersebut demikian gembiranya. Banyak tamu yang hadir yang rata-rata adalah teman-teman sekantor Didiet dan Sandra. Karena ruangan dalam rumah tidak cukup buat menampung semua tamu maka Didiet sengaja memasang beberapa meja di halaman depan dan belakang rumah mereka. Nampak hadir pula Niken dan Donnie di sana. Sementara terlihat Nadine sedang menyusui bayinya. Sementara si Alfi asyik ngobrol dengan Dian di depan televise. Lila baru datang sendirian dan langsung di sambut oleh Sandra.

“Sand, selamat ya” ujar Lila memberi kecupan di pipi Sandra.

“Ma kasih La. sudah datang”

“Apakah aku terlambat Sand” ujarnya

“Tidak juga La. kami baru mau mulai kok, ayo masuk bergabung dengan yang lain”

“Maaf seharusnya aku meminta izinmu terlebih dahulu, Aku tadi mengajak serta seorang teman datang kemari”

“O tentu aku tak keberatan La. Tapi mana dia?”

“kami memang tak datang bersama namun janjian bertemu disini”

“jika demikian aku ingin menyiapkan tempat satu orang lagi di meja makan buat wanita temanmu itu”

“Eng Sand, temanku itu seorang  ..lelaki”

“Wah ini baru berita baik, nampaknya si Alfi punya saingan nih”

“Tidak seperti yang kau pikirkan Sand, hubunganku dan Robert tak lebih dari sekedar hanya teman baik”

“Robert? Nama pria yang beruntung itu? Hati-hati dengan perkataan kita sendiri La. Terkadang banyak hal luar biasa dan tak terduga terjadi di luar perkiraan kita sebelumnya”

Lila tercenung mendengar ucapan Sandra tersebut. Memang banyak peristiwa yang  terjadi menghampiri hidupnya selama ini. Siapa sangka ia bakal kepincut pada sosok seperti Alfi. Padahal jika dipikir-pikir betul dengan akal sehat rasa-rasanya tak mungkin seorang wanita cantik berpendidikan dan berkarir baik sepertinya menyerahkan tubuhnya bulat-bulat dan takluk dalam kehangatan ragawi pada bocah ABG seperti Alfi.

Sandra lalu kembali ke dalam dapur membantu Niken mempersiapkan jamuan makan malam. Sementara Didiet terlihat sibuk membawa buah-buahan yang barusan ia beli dari supermarket.

“La ada hal yang ingin kutanyakan padamu” ujar Donnie tiba-tiba menghampirinya.

“Ya Don ada apa?”

“Eng begini sudah satu minggu ini Niken selalu uring-uringan. Aku binggung semua yang kulakukan selalu salah. Seperti pakai parfum salah! Ngga pakai parfum dia bilang bau! Apakah ini ada kaitannya dengan kehamilannya yang sudah memasuki masa-masa melahirkan?” ujar Donnie binggung.

“Oo. Itu akibat keseimbang hormonnya terganggu sehingga mempengaruhi psikologisnya. Bisa saja ia merasa kuatir jika setelah bayinya lahir perhatianmu menjadi berkurang padanya. Kau tak usah terlalu kuatir akan hal itu. Berikan saja lebih banyak waktu dan perhatian padanya agar ia merasa lebih nyaman dan katakan bahwa kau ada selalu di sisinya sampai kapanpun” jelas Lila tersenyum geli karena ia merasa iapun akan mengalami fase seperti itu nantinya.

“Yah ..ya.. aku memang terlalu sibuk selama dua minggu belakangan ini akibat menumpuknya pekerjaan di kantor”

“Ada persoalan lain yang ingin kau tanyakan? Mumpung Niken sedang sibuk di dalam”

“Tidak ada La,. Terima kasih atas penjelasan dan saranmu”

“Jangan sungkan-sungkan buat bertanya padaku Don. Bagiku Niken tak hanya merupakan sahabat baikku ia juga sudah seperti saudara kandung bagiku”

“Ya aku tahu itu. Eh.. sepertinya Niken butuh bantuanmu La” ujar Donnie menunjuk ke arah istrinya.

Tanpa mereka berdua sadari Robert memperhatikan pembicaraan mereka yang akrab itu. Pemuda itu baru saja datang namun tak ingin mengganggu pembicaraan mereka. Untuk sementara ia berdiri menunggu hingga mereka selesai. Tapi Lila kebetulan tak melihat kehadirannya dan malah masuk ke arah dalam rumah. Robert-pun jadi celingukan sendiri karena tak ada yang ia kenal di acara itu selain Alfi dan Lila. Hingga seseorang menepuk punggungnya. Iapun menoleh.

“Eh ternyata kamu Fi”

“Kenapa berdiri saja di luar kak, ayo masuk”

“Sebentar Fi, aku mau Tanya siapa pemuda yang bersama Lila itu”

“O itu  kak Donnie dia ..calon suaminya kak Lila” ujar Alfi cepat dan enteng mengucapkan itu.

“Hah?! calon su..ami Lila Fi? Ka..muu sedang bercanda kan Fi”ujar Robert terlonjak kaget.

“Tidak kak, Alfi mengatakan hal yang sebenarnya. Lamarannya sudah diterima oleh ibu kak Lila tadi siang dan bahkan sebentar lagi akan diumumkan sekalian di acara ini”

Robert lemas mendengar penuturan Alfi barusan. Ia percaya pada penuturan anak itu. Mengapa Lila tak pernah memberi tahunya mengenai hal ini?. Pantas saja Lila tak pernah membalas perhatiannya ternyata ia telah menemukan tambatan hatinya. Seorang pemuda tampan dan gagah. Sia-sia saja penantiannya selama ini. Hatinya terasa begitu perih menghimpit dadanya.

“Fi… kakak sebaiknya pulang saja” ujarnya lirih. Buat apa ia berlama-lama di situ. ia justru kuatir malah akan merusak acara orang lain. Jelas ia tak mungkin sanggup melihat Lila bersanding dengan orang lain di hadapannya. Dadanya begitu sesak oleh kesedihan yang sama seperti saat ia kehilangan Bianca dulu. Dua kali terpuruk oleh cinta membuat Robert benar-benar terpukul.

“Loh ngga tunggu sampai acaranya selesai kak atau paling tidak memberi selamat pada kak Lila?” ujar Alfi tak berperasaan.

“Sampaikan saja salam dan permintaan maafku pada Lila Fi.” ucapnya nyaris tak terdengar.

Mana mungkin ia mengucapkan kalimat itu langsung pada Lila. Ia tak setegar itu. Perlahan ia melangkah gontai menjauh dari kerumunan orang. Lalu menuju ke arah mobil yang diparkir agak jauh. Alfi sebenarnya tak tega menghancurkan hati Robert namun sepertinya ia memiliki sebuah rencana dengan mengatakan itu. Setelah Robert pergi, nampak Lila keluar melongok ke kanan dan ke kiri ke arah kerumunan para tamu di halaman depan.

“Fi apakah kamu lihat Robert datang kemari?”

“Ia kak tapi cuma sebentar dan langsung ia pulang”

“Loh kenapa?”

“Ngga tahu. Barangkali saja ada sesuatu yang tertinggal?” ujar Alfi sambil mengangkat bahunya.

Duh… ngapain dia pergi sebelum menemui aku pikir Lila sebal. Padahal ia berharap sekali Robert bisa ia perkenalkan dengan para sahabatnya di sini. Alfi melihat wajah Lila yang cemberut. Tapi Ia tahu Lila tak mungkin menelpon Robert karena gengsinya yang terlalu tinggi.

***************************

Sudah satu minggu sejak malam itu Robert tak pernah terlihat muncul di Klinik. Bahkan tak pernah lagi ia menelpon Lila. Bahkan mengirim sms-pun tidak. Padahal biasanya setiap hari ia rajin menelponnya walau hanya sekedar buat mengatakan hal-hal yang sepele. Apakah Robert sakit? pikir Lila. Entah kenapa ia malah memikirkan pemuda itu. Ia justru rindu akan ‘gangguan-gangguan’ yang kerap Robert buat selama ini. Namun egonya terlalu tinggi buat menelpon balik atau menanyakan ke perawat di situ. Tapi semakin ia berusaha tak memikirkan pemuda itu ia semakin sering melihat bayangan Robert melintas di dalam pikirannya. Lila tak tahu apakah ia sebenarnya telah jatuh hati pada Robert meski ia berusaha menyangkalnya. Perasaan ini sungguh berbeda dengan perasaannya terhadap Alfi. Ia sebenarnya tak yakin perasaannya terhadap Alfi adalah cinta sejati wanita terhadap seorang pria. Alfi muncul ditengah-tengah kekecewaannya selama bertahun-tahun terhadap penghianatan Erik. Hingga tanpa sengaja suatu pristiwa menyeret ia dan Alfi dalam pertualangan seks yang membara tanpa akhir. Memang Alfi-lah yang pertama membuatnya merasa membutuhkan kehadiran seorang lelaki bagi dirinya. Namun berjalan waktu ia sadar cinta tak sesederhana itu. Cinta tak hanya melulu seks walau pada kenyataannya seks dapat membuat cinta berantakan seperti halnya yang hampir terjadi pada sahabatnya Niken dan suaminya Donnie. Ia tak dapat mencegah cintanya terhadap Robert mengalir ke dalam sanubarinya. Dan kini setelah pemuda itu tak menghubunginya maka timbul rasa kehilangannya. Apakah Robert sudah bosan mengejar-ngejar dirinya atau jangan-jangan pemuda itu sudah menemukan wanita lain dan mulai melupakannya. Entah mengapa tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul di dalam hatinya dan ia merasa setitik kecemburuan melanda hatinya ketika  membayangkan Robert bersama dengan wanita lain. Kini rasa rindu tadi membaur dengan rasa kekuatiran. Lila benar-benar gelisah hari itu. Konsentrasinya menangani pasien menjadi  terganggu oleh hal ini. Akhirnya ia tak dapat menahan hasratnya buat mencari tahu keberadaan pemuda itu. Lila berpikir sebaiknya ia menanyakan hal tersebut langsung pada bu Helen ketimbang pada staf di sana. Awalnya ia ragu untuk mengetuk pintu ruangan bu Helen.

“Ma..suukk hk..hk” suara wanita itu terdengar begitu sengau.

Lila masuk ke dalam namun heran melihat ke dua mata Bu Helen yang basah oleh air mata.

“Apa yang terjadi bu?”

“Robbie nak…ia berangkat ke Somalia. Tanpa sepengetahuan aku dan ibunya ia mengajukan diri ke badan kesehatan PBB buat mengikuti misi kemanusiaan Hu huuu”jelas wanita tua itu dengan tersedu-sedu.

Somalia?…bukankah ini daerah yang masih dipenuhi oleh konflik antar etnis yang tak selesai-selesai hingga sekarang? Mengapa Robert mau mendatangi Negara yang memiliki pemerintahan kacau seperti ini? bagaimana dengan jaminan keselamatannya saat berada di pelosok-pelosok pedalaman benua Africa itu? Mengapa Robert sengaja membuang dirinya ke arena pembantaian manusi dimana anak-anak kecil dengan bebas memanggul senjata api di Negara itu.

“Anak itu sepertinya sudah lelah dan putus asa dalam mengejar cintamu yang tak kunjung ia dapatkan.Tak ada yang bisa mencegah ia pergi. Hatiku benar-benar sedih…mengapa ini harus terjadi pada satu-satunya lelaki keturunan keluarga kami”

“Di..mana Robbie sekarang bu?”

“Terlambat buat mencegahnya La, kupikir setengah jam lagi pesawatnya sudah take off hu hu hu”

Lila bergegas keluar dari ruangan. Beberapa perawat di sana terbengong melihat dokter cantik itu begitu tergesa-gesa sekali berlari menuruni anak tangga. Saat di depan Klinik ia melihat Alfi yang baru datang menjemputnya.

“Fi ikut kakak sekarang” ujarnya menarik tangan Alfi ke arah di mana mobilnya sedang parkir.

“Kemana kita kak? Kok terburu-buru sekali?”

“Ke bandara Fi. Kita harus menyusul Robert sebelum pesawatnya berangkat”

Sesampai di tempat parkiran, Lila menjadi kesal bukan main ternyata ia tak mungkin dapat mempergunakan mobilnya karena ada beberapa mobil lain yang sedang parkir dan menghalangi.

“Aduhhhhh….bagaimana ini?”ujar Lila kasar bercampur panik

“Pakai taxi saja kak” ujar Alfi.

“Ya betul Fi” mereka berlari ke pinggir jalan raya dan menghentikan sebuah taxi kosong yang sedang lewat.

“Pak cepat ya! ke bandara” ujarnya pada si sopir taxi.

Sepanjang perjalanan menuju bandara Lila hanya diam dan tak berkata-kata. sementara air mata meleleh dari pelupuk matanya. Berkali-kali ia melihat ke jam tangannya dengan penuh kegelisahan. Hal tersebut tak luput dari penglihatan Alfi. Namun herannya bocah itu malah tersenyum-senyum sendiri. Taxi yang membawa mereka meluncur dengan cepat hingga tak terasa dalam waktu dua puluh lima menit merekapun sampai di tempat tujuan. Sesampai di Bandara Lila langsung berlari ke arah dalam bagian keberangkatan namun ia di cegah oleh petugas karena tak dapat menunjukan tiket atau boarding pas.

“Paaak tolong izinkan saya masuk, saya mohoon” ujarnya memelas

“Siapa yang ibu cari? Kemana tujuannya?”

“Su..ami saya pak. Dia mau ke Afrika”

“Waduhh…telat ibu. Lima menit yang lalu para penumpang sudah naik ke pesawat”

Lemaslah Lila mendengar penjelasan petugas itu. Apakah hal ini memang sudah nasibnya selalu gagal menggapai cintanya Lila tak tahu. Namun hatinya begitu perih oleh kesedihan. Kesedihan kali ini bahkan lebih menyakitkan ketimbang saat ia ditinggalkan oleh Erik dulu.

“Tunggu dulu…Apakah bapak itu yang sedang ibu cari? Penumpang yang satu itu belum naik ke pesawat karena tidak memiliki boarding pass, yang katanya tercecer di toilet” ujar petugas tersebut menambahkan.

Benar saja Lila melihat Robert bersama-sama beberapa orang petugas kebersihan bandara sedang mondar-mandir di sekitar WC bandara. Jantung Lila berdetak kencang. Tapi ia menoleh terlebih dahulu ke arah Alfi.

“Susul dia cepat kak, Alfi rela mengalah demi kebahagiaan kakak” ujar Alfi tersenyum.

Lila berlari ke arah kerumunan orang-orang tersebut. Tak ada dapat mencegahnya lagi. ia telah yakin dengan keputusannya saat ini.

“Bert!!..”pekiknya

Robert menoleh ke belakang. Meski  terkejut, wajahnya yang kuyu berubah cerah di saat mendapati pujaan hatinya datang menyongsong dan  langsung memeluknya erat sekali.

“La…Kamu?” pemuda itu nampak kebinggungan  bercampur bahagia.

“Kau mau mati konyol?! Kau jahaaat!! Kenapa kau meninggalkanku?! kupikir kau sungguh-sungguh mencintaikuuu..ternyata kau sama saja dengan pria lain huuu huu” Lila tak dapat membendung tangis dan kekesalannya sambil memukul-mukul dada bidang pemuda itu. ia sadari rasa cinta tumbuh di hatinya sedemikian besar terhadap pemuda ini sehingga dapat mengalahkan rasa malu-nya, gengsi-nya yang tinggi, ego-nya yang besar dan semua hal-hal yang menghabat curahan cintanya.

“La? a..ku tak mengerti? bukankah kau lebih memilih Donnie sebagai calon suamimu?”

“Si…apa yang mengatakan itu? Donnie kan suami sahabatku Niken. Tu..nggu dulu!” Tangis Lila berhenti. Otaknya yang cerdas baru merasakan ada sesuatu yang tidak beres di sini. Lila menoleh ke kanan dan kiri mencari-cari Alfi. Tapi sepertinya anak itu sudah kabur dari sana entah kemana. Ia yakin sekali kalau semua ini pasti adalah ulah anak itu.

“Ja..di semua itu tidak benar?” tanya Robert yang semakin bingung.

“Orang-orang mengatakan kau adalah lulusan terbaik dari universitasmu tetapi ternyata kau begitu bodohnya sampai dikibuli oleh seorang anak-anak. Seharusnya kau mengecek kebenarannya padaku saat itu juga”

“A..ku  memang bodoh La. Aku terlanjur shok dan down ketika mendengar hal tersebut.”

“Bert jangan pergi. A..ku bersedia menjadi istrimu”

Bola mata Robert membesar mendengar sendiri permintaan tersebut meluncur dari bibir wanita pujaannya itu.

“La apakah saat ini aku tengah tak bermimpi? Be..narkah kau mau menerima aku?”

“Aku cinta padamu Bert” ujar gadis itu tanpa ragu-ragu mengucapkan cinta terlebih dahulu pada seorang pria.

“Ohhh La ..Lila sayang. Aaa..ku tak tahu harus bagaimana mengungkapkan rasa bahagia ini” Robert begitu gembiranya seakan tak percaya dengan kenyataan tersebut.

“Kau… tak terlihat seperti pria yang berpengalaman menyenangkan wanita seperti di dalam rekaman videomu” ujar Lila menatap bola mata lekat-lekat pemuda pilihan hatinya itu.

Kali ini Robert tak ragu lagi buat menerkam tubuh Lila dan mendaratkan ciumannya pada bibir gadis itu. Ciuman penuh kerinduan dan kasih sayang sehingga Lila sulit bernapas. Meski demikian Lila membalas ciuman itu. Ia tak peduli mata para pengunjung bandara tertuju kepada mereka berdua. Begitupun Lila ia benar-benar yakin Robert adalah cinta sejati bagi dirinya.

“La, aku akan datang kepada ibumu buat melamar dirimu hari ini juga. Lalu kita ke ibu-ku setelahnya” Ujar Robert mantab setelah ciuman mereka terlepas.

“Oh Bert benarkah? Tapi … Ibu sudah tahu kalau aku hamil oleh perbuatan Alfi. Entah apa katanya nanti”

“Serahkan semuanya padaku, kau jangan banyak bicara saat di depan beliau”

Mereka berjalan sambil berangkulan mesra, keduanya bagai tak ingin berjauhan lagi barang sekejapun. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat antrian taxi . Di sana si Alfi terlihat sedang asyik melahap sepotong donat dengan wajah  belepotan coklat.

“Hai ..kak mau donat? tadi Alfi beli selusin buat kita bawa pulang” ujarnya tanpa rasa bersalah.

“Kau benar-benar keterlaluan Fi! Hampir saja aku mati konyol di sebuah negeri antah belantah itu. Apakah kau tak berpikir akan akibat yang bakal kau timbulkan?” ujar Robert tersenyum kecut. Akal sehatnya menyadari kalau sebenarnya  Somalia memang tempat yang sangat mengerikan.

“He he..Sebenarnya Alfi juga tak menyangka kakak akan separah itu mau berkumpul sama cewek-cewek Afrika. Tapi kan ngga jadi kak. Lagian kan kakak bisa saja pulang lagi saat tiba di Singapore. Kalau tidak seperti ini caranya bagaimana mungkin kakak berdua bersatu”

“Ternyata otakmu encer juga Fi, tapi kau tak cemburu kan aku jadi suami kak Lila-mu?”

“Kekasih Alfi kan banyak kenapa harus cemburu? He he”

“Makasih ya Fi, kamu sudah mau berkorban demi kebahagiaanku” ujar Lila yang masih mengglayut manja di dalam pelukan Robert.

“He he iya kak. Alfi juga bahagia sekali melihat kakak mendapatkan jodoh yang sepadan”ujar alfi tulus.

Dari bandara mereka langsung berangkat menuju kota H buat menemui ibu Lila. Wanita tua itu sempat kaget bercampur bahagia mendengar Robert akan menikahi Lila.

“Tapi mengenai kandungan Lila nak Robert”

“Maafkan saya  bu. Saya memang sudah membuat susah ibu dan keluarga selama ini. Saya sadar seharusnya memang sejak beberapa bulan yang lalu saya bertanggung jawab agar Lila tak bertambah menderita”

“Loh jadi itu anakk..?”

“Iya bu kehamilan Lila adalah akibat perbuatan saya. Bukan Alfi seperti yang ibu duga selama ini.”

“Tet..tapi mereka sering…?” Ibu Lila masih ragu dengan penjelasan Robert. Meskipun ia tak pernah melihat secara langsung Lila dan Alfi melakukan kemesraan. Namun ia tahu Alfi sering berlama-lama dalam satu kamar dengan Lila saat di kota H tempo hari.

“Lila dan Alfi sengaja berpura-pura menjalin kemesraan hanya karena Lila takut ia mempunyai bayi tanpa ayah”

“Ahhh…kalian anak-anak muda jaman sekarang memang selalu membuat binggung orang tua saja!” ujar ibu Lila lega mengetahui ternyata Lila putrinya memiliki pergaulan yang normal dan akhirnya Lila memenuhi harapannya menikahi putra sahabatnya itu. Kalimat terakhir Robert itu ternyata mampu meyakinkan ibu Lila.

“Ibumu harus segera diberi tahu berita bahagia ini nak sehingga penikahan kalian segera dapat dilangsungkan”tambahnya lagi.

“iya bu” ujar Robert sambil memandang wajah calon istrinya yang terus tersenyum dalam kebahagiaan

***************************

Tak menunda-nunda lagi dan hanya dalam waktu dua minggu Lila sudah resmi menyandang predikat sebagai nyonya Robert. Robert menawarkan pesta resepsi yang mewah namun Lila menolaknya dan memilih sebuah pesta sederhana yang diadakan dirumah ibunya dengan mengundang beberapa kerabat dekat dan tamu tertentu saja. Lila beralasan tak ingin perutnya yang mulai membuncit terlihat oleh  tamu yang hadir bila mengunakan gaun pesta yang mewah. Lila tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Bibirnya selalu tersungging senyum dan tawa disepanjang acara berlangsung. Orang-oramg yang hadir begitu kagum akan kecantikan terpancar sempurna dari wajahnya. Lengkap sudah semua kebahagiaan yang ia  tunggu selama ini. Begitupun dengan kegelisahannya selama ini membayangi hatinya telah sirna oleh hadirnya seorang suami yang sesempurna Robert. Sang bunda, ibu mertuanya beserta Helen terlihat begitu bangga dan bahagia akan pernikahan itu. Begitupun dengan Niken sang sahabat tercintanya dan yang lainpun ikut merasa berbahagia buat Lila. Malam pertama yang ditunggu-tunggu itu-pun akhirnya tiba. Percintaan itu berlangsung dengan sangat panas. Robert sempat kewalahan menghadapi gairah istri cantiknya itu yang tak kunjung usai. Ledakan gairah berbaur dengan kasih dan cinta menjadikan sepuluh kali orgasme tak juga meredakan Lila. Sampai-sampai Robert harus menyusupkan Alfi ke kamar pengantin mereka  buat memuaskan Lila. Anak itu awalnya menolak karena tak mau menjadi pengganggu bagi pasangan berbahagia itu lagi namun karena Robert memohon-mohon terpaksa ia menurutinya. Lila sempat merasakan sakitnya percintaan di malam pertama saat Robert ‘memerawani’ anusnya. Dan di malam itu pula Lila untuk pertama kalinya ia juga merasakan keindahan  dalam himpitan dua tubuh pria yang dicintainya secara berbeda itu.

**********************

Satu minggu kemudian

Di sebuah kamar Cottage ‘BB’ pantai Khao Lak

Propinsi Phang Nga sekitar 87 km dari Phuket, Thailand.

Pukul lima sore waktu setempat.
Villa

Villa

Saat itu Robert sedang terlentang di sebuah sofa empuk tanpa busana alias telanjang bulat sementara jemarinya mencengram penisnya yang sudah sangat tegang. Nampak kepala penisnya basah mengkilap oleh lendir mazi yang memancar tiada henti  dari ujung lubang kencingnya menandakan ia sedang terangsang hebat.. Sudah satu jam-an ia menghajar penisnya tanpa henti dengan kocokan-kocokan dan dalam kurun waktu tersebut beberapa kali ia berhenti sejenak buat meredakan hasratnya buat berejakulasi. Napas pemuda itu begitu memburu dan wajahnya pucat karena menahan desakan buat berejakulasi. Permukaan penisnya sudah berwarna merah tua ke unguan akibat dipenuhi oleh kumpulan pembuluh darah yang menegang. Rasa gatal nikmat menjalar ke seluruh bagian alat vitalnya. Robert masih menunggu  momen yang tepat buat ia berejakulasi. Adegan demi adegan yang  mendebarkan masih terus menerus terhidang di hadapannya. Di atas ranjang berseprey putih bersih, nampak Lila, wanita cantik yang baru ia nikahi beberapa hari yang lalu, terlentang dalam keadaan telanjang, merintih kenikmatan, dan segera mengalami orgasmenya, di dalam dekapan dua orang pemuda tanggung berkulit gelap berusia sekitar lima belasan, yang memasukan penis berukuran panjang lima belas senti milik mereka secara bersamaan ke dalam liang senggama Lila. Bhichai si anak nelayan asal Phang Nga itu mendekap Lila dari belakang, ia memiliki ukuran penis sedikit lebih panjang dari temannya itu. sementara Parnchand mendekap pinggang Lila dari depan sambil merintih–rintih keenakan. Kedua pemuda ini baru satu jam yang lalu melepas keperjakaan mereka pada Lila sehingga wajar saja keduanya begitu liar dan ketagihan terus-terusan menyetubuhi Lila. Parnchand, pemuda itu bahkan tak pernah lagi menarik lepas penisnya dari liang senggama gadis itu sehingga terjadilah kejadian seperti saat ini. Bhincai yang memang mendapat giliran pertama hampir menangis karena temannya itu tak memberinya kesempatan ke dua buat memasukan penisnya lagi lalu nekat mendesakan penisnya ke liang yang sama.

Robert puas meski harus merogoh koceknya agak dalam buat mendapatkan pemuda sesuai dengan keinginannya. Kedua pemuda itu benar-benar tak berpengalaman dan masih perjaka ting-ting meski demikian harga belinya jauh lebih mahal ketimbang seorang gigolo pro yaitu sebesar 8000 Baht atau sekitar tiga juta rupiah. Saat tiba di hotel siang tadi, kamar mereka di datangi seorang pelayan wanita yang khusus mengurus kebutuhan syahwat para tamu mereka. Wanita itu menyodorkan sebuah foto album berisikan foto para gigolo yang mereka bina secara professional . Semuanya memiliki sertifikat bebas menderita HIV. Awalnya Lila jengah dan tak menyangka Robert memberinya kejutan besar seperti ini. Pantas saja Robert berani mengajaknya berangkat berdua saja tanpa Alfi ikut serta. Rupanya ia sudah merencanakan ini buatnya. Robert memang ingin bulan madu nya bersama Lila dapat memberikan kesan yang mendalam dan tak terlupakan bagi Lila. Tapi mengingat kandungannya sudah memasuki usia empat bulan Lila agak takut-takut  melakukan itu.

“Ibu bisa melakukan cara doggie atau gaya lain dimana kekasih pilihan ibu berada di belakang” wanita itu berkata dalam bahasa ingris memberikan sarannya.

“ba..gaimana inii?”Tanya Lila dengan perasan bercampur aduk antara rasa kuatir, malu dan kepingin.

“Semua terserah kamu manis, kamu mau pilih yang mana?”

Lila membolak balik halaman album sambil menggigit bibirnya.Foto berukuran besar menampilkan pemuda remaja  yang rata-rata berusia remaja seusia Alfi dalam terlihat kondisi telanjang bulat dengan penis mengacung. Ada beberapa yang memiliki kemaluan hampir menyamai milik Alfi. Lila tergelitik dan menatap lama foto dua orang pemuda yang berlebelkan tulisan ‘virgin’ di bawah fotonya.

“kamu mau dia say?”

“Enga ahh” ujar Lila malu-malu.

“Nona, saya pilih anak ini” ujar Robert pada wanita itu. “Dan…..temannya yang ini” Robert menunjuk lagi seorang pemuda lainnya.

“Robbieee?” Lila kaget melihat Robert memberinya supraise lain.

“Ngga pa pa sayang, mereka berdua toh masih perjaka. Mereka belum tentu mampu memuaskan bila sendirian.Besok-besok aku mau kamu cobain ‘Charan’ anak yang penisnya paling gede di foto itu”

Kembali ke pada keadaan dimana Lila sedang digumuli ke dua perjaka itu. Lila sendiri dalam keadaan melayang ke langit ke tujuh. Baru kali ini vaginanya terasa sedemikian penuh karena harus di desaki oleh dua buah penis sekaligus.

“Robbieeeee……Ouggggghhhh” pekik Lila sambil mendekap tubuh Parnchand yang berada dihadapannya erat-erat. Orgasme besar melanda dirinya. semua otot-otot panggul dan sekitarnya berkontaksi hingga kebagian dalam liang senggamanya.

“Aoooooooo… โปรดปราน!!!!!”

Kedua pemuda itu menjerit bareng ketika cicin-cincin yang terdapat di sepanjang liang senggama wanita cantik dipelukan mereka itu mencengkram dan menghisap penis mereka bagai sebuah kompresor. kenikmatan menyengat pada seluruh syaraf-syaraf yang tersebar pada batang-batang penis mereka. Dan ketika aliran sperma menjalar di sepanjang saluran kencing mereka tak ada kemampuan bagi mereka berdua buat menahannya. Beberapa detik kemudian penis Parnchand lebih dahulu memuncratkan cairan kenikmatannya lalu di susul oleh Bhichai. Pancutan demi pancutan sperma susul menyusul memancar dari lubang pipis kedua pemuda itu. Begitu melimpah, kental, dan lengket. Parnchand ambruk. Rasa-rasanya ia tak mungkin punya stock sperma buat di semprotkan lagi. Ia memang paling sering muncrat ketimbang temannya. Bhincai mendorong tubuh Parnchand ke samping menjauh dari tubuh Lila. Namun ketika Bhincai hendak menindihnya Lila malah bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi. Lila tak menghiraukan keinginan anak itu buat menyetubuhinya. Nyaris tiga jam-an dalam antrian dan kukungan kedua pejantan muda itu membuat tubuhnya begitu penat dan terasa lengket. Lila ingin membersihkan diri terlebih dahulu agar merasa lebih nyaman.

“Kau belum mau mengeluarkannya?” tanya Lila sambil tersenyum nakal ketika melintasi suaminya yang belum rela membuang spermanya meski penisnya sudah terlihat membiru keunguan.

“Aku baru akan menumpahkannya di akhir petualangan malam ini sayang”

Tanpa Lila ketahui Bhincai-pun menyusulnya masuk ke dalam kamar mandi. Ia berdiri di samping kotak shower di mana Lila sedang asyik mandi di bawah pancuran air shower. Gadis itu terkejut melihat keberadaan anak itu. Anak yang satu ini belum puas pikir Lila. Ia seperti pingin sekali segera bersetubuh lagi itu terlihat dari wajahnya yang kampungan itu.

“Come here…” ujar Lila segaja mempergunakan bahasa ingris berharap anak itu mengerti maksudnya sambil menarik tangan anak itu ke bawah siraman air shower. Bhincai langsung merapatkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Ia tak dapat menahan diri melihat keindahan payudara Lila yang mengantung bagai buah melon kembar  dihadapannya. Bagai seekor kalong yang menemukan buah yang matang di pohon ia  meyergap dan menghisap daging mungil berwarna merah muda itu dengan kuat. Tubuh tinggi semampai Lila lebih jangkung sepuluh sentian darinya sehingga Bhincai kesulitan buat menjejalkan penisnya ke dalam belahan vagina Lila. Lila membiarkan anak itu ‘berusaha’ sendiri buat menemukan jalan masuk ke dalam tubuhnya. Tiga..empat lima kali ia mencoba mencobloskan ujung penisnya yang bulat itu bahkan dengan menjinjitkan kakinya namun hasilnya tak juga memuaskan. Sesekali ia berhasil masuk namun kembali dengan cepat penisnya terlepas lagi karena goyangan tubuh Lila.

Lila tersenyum geli mendengar gerutu kesal yang tak dimengertinya dari anak itu. Puas ia mengoda hasrat anak itu. Sambil  bersandar pada dinding di belakangnya ia menekuk lututnya sehingga bagian pinggulnya perlahan merendah ke ukuran yang ideal buat  bocah thai itu mempenetrasinya.

Cleeppp!!!

“Ohhhhh… Bhincaiiii” pekik Lila Lirih. Ketika penis anak itu berhasil bersarang dengan sempurna di dalam vaginanya. Bhincai mengocok dengan cepat meskipun ia tak begitu merasa nyaman dengan posisi ini karena dengkulnya sedikit gemetaran. Lila mengimbangi gerakan anak itu dengan memutar pinggulnya bagai goyangan yang sering di pertunjukan oleh salah seorang artis ibukota. Ternyata ada juga faedahnya gerakan tersebut bila dipergunakan ditempat yang semestinya pikir Lila.  Alhasil Bhincai-pun menjadi melolong-lolong keenakan. Ctap!..ctap!…ctap Bhincai menghentakkan pinggulnya lebih cepat lagi. Sesuatu yang nikmat dan sejak tadi ia tunggu kembali mendesak untuk keluar dari ujung kemaluannya. Lila menarik lepas mulut Bhincai dari putting payudaranya lalu mengantinya dengan ciuman yang panas. Mata Bhincai yang terpejam sontak terbelalak ketika Lila mengunakan seluruh kekuatan otot-otot kemaluannya. Kenikmatan itu sudah sampai pada puncaknya dan tak dapat ia tahan lagi.Tangan anak itu mendekap pinggang Lila erat. Bhincai melakukan hujaman terakhir disertai dengan semburannya air kenikmatan dari alat kelaminnya. Crott…crutttt..cruttttt, Meski ejalulasinya telah tuntas namunBhincai masih memeluk Lila dalam keadaan berdiri. Tautan kemaluan mereka sudah  terlepas ketika Lila tak lagi bertopang pada lututnya. Sambil membersihkan diri Lila juga membasuh penis anak itu. menyabuninya sehingga perlahan benda yang sempat mengecil itu kembali berdiri dengan kaku dalam remasan jemarinya. Lila sering melakukan itu pada Alfi bila mereka mandi bersama dan setelah itu biasanya mereka pindah ke kamar tidur dan melanjutkan persetubuhan di atas tempat tidur. Sepertinya Lila ingin melakukan hal yang sama pada Bhincai. Ia tahu  Bhincai sudah siap buat memberinya sebuah orgasme yang kuat di atas ranjang.

“Maaf.. bolehkah aku masuk sayang?” terdengar suara Robert yang ikut masuk kedalam kamar mandi.

“Sayanggg?…kamu mengintip kami? Dan Oh…. kamuu sudahh…” tanya Lila setelah melihat melihat batang penis suaminya yang sudah belepotan dengan sperma. Ini kali kedua Robert mengintip dirinya sedang bercinta setelah kejadian bersama si Alfi di klinik tempo hari.

“Oh.. La..kamu memang istri yang aku idam-idamkan. Maafkan aku telah lancang mengintip kalian ” ujar Ribert mengecup kening istrinya dengan penuh kelembutan.

Ternyata Robert memang telah lama mengintip persetubuhan lanjutan yang panas antara istrinya dan Bhincai sejak tadi. Hingga akhirnya berejakulasi di balik pintu kamar mandi. Robert lalu nampak berbicara pada Bhincai dalam bahasa Thai. Robert sempat mempelajari dan menggunakan sedikit-sedikit bahasa itu sejak bergaul dengan Bianca dulu.

“Ada apa sayang?” tanya Lila  melihat perubahan pada wajah anak itu yang terlihat agak kecewa.

“La, sepertinya mereka sudah harus berkemas karena ini sudah waktunya mereka pulang”

Jam sepuluh malam waktu bagi ke dua pemuda itu dijemput kembali oleh orang yang mengantar mereka sore tadi untuk di antar pulang ke rumah mereka masing-masing.

Robert menjelaskan jika jasa mereka tak dapat di nikmati hingga pagi harinya meski ia mampu untuk membayarnya. Ini sudah perjanjian antara si germo dengan orang tua mereka. Anak-anak lelaki remaja di sana harus berada di rumah buat membantu ibu mereka memilah-milah ikan hasil tangkapan ayah mereka keesokan paginya.

“Tapi punya Bhincai masih kaku dan sepertinya ia masih pingin lagi juga” rengek Lila

“Kita harus mentaati perjanjian dengan keluarga mereka. Lagian otot-otot Penis muda mereka sudah kelamaan tegang La, jika kau paksakan mereka bakal kesakitan” bujuk Robert pada istrinya yang masih dipenuhi gairah bercinta itu.

Meski agak kecewa Lila harus melepas ke duanya pulang. Lila menolak ketika Robert mencoba menawarkan jasa seorang pria lain yang lebih dewasa. Ia tak ingin mengambil resiko keguguran. Bukankah masih ada hari esok dan Toh masih ada Robert suami tercintanya yang akan mengaulinya malam ini pikirnya.

****************************

Pukul 01.00 malam waktu setempat

Malam semakin larut Lila tak juga mampu memejamkan mata. Gairahnya masih menggelora belum tertuntaskan oleh kejantanan Robert. Belum apa-apa ia jadi rindu  pulang. Ia rindu akan kejantanan Alfi. Hanya anak itu yang mampu memuaskannya.

Perlahan ia bangkit dari tempat tidur. Lila pergi ke teras buat menikmati pemandangan malam yang diterangi bulan. Tiba-tiba pandangannya menangkap sosok seseorang yang sedang duduk di atas pasir tak jauh dari kamarnya. Meski secara samar-samar Lila  dapat mengenali orang tersebut.

“Bhincai?” bisik Lila. Gadis itu memakai kimononya lalu turun ke lantai bawah. Ia sengaja tak membangunkan Robert yang sedang tertidur pulas di tempat tidur. Lalu berjalan menuju ke arah pantai.

Benar saja orang itu memang Bhincai adanya. Namun ia terlihat seperti takut-takut saat melihat Lila. Ia baru berani mendekat setelah Lila memberi isarat dengan tangannya. Meski agak ragu-ragu ia akhirnya datang menghampiri Lila

“Kamu kembali lagi?”Tanya Lila padanya meski ia tak yakin anak itu mengerti apa yang ia ucapkan..

Tiba-tiba anak itu meraih tangannya dan menariknya menuju ke rerimbunan semak.

Lila tahu apa yang anak itu inginkan. Ia dapat melihat celana usang anak itu menonjol menandakan ia sedang berereksi dengan kerasnya. Anak ini nekat berjalan kaki menempuh jarak lima kilometer hanya buat kembali menemuinya malam ini buat melakukan persetubuhan dengannya. Lila menduga Bhincai tak dapat jatah yang cukup saat bersetubuh dengannya sore tadi. Ia tahu Bhincai pasti ketagihan setengah mati pada pesona liang vaginanya. Karena tak ingin mengecewakan harapan anak itu dan ia sendiri memang sedang menanti seorang penjantan buat menuntaskan gairahnya yang masih membara maka Lila menurut ketika anak itu merebahkan dirinya di atas tanah berpasir lembut.. Ini bukan lagi sewa menyewa. Kali ini baik Lila maupun Bhincai akan memperoleh manfaat yang besar dari hubungan yang gratis ini!

Dengan sekali singkap kimono Lila terbuka sehingga tubuh indah itu terlihat bercahaya di sirami oleh sinar rembulan begitupun dengan Bhincai yang tergesa-gesa melepas kaus dan celana usangnya dan melemparkannya jauh-jauh. Lila tahu pemuda ini sangat tidak berpengalaman. Ia tidak seperti Alfi. Namun Lila justru menikmati keluguan pemuda ini. Tak ada Foreplay. Bhincai langsung membenamkan penisnya ke dalam liang cinta yang telah merengut keperjakaannya tadi sore itu. Benda itu menancap sempurna namun masih terlalu jauh untuk dapat menggapai dasar vagina Lila. Bagian itu hanya dapat di sentuh oleh ujung kulup si Alfi. Bhincai terpekik tertahan ketika Lila menggunakan kembali otot-otot kewanitaannya buat mencengkram penisnya. Penis muda itu terhisap kencang  seakan vagina itu bergerak menelannya bulat-bulat. Nikmatnya bukan kepalang. Sensasi  ini yang membuatnya ketagihan sehingga ia ingin selalu terus mengulang-ulang merasakan persetubuhan dengan wanita ini. Lila membiarkan anak itu mengumulinya dengan liar. Pantat kecil bulat itu berayun-ayun ketika ia mengeluar masukkan penisnya dengan cepat seperti sebuah piston. Satu menit berjalan anak itu mendekap Lila erat. Penis mudanya berdenyut hebat dalam sedotan liang senggama Lila lalu memuntahkan sperma kental. Crott…crott..crott..crot…Bola mata  Bhincai mendelik begitu ia berejakulasi. Tubuh ramping anak itu terhentak hentakan dalam dekapan tubuh sintal Lila hingga orgasmenya tuntas. Terbayar sudah usaha kerasnya berletih-letih berjalan kaki dari dusunnya hingga kemari buat mendapatkan kenikmatan dari Lila malam ini. Ia senang sekali sebab kali ini tak ada si serakah Parnchand yang bakal mengganggunya. Ia dengan tenang dan bebas dapat menikmati tubuh si cantik ini sepuasmya.Wow….Bhincai….ia masih terus memompa Lila meski baru saja berejakulasi. Penisnya masih berdiri kukuh. Anak itu memiliki gairah dan daya tahan yang lebih kuat ketimbang temannya si Parnchand. Bhincai-pun cepat mengerti apa yang di inginkan Lila ketika gadis itu menarik kepalanya menuju ke arah bagian payudara. Mulutnya segera menerkam putting susu berwarna merah dihadapannya lalu menghisapinya secara bergantian dengan liar.

Setelah sekali berejakulasi tadi, Bhincai terlihat bisa bertahan lebih lama. Hal tersebut akhirnya mampu membuat Lila mulai merasakan kenikmatannya. Semakin lama  kenikmatan itu semakin menyengat. Penis ramping anak itu ternyata cukup mampu mendatangkan rasa nikmat baginya. Dan Lagi-lagi! Bhincai terpekik lirih. Penisnya kembali tersentak dan kali ini berbarengan dengan datangnya orgasme Lila.

“Oggghhhh… Bhincaiiiiiiiii” pekik Lila tertahan.

Orgasmenya datang bagai gelombang air pasang yang menyapu kesadarannya. Ini sebuah orgasme yang begitu kuat meski dihasilkan oleh sebuah penis yang tak begitu besar. Sensasi keliaran di alam terbuka seperti ini menjadikan persetubuhan ini begitu mendebarkan yang mampu mendorong sebuah orgasme menjadi lebih kuat dan nikmat. Bhincai baru mereda setelah tiga kali mendapat orgasme yang kuat. Tampaknya stock sperma yang terproduksi sejak ia mengalami puber telah habis tanpa sisa berpindah ke dalam vagina Lila. Sementara Lila memperoleh satu kali lagi orgasme seperti sebelumnya. Gadis itu sangat puas karena hasratnya sudah terpenuhi oleh kehadiran anak itu. Bhincai terlihat meringis karena  merasakan sedikit nyeri mendera testisnya. Ternyata benar apa yang Robert katakan sebelumnya. Lila baru paham anak yang baru kehilangan keperjakaan itu seharusnya tak boleh berejakulasi sedemikian sering pada persetubuhan perdananya. Otot-otot selangkangannya jelas belum terbiasa terus menerus dalam ketegangan. Keduanya masih berbaring berpelukan di atas pasir sejenak meredakan napas mereka yang tersengal-sengal.

“Kamu bakal menjadi penjantan sejati, kelak” bisik Lila sambil mengelus kepala anak itu

Lima menit kemudian Bhincai mencabut lepas batang kemaluan yang mulai menguncup kecil. Air maninya mengalir keluar dari vagina Lila dan tumpah di pasir.  Lalu ia mengecup ke dua pipi Lila seakan-akan mengucapkan pamit sekaligus rasa terima kasihnya pada wanita yang telah mengenalkannya dengan dunia kedewasaan itu. Lalu dengan agak terpincang-pincang karena kedua dengkulnya gemetaran, ia bangkit dan memunguti pakaiannya yang tercecer. Lila masih dapat melihat lambaian tangan pemuda itu kepadanya sebelum akhirnya ia lenyap dari pandangannya di tengah kegelapan malam.

Lila tersenyum-senyum sendiri  merasakan pengalaman yang luar biasa selama di negeri gajah putih ini. Ia kembali ke kamar. Kimononya jatuh ke lantai. Setelah membersihkan diri dari butiran pasir dan sperma Bhincai di kamar mandi, Lalu ia naik ke atas tempat tidur dan kembali menyusupkan kepalanya di dada bidang sang suami tampannya. Tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh perut Robert dan menemukan begitu banyak lendir yang lengket di situ. Dari baunya Lila sadar itu adalah cairan sperma yang masih baru di muncratkan dan ia yakin itu bukan milik Bhincai karena ia sudah membasuhnya hingga bersih dari tubuhnya. Ditengah keheranannya  tiba-tiba….“Cup” sebuah kecupan lembut mendarat di keningnya. Oh…Apakah… suaminya yang gemar mengintip ini tahu apa yang baru saja terjadi? Jika demikian pastinya sperma ini adalah milik….. Akh…Lila tak perduli lagi. Ia kembali menutup matanya dengan sunggingan senyum penuh kebahagiaan.

Tamat

NB: gadis Alfi berikutnya ……Lidya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar